CEO Interview

CEO Asia Pacific Fibers: Meski Ada Masalah, Terus Ekspansi

Oleh Admin
CEO Asia Pacific Fibers: Meski Ada Masalah, Terus Ekspansi

Sekalipun masih dibelenggu permasalahan terkait restrukturisasi utangnya, PT Asia Pacific Fibers Tbk (APF), produsen polyester di Indonesia, tetap bisa menjalankan kegiatan operasionalnya dengan baik. Bahkan, perusahaan berencana untuk mengembangkan bisnisnya lebih luas, baik itu dalam hal perluasan pasar maupun jenis industri yang disasarnya.

V Ravi Shankar

V Ravi Shankar

Dengan suasana santai, V Ravi Shankar, Presiden Direktur PT Asia Pacific Fibers Tbk, bercerita tentang apa bisnis APF, bagaimana situasi sekarang, dan rencana ke depan. Berikut ini penuturannya kepada Ester Meryana dari SWA Online di sela-sela acara buka puasa dengan wartawan, di Jakarta, Rabu (24/7/2013) sore.

Sejak kapan APF terjun di industri polyster?

APF adalah pemimpin pasar di bidang polyester. Jumlah karyawannya sekarang sekitar 4 ribu orang dengan masa kerja 7-12 tahun. Perusahaan kami mulai beroperasi sejak tahun 1984 dan rata-rata menciptakan 52.600 kesempatan kerja setiap tahunnya.

Ngomong-ngomong soal pinjaman APF , sampai sekarang ada berapa?

APF memiliki dua macam utang dari awal, dari (sebelumnya perusahaan kami bernama Polysindo). Ada utang terjamin dan tidak terjamin. Utang yang tidak terjamin sudah direstrukturisasi. Utang yang terjamin belum direstrukturisasi. Jadi, sebagai korporasi kami bertahan saja, jalan. Kami sangat butuh restrukturisasi supaya modal kerja bisa dari perbankan dan bisa berkembang.

Bagaimana kondisi operasional perusahaan sekarang ini?

Perusahaan kini mempunyai dua pabrik, yakni di Karawang-Jawa Barat dan Semarang, Jawa Tengah. Di Karawang sektornya kimia, sedangkan di Semarang sektornya tekstil. Di Karawang, khususnya, kami produksi kapas sintetis. Itu adalah polyester fiber yang kami jual ke industri pemintalan. Kalau filament langsung ke industri yang memakai, tetapi polyester fiber itu ke pemintalan. Kami produksi polyester yang banyak dijual ke industri tekstil, dan ada juga ke industri yang lain, seperti karpet, gorden, kursi otomotif, dan banyak macam produk dari filament. Rata-rata penjualan tiga produk, yakni staple fiber sebanyak 500 ton per hari, benang filament 425 ton per hari, sisanya dijual sebagai polyester chip. Dari sisi nilai, penjualan tahun lalu sekitar Rp 6 triliun.

Bagaimana porsi penjualan produk yang ke pasar domestik dan ekspor?

Kami menjual produk utamanya ke pasar domestik, yakni sekitar 70 persen. Sisanya, yaitu 30 persen, untuk diekspor. Bagi Polysindo, kami yang pertama bawa polyester dari Indonesia ke seluruh dunia. Jadi, pasar ekspor kami cukup luas, sampai ke Amerika Selatan, Eropa, dan negara lainnya.

Ekspor ke Amerika Selatan, seperti Brazil dan Meksiko, itu cukup besar. Kalau di Eropa, ekspor ke Turki itu cukup banyak. Mungkin 25 persen ekspor kami itu ke Turki. Yang jelas, pangsa pasar dan relasi pelanggan di dalam negeri dan luar negeri itu cukup kuat dan stabil.

Seperti apa gambaran bisnis polyester sekarang ini dan ke depannya?

Kalau industri polyester, baru-baru ini ada banyak perubahan. Dulu polyester ini dikuasai oleh Eropa dan Amerika, terus ke Jepang, sekarang masuk ke China. China sekarang adalah produsen polyester paling besar. Bisa dikatakan 50 persen kapasitas produksi di dunia ada di China. Dan itu terjadi baru sepuluh tahun belakangan ini. Jadi, China sudah mendominasi industri polyester dunia. Selain China, ada juga India, Indonesia, Korea Selatan, dan Taiwan. Ya, kira-kira industri polyester sekarang ini cenderung di Asia. Di Eropa dan Amerika sendiri ada pengurangan kapasitas.

Dan kalau melihat dari karakteristik polyester itu sendiri adalah berasal dari minyak. Jadi, bukan seperti kapas (cotton). Kapas itu tidak bisa dimodifikasi, kalau polyester bisa. Polyester pun bisa didaur ulang. Banyak baju musim dingin sekarang dari daur ulang.

Bila dibandingkan dengan kapas, polyester punya beberapa keunggulan. Dulu kan perlengkapan olahraga (sportswear) banyak menggunakan kapas. Karena polyester dirasakan panas dan tidak enak untuk dipakai. Tapi sekarang ada perkembangan dalam modifikasi produk, misalnya cepat kering. Hasilnya sekarang 100 persen sportswear itu polyester. Kompetitor kami satu lagi yaitu rayon yang berasal dari kayu. Itu cukup bagus tapi ada faktor lingkungan. Dan itu ada bau, dan rayon juga kapasitasnya terbatas di dunia.

Jadi, ada dua faktor yang mendorong konsumsi polyester. Pertama adalah peningkatan produk domestik bruto yang mendorong konsumsi polyester. Kedua, konversi dari kapas dan rayon menjadi polyester. Karena itu, pertumbuhan konsumsi polyester tiap tahun itu cukup kuat, rata-rata 6-7 persen per tahun.

Langkah APF dalam menggarap peluang pasar yang besar?

Kalau dilihat dari produk, pasar, kami siap untuk tambah kapasitas. Hanya saja, hambatan sementara ini adalah restrukturisasi. Harapan kami dalam waktu cepat itu bisa selesai. Setelah itu selesai ada rencana ekspansi filament, dan mengembangkan pasar, seperti di Eropa dan Amerika untuk sektor otomotif dan lainnya.

Perkembangan pasar Eropa dan Amerika cukup besar. Mungkin penjualan ke sejumlah negara di Asia, seperti Filiphina dan Thailand akan berkurang karena itu kan basisnya tekstil. Lalu penjualan ke India, memang sebelumnya banyak hambatan perdagangan, seperti anti dumping duty. Saya kira India sudah buka, begitu juga dengan Amerika, jadi kami mau mulai lagi memasarkan produk di sana. Produk kami sudah terkenal karena sudah pernah jual, dan terhenti hanya karena ada anti dumping, jadi tinggal masuk lagi.

Dan kelebihan APF, menurut saya, kami selalu bekerja sama dengan pelanggan untuk memperbaharui produk. Kami harus selalu siap modifikasi produk. Kalau dari produk, ya kami selalu melihat produk polyester dengan produk finalnya seperti apa. Kami selalu ada inovasi dalam pengembangan produk. Produk mix kami pun cukup luas dan masuk ke banyak segmen industri. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved