Personal Finance

Membidik Investasi di Era Inflasi

Membidik Investasi di Era Inflasi
Ilustrasi foto : Istimewa

Inflasi yang memicu peningkatan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka merupakan momentum untuk berinvestasi dalam jangka panjang dan mengerek literasi keuangan. Demikian disampaikan Gita Wirjawan, mantan Presiden Direktiur JP Morgan Indonesia dan Menteri Perdagangan periode 2011-2014 ini pada “The Future of Gen Z” yang digelar oleh platform edukasi keuangan, Ternak Uang. Acara ini dipandu langsung oleh Co–founder Ternak Uang, Timothy Ronald dalam acara yang digelar secara luring beberapa waktu lalu.

Perlu digarisbawahi, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Menanggapi fenomena ini, Gita justru melihat sebuah peluang jangka panjang untuk berinvestasi dan memahami literasi keuangan. Lebih lanjut, Gita memperkirakan bahwa inflasi yang terjadi saat ini tidak akan berlangsung lama karena pelonggaran kuantitatif “Proyeksinya, bunga akan dinaikan, mungkin 2 hingga 3 kali. Kalau dinaikan, itu lebih karena inflasi yang sifatnya disrupsi pasok, bukan karena meningkatnya daya beli. Jadi saya lebih berpikir bahwa inflasi ini hanya berlangsung sementara, paling banter hanya satu tahun,” ujar Gita seperti dikutip SWAonline, (11/5/2022).

Selanjutnya, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang akan melakukan relaksasi besar-besaran atas nama pelonggaran kuantitatif. Gita, yang lulusan Harvard University tersebut. Mengatakan pelonggaran kuantitatif intinya cetak duit lebih banyak. Jadi, semestinya bunga akan turun lagi, sehingga pasar modal akan jauh lebih semarak lagi Jika pelonggaran kuantitatif benar-benar terjadi, kata Gita, hal ini bakal memicu penurunan suku bunga, yang berimbas pada lahirnya peluang investasi dari sektor lainnya, terutama yang dimotori oleh artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan. “Suku bunga turun, investasi di fixed income tidak semenarik seperti sebelumnya. Justru kita melihat investasi di pasar modal, saham, bukan hanya ditopang karena penurunan suku bunga, tapi peningkatan produktivitas. Apalagi, dengan adanya pemberdayaan AI,” ujar pria yang kini dikenal lewat podcast Endgame-nya itu.

Dia berkata biaya AI itu selalu menurun 50-60% per tahunnya. Jadi kalau biaya AI terus menurun, tentunya pemberdayaan AI akan semakin meningkat sehingga lebih produktif. “Jika saat itu tiba, equity story akan lebih seksi ketimbang sektor fixed income story. Selanjutnya, tinggal kita padukan dengan alternatif aset yang baru, misalnya kripto atau NFT,” sambung Gita.

Oleh karena itu, Gita menyarankan agar para pebisnis baru untuk selalu menilai sebuah investasi dalam jangka yang panjang dan jangan terlalu cepat menyimpulkan sebuah situasi. “Jadinya, saya melihat peluang berinvestasi di saham itu, jangka panjang, luar biasa bagus. Tapi bukan berarti peluang investasi di kelas aset lainnya harus diabaikan. Kita ambil contoh kripto misalnya. Saya justru sangat bullish mengenai kripto, investasi di kripto itu bagus prospeknya untuk jangka panjang,” papar pria 56 tahun tersebut.

Seandainya seorang pebisnis berpikir jangka panjang, maka mereka akan mengetahui bahwa manajer portofolio memerlukan kelas aset yang tidak berkorelasi dengan apapun yang harus mereka investasikan, termasuk saham, real estate, dll.”Semakin tidak berkorelasi kripto, maka semakin diinginkan karena mengurangi risiko. Risiko di kripto itu kurang dari 1%. Dalam batas logika, gak ada alasan kalau bitcoin akan menembus harga di atas 100 ribu dolar AS,” ucap Gita.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved