CEO Interview

Johari Zein: JNE Pikirkan 'The Next Big Thing' untuk Pelanggannya

Johari Zein: JNE Pikirkan 'The Next Big Thing' untuk Pelanggannya

PT Jalur Nugraha Eka Ekspres (JNE), perusahaan express delivery di Indonesia, pada akhir tahun lalu mulai mengembangkan sayapnya ke dunia logistik. Yang mana hal itu dimulai dengan pembentukan PT Jalur Nugraha Eka Logistik pada akhir 2012. Walaupun kontribusi anak usaha logistiknya tersebut masih kecil, namun JNE tetap optimis akan bisa menjadi salah satu perusahaan logistik lokal yang besar di nusantara.

Selain itu, mereka pastinya tetap menjaga posisinya sebagai perusahaan jasa pengantaran ekspres lokal nomor satu di Indonesia, salah satunya dengan membangun gedung kantor pusat baru. Tujuan membangun gedung baru tersebut antara lain supaya mereka punya satu tempat terpusat guna mengawasi pelaksanaan pengiriman dan penerimaan barang di seluruh cabangnya di seantero negeri. Berikut ini wawancara Reporter SWA Online, Ria E. Pratiwi, dengan Johari Zein, Managing Director JNE.

Managing Director JNE

Bagaimana ceritanya proses spin off Divisi Logistik JNE menjadi satu entitas perusahaan sendiri?

Spin off (Divisi) logistik itu kami lakukan sejak November 2012. PT kami di logistik bernama PT Jalur Nugraha Eka Logistik. Ini baru benar-benar berjalan sekarang, yakni kita sudah punya 12 ribu m2 gudang yang ada di Pulogadung, kemudian kita sedang bangun gudang di Cimanggis yang luasnya juga hampir sama. Kami melihat perkembangan industri logistik ini, di mana ke depannya model bisnis (jasa pengiriman) ekspres itu semakin membentuk diri yang agak berbeda dengan logistik. Ekspres itu, kalau dilihat pekerjaannya mengumpulkan, memproses, atau mengirim/mengantarkan.

Di sisi ini yang dijual adalah kecepatannya. Nah, kebetulan di logistik, kebutuhannya akan bertambah pada masa akan datang, sejalan dengan model-model bisnis di masyarakat kita atau di dunia. Karena di masa depan, produk-produk itu dibuat dengan tidak lagi harus mempertimbangkan masalah distribusinya, karena itu bisa di-outsource kepada perusahaan-perusahaan freight forwarder seperti kami yang saat ini sudah banyak berdiri. Jadi industri logistik nantinya akan lebih banyak menyampaikan produk jadi.

Sekarang ini mereka (produsen barang) masih mengantar sendiri, atau menggunakan (transportasi) seadanya, jadi semua titik dipantau sendiri. Sedangkan dari pemilik jasa seperti kami, itu one stop solution, yakni dia serahkan ke kita, bahkan gudangnya bisa di kami. Lalu, supliernya juga bisa diserahkan ke kami. Maka banyak sekali titik efisiensi yang bisa terjadi. Oleh karena itu, logistik harus ditangani dengan lebih fokus, profesional, dan sangat kental dengan inovasi. Karena sebuah perusahaan dalam mengelola logistik itu biasanya sangat unik, baik dari ketersediaan stok, dan jenis-jenis barang yang ingin disimpan. Ini bisa diakomodir dalam jasa logistik. Logistik ini akan punya potensi yang tidak kalah besar ke depannya.

JNE ini nantinya akan memiliki beberapa anak perusahaan yang akan dibangun seperti logistik tadi. Sekarang kami punya dua perusahaan, yakni ekspres dan logistik, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa ke depannya kami akan memiliki perusahaan lain lagi. Salah satunya yang di depan mata adalah (sebagai perusahaan) transporter. Selain bisa mengelola jasa logistik pelanggan, kami juga harus memikirkan alat-alat transportasinya, dari sisi perkapalan atau penerbangan. Di Indonesia, penting sekali jika kita punya kepastian penerbangan. Ini penting bagi perusahaan seperti kami untuk mempunyai penerbangan sendiri, sehingga mempunyai kontrol khusus. Kalau itu tidak memberikan efisiensi atau diferensiasi lebih, maka mungkin saja kita harus memiliki bandara atau pelabuhan sendiri. Secara aturan ini memungkinkan, tapi persoalannya kita harus memiliki tenaga ahli.

Apa dengan mendirikan anak usaha logistik tersebut membantu JNE dalam memujudkan visinya menjadi The World Leading Global Supply Chain Company?

Logistik itu adalah memang “kendaraan” kami menuju ke (bisnis) internasional. Kalau bicara ekspres, jaringan kami di dalam negeri sudah cukup luas, dan sudah cukup memadai untuk melayani masyarakat Indonesia. Kalau kami mau membuat model yang sama di luar negeri, ya memang harus menghadapi persaingan yang ketat. Model bisnis kurir yang kami bangun di Indonesia sangat bisa bersaing, tapi kalau diterapkan di negara lain belum tentu, sebab itu berhubungan dengan kondisi setempat. Jadi untuk masuk (bisnis logistik) internasional, kita tidak harus melakukan model bisnis yang sama.

Masih banyak kebutuhan jasa logistik dari perusahaan di dan ke Indonesia. Mereka (perusahaan di luar negeri) banyak sekali yang berdagang dengan orang Indonesia, dan perlu mengirim barang ke negara ini. Jadi transaksi antar negara ini yang akan cocok dengan model bisnis logistik. Kami sudah lakukan itu dengan membuka representatif pada masing-masing negara di luar negeri, dengan modal yang masih sangat sederhana dulu. Jadi yang kita lakukan adalah menempatkan orang-orang di sana sebagai sales kami yang menjembatani dan mengarahkan para pelanggan potensial langsung ke Jakarta. Singapura harus ada (kantor), karena itu merupakan tempat pertemuan yang sangat mudah, sebab tidak semua investor atau pelaku bisnis mampir ke Indonesia. Kita juga ada (kantor) di Jepang, Belanda (wilayah Eropa), lalu akan juga coba buka di Australia.

Bagaimana kontribusi anak perusahaan logistik tersebut terhadap JNE sebagai induknya? Serta infrastruktur dan transportasi yang dimiliki JNE untuk perusahaan logistiknya seperti apa?

Transportasi yang kami gunakan disesuaikan dengan produk yang akan dilayani. Kalau misalnya minyak, berarti harus pakai tanker, tapi tidak semuanya menggunakan moda transportasi yang sama. Oleh karena itu, kita fleksibel saja di bisnis logistik. Itu semua sangat customized, dan kadang-kadang sangat kompleks. Misalnya, waktu itu kita pernah mengantarkan (pesanan) mobil pemadam kebakaran dari Belgia ke semua bandara di Indonesia, maka moda transportasinya harus dimasukkan ke kontainer dan menggunakan kapal atau pesawat terbang (kargo). Sementara, untuk kereta api bisa efektif diandalkan hanya di Pulau Jawa. Maka kami berharap dengan adanya program MP3EI dari pemerintah bisa menambah infrastruktur yang dibutuhkan (industri logistik), misalnya jalur kereta api di Sumatera, juga jembatan penyeberangan di Selat Sunda. Lalu, pemerintah juga harusnya bisa mengatasi pungutan liar, yang mana itu membuat biaya menjadi sangat tinggi.

Bagaimana soal kerja sama dengan perusahaan logistik asing?

Kalau di bidang logistik, kami bebas mau bekerja sama dengan siapa saja. Karena di bidang usaha itu belum ada perusahaan yang sangat dominan menguasai jaringan di seluruh dunia. Tapi di bidang kurir, kami harus setia dengan “pasangan”. Artinya kami tidak boleh bekerja sama dengan siapa-siapa lagi, yang mana untuk internasional saat ini JNE sudah bekerja sama dengan UPS, sehingga kecepatan dan komunikasi itu bisa selalu termonitor. Kalau di ekspres kan ada perusahaan yang dominan di dunia, seperti DHL, Fedex, TNT, UPS, yang mana mereka ini sudah punya jaringan lengkap di seluruh dunia. Jadi kalau kita serahkan ke satu perusahaan itu, maka kita bisa yakin mereka bisa serahkan ke negara mana pun di dunia. Yang ideal dalam perusahaan logistik adalah menjadi anggota dari asosiasi freight forwarder atau perusahaan angkut, misalnya kita jadi anggota World Cargo, sehingga bisa memanfaatkan jaringannya; atau jika kita lebih cocok dengan asosiasi kargo lainnya misalnya, ya yang satunya jangan protes.

Bagaimana kontribusi anak usaha logistik terhadap keseluruhan pendapatan JNE?

Kontribusi logistik di JNE belum besar, karena kami masih branding ya. Kami harus mengakui bahwa nama JNE di kargo belum terlalu dikenal masyarakat. Tapi dengan memahami kekurangan itu, maka kami bisa mengoptimalkannya dan menjadikannya strategi, apalagi kami sudah lumayan dikenal di dunia usaha (dalam hal ekspres). Misalnya perusahaan asing di logistik itu kan belum punya jaringan mumpuni di Indonesia, sedangkan kami sudah punya, jadi kami “membantu” kompetitor kami itu. Kami bisa dapat bagian dari pekerjaan itu, sementara menarik perhatian konsumen terhadap bisnis logistik kami. Jadi fokus kami adalah melengkapi, bukan menyaingi. Kalau kami menambah tenaga sales di situ ya berdarah-darah, jadi mending kami siapkan kendaraan yang banyak, ketika dia (kompetitor) punya banyak yang harus diantar, maka dia bisa memberikan ke JNE untuk jasa antarnya. Di sini, kami bisa banyak belajar dari kebutuhan-kebutuhan logistik konsumen. Jadi dua sampai tiga tahun lagi, kami sudah cukup dewasa untuk melakukan sendiri.

Seperti apa strategi JNE dalam menjaga pelanggannya dalam bidang ekspres?

Strategi kami adalah memberikan kualitas terbaik, karena kalau dibilang musuh utama adalah diri kita sendiri, apakah kita terlalu santai di zona nyaman. Lalu yang juga kami lakukan adalah inovasi atau menciptakan hal baru, memikirkan bagaimana kebutuhan pelanggan. Jadi ‘what’s the next big thing’ bagi pelanggan harus dipikirkan dari sekarang. Misalnya pelanggan kita di ekspres kan kebanyakan online shop, nah, yang harus dipikirkan adalah jika mereka menjadi besar, bagaimana dengan penyimpanan barangnya. Jadi kami juga harus menunggu di sisi itu untuk bisa melayani. Jadi kami harus menyiapkan model-model bisnis atau aplikasi yang cocok untuk melayani logistik mereka, dan mengelola gudangnya supaya jangan sampai barang sudah dipesan, tapi persediaannya habis.

Bagaimana realisasi kinerja keuangan JNE sampai kuartal tiga 2013?

Kinerja keuangan JNE, Alhamdulillah, baik ya. Kan tahun lalu kami mencapai pendapatan kotor sebelum pajak sebesar Rp 1,2 triliun secara nasional. Tahun ini kami menargetkan sampai Rp 1,7 triliun, dengan harapan bisa menjaga pertumbuhan 40% ke atas. Alhamdulillah, sampai Oktober 2013 lalu, kami sudah mencapai sekira Rp 1,3 triliun, berarti kita kurang sedikit lagi (untuk capai target di akhir tahun). Kalau ini tercapai, maka prestasi dalam empat tahun bisa rata-rata bertumbuh 40% bisa dicapai juga. Kontribusi (pendapatan) JNE, masih dari bisnis ekspres yang diandalkan, sedangkan logistik masih baru, jadi masih beberapa ratus miliar saja. Tahun depan, kami akan memberi beban lebih banyak lagi ke logistik, apalagi di tahun depan akan ada Pemilu; jadi porsi kontribusinya akan sekira 20% dari logistik, sedangkan tahun ini masih 10%. Untuk jasa pengiriman uang, kami ini masih partner dari Western Union, sehingga basically kita hanya dapat komisi.

Bagaimana market share dari dua bidang usaha JNE, yaitu ekspres dan logistik?

Untuk market share ekspres, kami masih melihat peluang yang sangat besar ke depan. Kami tahu teman-teman yang di ekspres seperti Pos Indonesia itu kan masih sekira Rp 3 triliun (pendapatannya setahun). Tapi bukan berarti kita mau ambil itu. Pertumbuhan pengguna internet tahun ini sudah mencapai 12 juta orang, dan dua tahun mendatang akan bisa meningkat dua sampai tiga kali lipatnya, yaitu sekira 33 juta. Yang pastinya dari mereka sebagiannya belanja online. Ini merupakan peluang yang bisa ditangkap, namun yang penting juga adalah kesiapan kita untuk bisa menjadi pilihan bagi mereka. Artinya kami harus dikenal di media online, bahkan sekarang kami jadi semacam syarat bagi online shop, kalau dia tidak memasang logo JNE sebagai partner, maka tidak akan ada yang belanja. Ini memang menjadi standar kualitas yang menyenangkan kita, tapi tetap harus dipertahankan.

Sedangkan, market share logistik Rp 1400 triliun atau 24% dari PDB. Tapi Menko maunya itu menjadi 15% di 2020. Banyak UKM yang tidak efisien biaya operasionalnya karena mereka mengantar sendiri, harusnya itu diberikan kepada perusahaan seperti kami. Kami tidak akan untung lebih banyak, tapi akan membuat biaya mereka lebih rendah. Kami mempunyai mitra UKM yang tidak terhingga, sehingga kami punya layanan yang namanya Pesona (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara). Ini simpelnya kalau kita kangen dengan makanan yang ada di daerah, atau orang daerah kangen dengan makanan yang ada di Jakarta. Di sini bisa membuat si UKM itu mempunyai pasar nasional. Kalau dulu kalau kita mau makan bolu gulung harus ke Medan, tapi sekarang memesan dan makan di Papua juga bisa, tinggal kontak JNE saja. Nantinya tidak hanya ada makanan, tapi juga benda-benda kerajinan dan kesenian, bisa dikirim juga.

Apa rencana investasi JNE di tahun depan (2014)?

Investasi kami yang utama akan ada di IT. Tahun lalu, kami menambah server yang sangat besar, lalu tahun depan juga sama, yakni salah satunya kami akan mengganti (fasilitas) contact center, membuat mobile application, dan meng-upgrade proses bisnis yang sudah ada sekarang ini dari semua sisi, baik SDM (sertifikasi), kantor cabang, dan lain-lain. Misalnya akan ada mesin X-Ray di cash counter kita, yang mana untuk memeriksa barang yang dikirim. Mungkin butuh waktu 2 tahun juga untuk aktivasi proses bisnis itu. Kami juga berencana memperbaiki, bahkan membangun gedung kantor baru di setiap propinsi di Indonesia, masing-masing minimum tiga gedung, yaitu untuk gedung kantor cabang, gudang logistik, dan kantor operasional (gateway). Jadi, pada masa mendatang, JNE akan memiliki 33 x 3 atau 99 gedung pelayanan.

Bisa diceritakan soal gedung baru yang merupakan kantor pusat JNE di Jalan Tomang tersebut?

Desain gedung baru kami minimalis karena memang model (bangunan) sekarang seperti itu ya, sebab perusahaan kita juga tipenya membutuhkan kecepatan dan yang simpel-simpel saja. Lama pembangunan dua tahun, luasnya 7800 m2, terdiri atas dua gedung, yang satu tujuh lantai, dan satunya empat lantai. Yang tujuh lantai itu adalah kantor pusat, di sana kumpul divisi keuangan, sales, contact center, dan lain-lain yang sifatnya administrasi. Yang empat lantai, tiga lantai di atas untuk Divisi Human Capital kami, sedangkan satu lantai di bawahnya untuk cash counter. Kenapa Divisi Human Capital diprioritaskan, itu karena kami yakin bahwa SDM itu yang membuat kami berbeda dengan kompetitor atau perusahaan lain pada umumnya. Investasi tanah untuk dua bangunan ini mendekati Rp 50 miliar, mungkin sekarang sudah naik lagi harganya, karena kami belinya sudah lama. Ketika membangun dua gedung baru ini mungkin investasinya sekira Rp 40 miliar; 30% dananya dari kita sendiri, dan 70%-nya dari pinjaman bank.

Dengan adanya kantor baru ini, nomor satu dari sisi pengawasan akan bisa berjalan lebih baik, karena kantor (cabang) kami itu tersebar di mana-mana. Komunikasi juga jadi lebih mudah, karena kalau ada apa-apa bisa langsung mengadakan briefing atau meeting anytime, karena di setiap lantai ada meeting room-nya. Kultur kami adalah kekeluargaan yang sangat mementingkan komunikasi. Di kantor baru ini juga ada War Room di lantai Mezzanine, yang menjadi pusat komunikasi kami, sebagai tempat kami memantau semua kantor cabang di seluruh Indonesia melalui CCTV. Misalnya untuk melihat apakah barang sudah masuk, dan pengantaran sudah berjalan atau belum. Lalu, contact center kami juga akan menjadi nasional, dan melayani pelanggan 24 jam, sementara sekarang nomor Jakarta ya untuk Jakarta dan sekitarnya saja. Selain di Jakarta, itu juga akan dibuka di Semarang. Ke depannya, tidak hanya lewat telepon saja, tapi akan lebih banyak lewat sms, email, Facebook, ataupun Twitter. Itu semua harus kami tangkap, karena merupakan sarana komunikasi vital di masa akan datang.

Di kantor pusat ini juga kami lakukan pemantauan terhadap server, jadi pertumbuhan data dan ketersediaan memori bisa kita pantau terus. Jumlah cabang kita yang berkaitan dengan operasional, dalam arti mereka melakukan penjemputan dan pengantaran, itu ada sebanyak 370-an di seluruh Indonesia; ini berarti kami sudah ada di kabupaten-kabupaten. Lalu, kami juga ada jaringan lain yang disebut cash counter, dan ini jumlahnya ada 3000 lebih. Ini biasanya ada di kota-kota besar, dan menerima kiriman saja. Kalau kendaraan kami untuk mengantar paling tidak ada 1000-an. Yang paling banyak adalah di kota-kota yang pengirimannya banyak seperti Jakarta, Bandung, Tangerang, Depok, Bogor, Surabaya, Medan, dan Palembang. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved