Capital Market & Investment

Trading Bitcoin Jangan Ikut-ikutan, Harus Pakai Data

Muhammad Kurnia Bijaksana, Pendiri Komunitas Crypto Legend Indonesia mengatakan, membeli dan menjual (trading) Bitcoin jangan karena ikut-ikutan. Cara yang benar adalah menggunakan data lewat analisis teknikal. “Banyak orang melakukan trading Bitcoin dan jenis aset kripto hanya berdasarkan ‘apa kata orang’, bahkan ada sekadar ikut-ikutan teman tanpa bermodal dasar analisis teknikal alias charting. Tanpa menggunakan data, trading justru jadi bumerang. Bukan untung yang didapat, tetapi malah buntung,” kata Kurnia dalam ‘Pelatihan Trading Aset Kripto’ yang digelar secara daring di Zoom (4/3/2021) lalu.

Pelatihan itu sendiri digelar oleh Blockchainmedia.id bekerja sama dengan Chainsightnews.com, sebagai media siber sektor aset kripto di Indonesia. Animo peserta pun antusias. Hal itu dibuktikan dengan jumlah peserta yang mencapai 128 orang, cukup tinggi bagi kelas pelatihan asset kripto secara daring. “Pelatihan ini sendiri sangat menarik karena turut menjajal bursa aset kripto FTX.com yang didirikan dan dipimpin oleh Sam Bankman-Fried. Di bursa itu, tak hanya aset kripto biasa yang tersedia, tetapi pula saham, misalnya Tesla dan Apple, termasuk valuta asing,” ujar Kurnia seraya menerangkan bahwa Sam Bankman-Fried belum lama ini didapuk sebagai orang terkaya kedua di dunia di bidang bisnis Bitcoin Cs dengan kekayaan mencapai US$ 10 miliar atau Rp Rp143 triliun, berdasarkan riset organisasi Hurun asal Tiongkok.

Kurnia menjelaskan, analisis teknikal alias charting, setidaknya membantu investor dan trader, apakah harga aset sudah tepat untuk dibeli atau dijual. “Jadi, kita tidak sekadar ikut apa kata orang, seperti yang ada di Twitter dan lain sebagainya. Kalau kita tidak punya ilmunya, maka sama halnya kita adalah korban ‘pump-pump’,” kata Kurnia, mengacu pada kabar-kabar yang sengaja disebarkan untuk meningkatkan harga aset kripto tertentu, dengan dasar dan alasan yang sering tak utuh.

Menurut Kurnia, ada sejumlah prinsip dasar dalam analisis teknikal, untuk memprediksi harga di masa depan, berdasarkan asumsi, bahwa “sejarah seringkali berulang”. Hal lainnya, analisis teknikal menggunakan metode probabilitas. Artinya, hasil dari analisis hanya berkemungkinan besar, bukan selalu tepat dan pasti. “Hasil analisis teknikal juga selayak peta untuk mengarungi pasar. Ia bukanlah seperti nasihat ampuh apalagi selayak ‘wahyu’. Analisis teknikal juga harus disertai dengan 3 pilar penting lainnya, yakni sistem perdagangan, pengelolaan dana dan psikologi,” tegasnya.

Kurnia mencontohkan indikator sederhana dalam analisis teknikal, yakni menggunakan Moving Average (MA). Indikator itu cukup ampuh digunakan dalam keputusan membeli atau menjual aset kripto, karena pada prinsipnya memperhalus gambaran pergerakan harga pada timeframe tertentu. “MA pada dasarnya menyaring pergerakan harga yang cenderung mengandung noise, apalagi Bitcoin misalnya terkenal sangat volatil. Ketika misalnya MA lebih pendek, katakanlah MA50 menembus dari bawah terhadap MA100 dan MA200 (crossing/menyilang), maka harga dapat dikatakan mulai meningkat. Dan sebaliknya, jika MA50 menyilang dari atas MA yang lebih panjang, maka harga dapat dikatakan berpotensi terkoreksi,” sebut Kurnia, sembari menyebut ada sejumlah indikator pelengkap lainnya.

Dalam pelatihan itu, Kurnia sempat memrediksi, bahwa harga Bitcoin berpotensi menyentuh harga puncak, yakni US$80 ribu per BTC dalam jangka panjang. Sedangkan dalam jangka pendek, setidaknya US$63 ribu per BTC.

Sikap bullish itu pun disertai kajian fundamental, bahwa Bitcoin terus diburu oleh perusahaan-perusahaan besar. “Kabar teranyar di antaranya perusahaan MicroStrategy asal Amerika Serikat yang membeli Bitcoin senilai US$1 milyar pada Februari lalu demi melawan inflasi buruk yang mungkin datang di masa depan. Ada lagi Tesla, pimpinan Elon Musk dengan belanja Bitcoin US$1,5 miliar,” jelasnya.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved