Menggeluti investasi saham dilakukan Anthony Tjipto sejak 2016 dengan modal berasal dari hasil bekerja di sebuah konsultan properti. Sejatinya, saat itu ia sudah menabung dan menyimpannya di deposito bank, tetapi kurang puas dengan imbal hasilnya. Kemudian, ia diajarkan oleh teman-temannya yang bekerja di financial market untuk investasi saham di bursa saham Indonesia.

Hanya saja, waktu itu ia berinvestasi selama 3-6 bulan, karena sibuk bekerja dari pagi sampai malam. “Untuk trading saham, kurang ada waktu. Saya sempat stop dan melanjutkannya di cryptocurrency pada 2017. Saya baru balik lagi ke bursa saham di Juni 2020. Di situlah saya baru mendalami ilmu saham,” kata Anthony. Investasi di cryptocurrency disimpan untuk jangka panjang. Sementara pada saham, ia memiliki dua account, pertama untuk investasi dan satunya lagi untuk trading.

Dalam melakukan transaksinya, Anthony memiliki strategi. Pertama, mencerna informasi serta memantau isu-isu dan perkembangan dunia. Dari sana, ia melihat bagaimana dampaknya terhadap Indonesia. Misalnya, saat Joe Bidden dilantik mencuat isu clean energy, Tesla Electric Vehicle Battery bisa dianalisis dampaknya terhadap Indonesia. Kedua, memperhatikan perubahan kebijakan nasional. Ketiga, melakukan analisis industri (specific industry analysis).

Saat ditanya berapa jumlah rata-rata nilai untuk setiap transaksi? “Di bawah Rp 200 juta,” ujar Anthony. Ia mengakui, saat pertama mulai bermain saham belum begitu bagus atau terlatih dalam risk management. “Saya pernah pernah transaksi lebih dari Rp 500 juta dalam satu portofolio, tapi untungnya profit,” kata pebisnis bidang properti ini menceritakan pengalamannya.

Soal keuntungan dan kerugian tertinggi yang pernah diraihnya, Anthony menyebutkan dalam satu trading saham pernah meraih 120% dan kerugian terbesar 20%. Bicara tentang portofolio investasi, saat ini ia memiliki 40% pada tambak udang, 33% properti, 15% saham, 5% crypto, dan 7% aset-aset lain. (*)

Dede Suryadi dan Anastasia AS

www.swa.co.id