CEO Interview Editor's Choice Strategy

Kelas Menengah Meningkat, Kebutuhan Transportasi Tumbuh Cepat

Kelas Menengah Meningkat, Kebutuhan Transportasi Tumbuh Cepat

Pertumbuhan kelas menangah akan memacu tumbuhnya industri transportasi. Operator penerbangan murah Citilink, yang dilahirkan maskapai penerbangan Garuda, melihat kebutuhan para pekerja dan pelancong akan tumbuh cepat. Bagaimana Citilink menangkap peluang tumbuhnya kelas menengah ini? M. Arif Wibowo, Direktur Utama Citilink, mengungkapkannya kepada Rosa Sekar Mangalandum. Berikut wawancaranya:

M. Arif Wibowo, Citibank, CEO, strategi, bisnis, kelas menengah, penerbangan, SWA

Arif Wibowo

Studi McKenzie menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah meningkat. Ini sebenarnya fenomena masyarakat yang naik kelas. Peningkatan diperkirakan terus terjadi hingga menyentuh angka 130 juta pada 2030 nanti.

Saya melihat secara makroekonomis bahwa pengeluaran (spending) orang Indonesia meningkat. Sesuai dengan definisinya, kelas menengah menghabiskan uang US$ 2 per hari. Industri dan perputaran ekonomi ikut meningkat, termasuk di sektor transportasi. Ini pertanda kesejahteraan negara bertambah, apalagi bila keadaan politik makin stabil pada tahun-tahun mendatang.

Kebutuhan transportasi meningkat cukup tinggi, khususnya di antara para pekerja (business traveller) dan pelancong (leisure traveller). Dari rata-rata kenaikan GDP tahun 2012 sebesar 6%, kontribusi terbesar datang dari sektor transportasi dan telekomunikasi sejumlah 10,1%. Lazimnya, kontribusi sektor transportasi mencapai 2 kali persentase peningkatan GDP. Maka, saya optimis bahwa trend transportasi udara masih bertahan hingga 2030. Pasalnya, semakin banyak orang yang beralih dari bus dan kereta api ke pesawat untuk kenyamanan dan kecepatan.

Bisa jelaskan profil konsumen Citilink?

Secara umum, Citilink melayani konsumen dari berbagai kelompok, baik keluarga maupun individual. Namun lebih khusus, Citilink membidik pelanggan yang berusia dan berjiwa muda, misalnya eksekutif muda dan wisatawan. Dengan strategi menjadikan Citilink tren di kalangan orang muda, saya berharap pelanggan usia remaja ikut tertarik.

Seberapa besar potensi pasar untuk segmen kelas menengah?

Kalau fenomena naik kelas ini diteliti, pasar yang potensial sebenarnya adalah segmen menengah ke bawah. Dari perkiraan jumlah 60 juta penumpang, 80% dari mereka menggunakan jasa maskapai menengah ke bawah. Volume terbesar dikontribusikan oleh budget traveller. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Thailand. Mereka cenderung memilih jasa penerbangan yang ekonomis.

Ternyata kelas menengah Indonesia masih berada di tahap awal dalam hal pengeluaran. Bagaimana logikanya?

Peningkatan GDP mendorong peningkatan ekonomi industri dan perusahaan. Ketika perusahaan mendapat bonus berlebih, karyawan pun mendapat bonus. Tidak hanya itu, jumlah tenaga kerja ahli bertambah pula. Hal-hal ini mengubah perilaku konsumsi orang. Muncullah kelompok orang kaya baru (OKB). Pertimbangan utama kelompok OKB adalah harga. Mula-mula mereka memilih maskapai yang murah. Setelah punya pengalaman menggunakan jasa maskapai yang bagus, barulah mereka mulai mempertimbangkan selangkah lebih tinggi. Mereka memilih maskapai yang on-time performance-nya baik dan produknya bagus.

Bagaimana tanggapan Anda tentang pergeseran pola konsumsi itu?

Pergeseran pola konsumsi menjadi lebih tinggi membuat saya yakin bahwa bisnis transportasi udara tetap prospektif ke depannya. Skala ekonomi (economic size) Indonesia mencakup 50% skala ekonomi total ke-10 negara Asia Tenggara. Saya yakin, maskapai asing seperti Air Asia sudah mengincar Indonesia dengan manambah 100 armada baru.

Apa upaya pemasaran terpadu (IMC) yang dilakukan untuk membidik konsumen kelas menengah?

Saya rasa, Citilink mempunyai modal yang tidak bisa diabaikan, yaitu dilahirkan oleh Garuda. Maka, Citilink diposisikan sebagai maskapai yang andal (reliable) bagi konsumen kelas menengah.

Untuk membentuk pengalaman pelanggan, Citilink merencanakan dua langkah. Pertama, meningkatkan on-time performance dari 78% tahun ini menjadi 80% tahun depan. Kedua, mempercepat proses face-out pesawat seri 737.

Citilink memadukan metode pemasaran above the line dan below the line dengan porsi mendekati 50% masing-masing. Citilink membutuhkan perpaduan ini karena sekalipun dilahirkan oleh Garuda, brand kami belum matang. Di sisi above the line, saya berencana menggalakkan periklanan dan TVC untuk membentuk persepsi pelanggan. Di sisi below the line, logo Citilink dipampangkan di berbagai titik penjualan seperti agen perjalanan. Strategi ini penting karena physical brand appearance masih penting di tingkat daerah. Perilaku orang pun sudah hampir seluruhnya mengarah ke media sosial, maka Citilink menggarap ini sebagai sarana in between.

Apa kendala yang muncul?

Bukan kendala. Sebagai penyedia jasa, saya memilih menyebutnya tantangan. Di tengah euforia kelas menengah ini, saya dan tim tertantang untuk menjawab tuntutan pelanggan yang makin tinggi. Penundaan penerbangan bisa jadi contoh yang paling representatif. Pelanggan zaman sekarang akan langsung mengeluh jika pesawat terlambat, bahkan menyebarkan kejadian ini lewat Facebook dan Twitter.

Tantangan berikutnya terletak dalam upaya membangun brand awareness masyarakat. Hingga kini, tingkat brand awareness Citilink baru 75% berdasarkan brand tracking survey. Pertama, Citilink masih terbatas dalam ketersediaan penerbangan. Kedua, memegang kepercayaan pelanggan butuh waktu. Untuk mencapai kategori cukup, Citilink harus meningkatkan nilai brand awareness hingga 90% yang saya targetkan tercapai dalam 1 tahun.

Bagaimana cara menyiasatinya?

Saya dan tim mesti lebih waspada pada tiap titik layanan (point of service). Ini mengubah cara komunikasi internal dengan terbentuknya grup BBM yang menjaring staf manajemen hingga frontliners.

Untuk mempercepat komunikasi dengan pelanggan, Citilink mengganti surat pelanggan menjadi akun Facebook dan Twitter. Akun-akun ini selalu diperiksa dan dipantau. Jika pelanggan menge-tweet keluhan pada pukul 10.00 pagi, dibutuhkan berapa menit untuk mendapat penyelesaian? Ini merupakan upaya memaksimalkan kepercayaan konsumen.

Untuk menjalin hubungan dengan pelanggan, dibuat pula situs Citilink Story yang berisi posting pengalaman pelanggan menggunakan jasa maskapai ini.

Bagaimana Anda melihat fenomena freemiumisasi?

Saya menganggap freemiumisasi sebagai tantangan. Di satu sisi, persaingan di sektor penerbangan makin ketat. Di sisi lain, tuntutan pelanggan makin tinggi. Layanan yang dulunya dianggap mewah kini sudah biasa (basic) bagi pelanggan, contohnya televisi portabel (PTV) di tiap kursi penumpang. Apalagi perang harga akan berlanjut pada 2013. Lama-kelamaan, produk dan jasa bisa masuk ke dalam jebakan komoditas.

Tetapi, di sinilah seninya berbisnis. Maskapai yang sudah memberikan full service pun harus memberi diferensiasi supaya tidak masuk ke dalam jebakan komoditas. Contohnya, Garuda dan Singapore Airlines menyediakan flat-bed seats di kabin eksekutif. Emirates menerbangkan pesawat yang mempunyai shower dan bar karaoke. Demikian pula dengan maskapai menengah ke bawah.

Apa langkah Anda menghadapi ini?

Saya dan tim mesti berbenah untuk menjadikan produk Citilink makin terpercaya sekaligus makin bersaing dalam harga. Harga murah harus dikompensasi dengan pendapatan yang tidak berasal dari tiket (ancillary revenue). Maka, ada strategi self-funding lewat Citilink Hotels dan Citilink Rental yang tidak menambah capital expenditure. Ini dapat menjadi daya saing Citilink, namun tidak boleh kalah cepat dalam persaingan.

Apa do’s and don’ts menurut Anda untuk para pemasar?

Saya punya tiga dos. Pertama, identifikasilah kebutuhan pelanggan sebelum berinovasi. Kedua, jadilah trendsetter. Pemasar mesti tahu persis perubahan yang terjadi dan permintaan pasar agar bisnisnya tidak tertinggal. Ketiga, tingkatkan daya saing dalam biaya produksi. Ini bermanfaat ketika pemasar hendak memberi pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan.

Sedangkan don’t untuk pemasar adalah jangan terlambat merespons pelanggan. Budaya perusahaan untuk kerja 24 jam sehari sudah dimungkinkan oleh teknologi informasi dan komunikasi. Di Citilink, saya menetapkan bahwa keluhan pelanggan lewat sarana online harus ditanggapi selambat-lambatnya 30 menit.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved