Personal Finance zkumparan

Kanya Lakshmi Sidarta, Mengakumulasi Beli Saham Ketika IHSG Bergejolak

Kanya Lakshmi Sidarta. (Foto : Istimewa).

Penyebaran virus corona (Covid-19) di Indonesia berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan industri jasa keuangan. Di Bursa Efek Indonesia, misalnya, mayoritas harga saham turun lebih dari dua digit sehingga mempengaruhi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Level IHSG sejak awal tahun hingga 30 Maret 2020 (year to date) menyusut sebesar 29,92%, atau levelnya menjadi 4.414 poin dari poin 6.299 poin.

Valuasi IHSG, merujuk rata-rata rasio harga saham dengan laba bersih per saham (price earning ratio), mencapai level termurahnya dalam 12 tahun terakhir sehingga mendorong risk appetite investor untuk membeli saham-saham yang fundamentalnya solid dengan harga yang relatif murah. IHSG pada periode itu mencetak rata-rata PER 12,1 kali dan Weighted Average (WA) PER 14,0 kali, Angka ini lebih rendah dibandingkan akhir tahun 2019 yang rata-rata PER-nya 27,3 kali dan WA PER 20,1 kali. Rata-rata PER atau valuasi di pasar saham domestik pada periode itu juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata PER di tahun 2008 yang sebesar 16,68 kali. Kala itu, krisis ekonomi global mempengaruhi pasar saham global dan domestik.

Kanya Lakshmi Sidarta, investor ritel yang memiliki karier di industri pasar modal dan perusahaan publik (emiten) perkebunan kelapa sawit (crude palm oil/CPO), menyebutkan pelemahan dan valuasi IHSG yang relatif murah itu merupakan momentum untuk mengakumulasi beli saham. “Jika investor memiliki dana non reguler atau dana lebih, sebaiknya melakukan pembelian saham dengan strategi average down. Belinya bertahap, ibarat mencicil saham ketika harganya terkoreksi,” ujar Kanya dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Senin (30/3/2020). Indeks saham sektor pertanian yang mayoritas dihuni emiten subsektor perkebunan melemah sebesar 40,91% hingga 30 Maret tahun ini (year to date).

Kanya berpendapat prospek pasar saham di masa mendatang berpeluang memantul kembali (rebound) ke zona positif walau saat ini mengalami fluktuasi yang cukup tinggi karena terdampak virus corona dan pelambatan ekonomi global. “Pasar modal Indonesia masih prospektif, justru now it’s time to buy, misalnya saham-saham perusahaan kelapa sawit yang karakternya cenderung defensif. Produk kelapa sawit dan turunannya dibutuhkan oleh produsen untuk diolah lebih lanjut menjadi produk barang-barang konsumsi yang dibutuhkan masyarakat,” tutur Kanya yang dikenal sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Wanita yang pernah mengajar mahasiswa D-III & D-IV studi capital market di Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) ini mencermati industri sawit berpotensi melambat lantaran terpengaruh penyebaran virus corona yang akan memicu pelambatan perekonomian nasional dan global. “Tetapi, industri sawit tetap mempunyai peluang untuk kembali membaik. Begitu wabah corona ini bisa terlewati, maka industri sawit serta emiten kelapa sawit bisa melaju lebih cepat,” sebut peraih gelar Magister Management dari Institut Pertanian Bogor ini.

Pengamat pasar modal dan pelaku bisnis CPO meyakini kinerja emiten perkebunan CPO tetap terjaga apik lantaran permintaan CPO yang cukup tinggi dari dalam negeri. Hal ini diyakini Kanya akan menyokong kinerja emiten perkebunan kelapa sawit. Mandatori biodiesel B-30 dan tingginya konsumsi domestik terhadap barang-barang konsumsi adalah sederet faktor pendorong kinerja bisnis perusahaan CPO.

Hariyanto Wijaya, analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dalam risetnya menyebutkan harga CPO naik ke level tertinggi dalam dua pekan terakhir ini lantaran dipicu kekhawatiran gangguan pasokan CPO dan peningkatan produk-produk pengganti, yaitu harga soyoil. Pada perdagangan Jum’at pekan lalu, harga CPO kontrak pengiriman Juni 2020 naik 0,21% ke level RM 2.362/ton. Ini dipicu oleh kekhawatiran pasokan CPO lantaran pemerintah Malaysia mengambil kebijakan untuk memperpanjang lockdown hingga 14 April nanti.

Kanya mengakumulasi beli saham secara bertahap dengan strategi average down ketika pasar saham berfluktuasi hingga akhir Maret ini. Saham-saham pilihan Kanya adalah saham emiten kepala sawit dan barang-barang konsumsi. Biasanya, pembelian bertahap (average down) itu dilakukan investor ketika pasar saham sedang melorot drastis dan harga saham relatif murah. Investor berpotensi memperoleh imbal hasil yang maksimal ketika harga saham yang dimilikinya itu naik dalam jangka pendek-panjang. “Untuk saat ini, saya menambah pembelian saham secara bertahap dan horizon investasi jangka panjang,” imbuh Kanya yang merampungkan kuliah S-1 di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1992).

Kanya berkarier lebih dari 10 tahun di industri kelapa sawit. Ia pernah menjabat Palm Oil Business Advisor di Tiga Pilar Sejahtera Group, Direktur Independen di PT Golden Plantation Tbk, dan Senior Vice President PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Di samping itu, Kanya berpengalaman di industri pasar modal lebih dari satu dekade. Ia pernah berkarier di perusahaan sekuritas, perusahaan manajemen aset, bank kustodian, dan auditor di kantor akuntan publik RSM AAJ. Di sela-sela kesibukannya, Kanya meluangkan waktu sebagai pembicara dan inspirator investasi di berbagai seminar komunitas pasar modal.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved