CEO Interview zkumparan

IG Live - SWA Business Leader Talk : Jatuh Bangun Alex P. Chandra Selamatkan BPR Lestari

Alex Purnadi Chandra, Chairman Grup Lestari (bawah)

Sosok Alex Purnadi Chandra di dunia perbankan tidak asing lagi. Dia adalah Chairman Grup Lestari yang membawahi bisnis BPR Lestari (Bank Lestari) dan lembaga pendidikan AkuBank di Bali yang mencetak tenaga kerja sebagai akuntan dan bankir.

Alex baru berusia 29 tahun saat dipromosikan menjadi kepala cabang Bank BCA di Bali. Satu tahun kemudian, posisi itu dilepasnya akibat situasi waktu itu yang menurutnya kurang menguntungkan. Alex berani pindah kuadran dari comfort zone sebagai bankir profesional yang telah dijalaninya selama 7 tahun untuk kemudian membangun bisnisnya sendiri sebagai entrepreneur.

Namun, perjalanan bisnis pria lulusan S1 Teknik Elektro Universitas Trisaksti, Jakarta ini tidak mudah. Setelah resign, pada usia 30 tahun itu ia sempat membuka bisnis jual beli mobil bekas, impor baterai, ekspor kayu, membuka toko baju, hingga mendirikan money changer.

“Tapi semua bisnis itu gagal. Macam-macam kendalanya, saya ditipu, bisnis tidak berkembang, macam-macam. Yang cukup berkembang adalah money changer,” ujar pria kelahiran Rangkasbitung, 28 September 1969 ini yang hobi melakukan touring untuk mengisi waktu luangnya.

Alex memutuskan memutar uang hasil dari bisnis money changer­- untuk bisnis lain, yakni mengakuisisi sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Seri Artha Lestari di Bali tahun 1999. Saat itu ia bermitra dengan tiga temannya dengan nilai akuisisiRp 300 juta. Kebetulan Alex dipercaya oleh para mitranya itu untuk mengelola. Inilah cikal bakal BPR Lestari berdiri.

Kini, BPR Lestari dibrandingkan dengan nama Bank Lestari. Hebatnya, total aset dari seluruh cabang (6 cabang) sudah mencapai sekitar Rp 7 triliun.

Dalam pengembangan BPR Lestari, Alex menerapkan pola inovasi ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). BPR ini sukes lantaran melayani nasabah dengan produk dan layanan personal sebagaimaa yang diberikan oleh bank-bank besar kepada nasabah priority banking. Tak pelak jika BPR ini menjadi popler di Pulau Dewata. BPR Lestari pun diapresiasi sebagai BPR Terbesar di Bali dari sisi aset dan nomor 2 di Indonesia.

Visi BPR Lestari adalah menjadi local champion di tiap daerah yang dimasuki. Perkembangan perusahaan pun sejauh ini lebih unorganik karena semua cabang yang dimiliki dari hasil akuisisi BPR lain di sejumlah kota Nusantara.

Lalu, bagaimana jatuh bangun Alex mempertahankan BPR yang dimulainya di Bali? Berikut ini nukilannya saat wawancara melalui kanal IG LIve – SWA Business Leader Talk dengan tema “Strategi Alex P. Chandra Memimpin Bank Lestari Tumbuh Cepat di Era Digital”.

Saya menemukan BPR yang hampir bangkrut di Bali. Lokasinya di Kuta. Saya dan tiga orang partner masih ingat kondisi bank waktu pertama kami akuisisi. Kantornya berupa ruko lantai dua, papan namanya sudah berkarat pula. Asetnya waktu itu Rp 300 juta, yang kemudian saya beli dengan hasil dari bisnis money changer.

Tiga tahun pertama BPR Lestari berdiri di Bali, kami tidak punya nasabah. Waktu itu, nasabah kami hanya keluarga saya. Ayah, ibu, adik, adik ipar, pokoknya uang keluarga saya putar di sana. Tiga tahun setiap hari saya datang ke kantor dari pagi sampai sore tapi tidak punya nasabah. Jumlah karyawan waktu itu sebanyak 15 orang. Saya sudah di puncak menyerah karena rasanya stress sekali.

Saya sudah berniat menjual bank tersebut, tapi tidak laku-laku. Dengan sangat terpaksa, saya melanjutkan saja kegiatan operasional bank. Di tahun ketiga, yaitu tahun 2003 akhirnya pertama kali kami kedatangan seorang nasabah. Saya ingat sekali dia menabung Rp 30 juta. Pada saat itu rasanya saya melihat cahaya di ujung terowongan.

Di usia 30 tahun, tuntutan dan tanggungan saya masih sedikit. Di usia muda ketika saya gagal, saya masih punya banyak waktu untuk menjajaki karier lainnya. Sebaliknya, kalau saya berhasil, maka di usia muda saya bisa membuat BPR ini menjadi organisasi yang sehat. Saya pasang tenggat waktu lima tahun. Kalau tidak berkembang, maka akan saya tinggalkan.

Tahun 2005, BPR Lestari menjadi market leader di bali. Market size-nya Rp 50 miliar. Keberhasilan ini seharusnya bisa diterapkan di kota-kota lain, itu alasan pertama. Yang kedua, kami banyak menerima karyawan anak-anak muda di BPR Lestari. Saya berpikir, market size di Bali itu terbatas kalau mau diandalkan beberapa tahun ke depan. Tenaga-tenaga muda yang sekarang bergabung dengan saya, 5 tahun lagi harus punya karier yang bagus. Maka saya bertekad membawa BPR Lestari ke luar Bali. 2015 datanglah kesempatan. Ada 1 BPR yang mau dijual di daerah pinggiran Malang, yaitu Singosari, Jawa Timur. Lalu saya tanya kepada tim, “Siap tidak kalau kita bangun di Malang?” Mengejutkan, jawaban mereka siap.

Dengan demikian, langkah pertama keluar dari Bali adalah membeli sebuah BPR di Malang tahun 2015. Total asetnya waktu itu Rp 1 miliar. Saya juga merasa semacam ada keterikatan emosional saat melihat kantor BPR tersebut, mengingatkan saya waktu pertama kali mengakuisisi BPR di Bali. Setelah Malang, kami mengakuisisi 3 BPR di Solo, Bekasi, dan Serpong (Banten) tahun. Akhir 2017, kami mengakuisisi BPR di Jakarta. Juni 2020 lalu, kami hadir di Yogyakarta.

Mau belajar. Saya dipromosikan menjadi kepala cabang di usia 29 tahun, usia yang sangat muda. Namun Ketika saya beralih menjadi pengusaha, saya tidak mendapat nasabah selama tiga tahun. Skill sebagai banker dan pengusaha itu dua hal yang berbeda. Game-nya berbeda. Untuk itu, dalam setiap pekerjaan kita harus pelajari dulu aturan mainnya. Maka, saya terus belajar.

Yang kedua adalah empati. Saya sangat memikirkan karyawan, terutama yang berusia muda. Mereka butuh karier dan kesejahteraan. Inilah yang membuat saya tetap bersemangat menjalankan bisnis.

Dua model bisnis yang kami terapkan adalah personalized services dan proses approval kredit yang cepat. Dua model ini yang kemudian kami kerjakan dan kami sempurnakan sampai 20 tahun ini.

Kami punya banyak tenaga yang disebut Personal Bankers Officers (PBO). Satu nasabah, hanya di-handle oleh satu PBO. Kalau di bank umum, kelasnya adalah private banking. Tapi di BPR Lestari, simpanan Rp 250 juta pun kami layani. Model inilah yang kami bawa hingga sekarang, dan kelihatannya nasabah senang dengan pelayanan ini. Kelihatannya sederhana sekali, padahal eksekusinya tidak mudah karena butuh konsistensi dan akurasi tinggi. Apalagi kalau satu PBO sudah punya puluhan nasabah, wah, itu harus lebih kerja ekstra lagi.

Di sisi kredit, lain lagi ceritanya. Istilah ‘kredit’ ini selalu kedengarannya nelangsa. Belum lagi kalau kepastiannya lama. Oleh karena itu, saya ciptakan proses kredit yang relatif cepat, kira-kira kurang dari seminggu. Proses ini bisa juga menjadi diferensiasi kami di market.

Data bulan April 2020, BPR Lestari Bali membukukan aset Rp 6 triliun dengan laba mencapai Rp 53 miliar. Sementara tercatat Non Performing Loan (NPL) di angka 2,3% yang menunjukkan kualitas penyaluran kredit yang terkontrol. Lestari Group kini mengoperasikan 6 BPR di 6 provinsi di Pulau Jawa dan Bali antara lain BPR Lestari Bali (Denpasar), BPR Lestari Jatim (Malang), BPR Lestari Jateng (Solo), BPR Lestari Banten (Tangerang), BPR Lestari Jabar (Bekasi), dan BPR Lestari Jakarta (Jakarta Barat).

Ide awalnya AkuBank sebagai tempat pelatihan-pelatihan dasar karyawan BPR Lestari. Namun, bisa berkembang sebagai lembaga pendidikan resmi setara D1 dan D2. Kelak akan dikembangkan menjadi S1. Cita-citanya adalah nantinya diharakan menjadi sekolah bisnis di Bali.

Sekarang kami sudah ada di 6 provinsi. Namun, kami masih ingin mengembangkan BPR Lestari Grup yang ada di Pulau Jawa. Target progress kami diperkirakan 5-10 tahun lagi selesai.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved