Editor's Choice

Ayo Rangkul Diaspora sebagai Bagian Indonesia!

Ayo Rangkul Diaspora sebagai Bagian Indonesia!

Beberapa negara lain selangkah lebih maju dalam kebijakan terhadap diaspora, termasuk dengan memberikan dwi kewarganegaraan. Diaspora Indonesia pun berharap ada kemudahan dalam soal kewarganegaran ini, agar potensi diaspora Indonesia bisa digali lebih dalam lagi untuk kepentingan bangsa dan negara. Bagaimana harapan dan pandangan Diaspora Indoensia terhadap pemerintah? Nuning Hallet, Executive Director Yayasan Diaspora Indonesia, menuturkannya kepada Sigit A. Nugroho:

Diaspora-Nuning

Sebenarnya apa tugas Andas ebagai perwakilan di Jakarta?

Diaspora Indonesia tinggal di luar negeri, sedangkan banyak hal yang harus dilakukan di Indonesia. Tugas saya sebagai perwakilan di Jakarta antara lain mengelola kantor Sekretariat Indonesia Diaspora Network (IDN) secara harian, mengkoordinasikan semua aktivitas diaspora di Indonesia, menjalin komunikasi dengan stakeholders di Indonesia, termasuk sekali-sekali memberi presentasi di lembaga yang mengundang diaspora untuk berbicara. Pendeknya, menjalankan semua aktivitas IDN-Global, IDBC (Indonesian Businsess Council) dan IDF (Indonesia Diaspora Foundation) dan segenap Task Force (berbagai inisiatif yang dimotori beberapa gugus tugas yang ada di diaspora Indonesia).

Apakah Anda bertugas sebagai penghubung dengan pemerintah, DPR, pebisnis, akademisi dan kalangan lokal lainnya?

Benar, walaupun dalam beberapa hal pengurus inti lain juga masih turun tangan sendiri saat mereka berkunjung ke Indonesia.

Apakah Anda juga bertugas untuk membantu menggolkan petisi dwi kewarganegaraan?

Semangat advokasi dwi kewarganegaraan ini didasari atas semangat untuk meningkatkan sumbangsih diaspora untuk Tanah Air. Kita melihat beberapa negara lain yang mempunyai kebijakan dwi kewarganegaraan terlihat sekali bagaimana potensi diaspora mereka tergali penuh untuk kepentingan bangsa dan negara.

Dengan semangat itu, dalam kapasitas saya sebagai perwakilan diaspora di Jakarta, salah satu tugas saya memang untuk turut membantu advokasi dwi kewarganegaraan tersebut dan berdiskusi dengan komponen bangsa lain mengenai wacana ini.

Dalam kapasitas pribadi saya, sejak tahun 2002 saya termasuk salah satu pelopor dwi kewarganegaraan di Indonesia. Saya menuliskan ide tentang Dua Kewarganegaraan Terbatas untuk anak (18 +3) yang dimuat sebagai artikel di Kompas bulan September 2005, yang pada akhirnya diusung oleh group perkawinan campuran KPC Melati pada bulan Desember 2005 dan diadopsi dalam perubahan UU Kewarganegaraan pada bulan September tahun 2006 dan berlaku hingga saat ini.

Saya anggap keterlibatan saya di upaya advokasi dwi kewarganegaraan ini adalah meneruskan komitmen pribadi sejak tahun 2002 lalu tersebut.

DiasporaNuning2

Berapa sih potensi diaspora kita?

Jika yang dimaksud potensi dari sisi jumlah, pertama-tama harus dijelaskan bahwa diaspora Indonesia itu terdiri dari 3 kategori. Pertama, Warga Negara Indonesia (WNI) yang menurut Kementerian Luar Negeri RI jumlahnya mencapai 4.7 juta orang. Dari jumlah WNI ini, Badan Pemilihan Luar Negeri (BPLN) mencatat jumlah pemilih Diaspora Indonesia untuk tahun 2014 sebanyak 2,040,368 orang. Kategori kedua adalah mereka yang sudah tidak WNI lagi, memegang kewarganegaraan lain, namun merupakan keturunan Indonesia. Ketiga, mereka yang mempunyai afinitas atau kedekatan dengan Indonesia, meskipun bukan keturunan Indonesia. Jika ditambah dengan dua kategori terakhir ini, jumlahnya bisa ditambah sekitar 30 persen lagi sehingga total diaspora bisa lebih dari 6 juta orang di berbagai pelosok dunia.

Di mana saja kekuatan diaspora kita?

Konsentasi terbesar Diaspora Indonesia ada di sekitar 18 negara, antara lain mulai dari Malaysia, Singapura, RRC, Taiwan, Australia, Belanda, Saudi Arabia, hingga Amerika Serikat. Menurut data Kemenlu RI, 25 persen dari Diaspora Indonesia berpendidikan tinggi.

Jutaan diaspora Indonesia masih berserakan di mana-mana, oleh karenai tu melalui organanisasi ini kami bermaksud membuat jaringan untuk menggali potensi tersebut: connecting the dots, multiplying opportunities.

Kami masih berusaha membuat data diaspora yang spesifik, namun dalam proses. Sebagai gambaran saja:

– Kekuatan ekonomi bisa dilihat dari jumlah remitansi, yaitu devisa masuk yang berasal dari diaspora dan jumlahnya mencapai Rp84 triliun tiap tahunnya.

– Ketika Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional didirikan, ratusan ilmuwan Indonesia bergelar doktor berhasil dikumpulkan, baik sebagai periset maupun akademisi di lembaga pendidikan tinggi di luar negeri.

– Tenaga profesional Indonesia bertebaran di luar negeri

– Buruh migran menjadi kekuatan sumber devisa tersendiri bagi Tanah Air

– Di tingkat akar rumput, banyak orang Indonesia menjadi community activists dan mentransformasi kehidupan lokal di tempat mereka tinggal. Misalnya Hani White di Philadelphia, USA.

– Mereka semua bisa menjadi duta bangsa yang turut membangun reputasi baik bagi Indonesia di luar negeri, selain kontribusi mereka ke dalam negeri.

Bagaimana cara kita memandang diaspora?

Memang sebaiknya tidak memandang diaspora sebagai “orang lain”, tetapi sebagai bagian dari Indonesia, sebagai bagian integral komponen bangsa.

Sifat migrasi sudah berubah, ia tidak lagi menjadi perpindahan permanen dari Tanah Air ke negara baru, tetapi lebih pada sirkulasi fisik, ekonomi, idea, politik, dan sosial budaya di antara dua negara. Migran saat ini seolah hidup di dua negara secara simultan, yaitu di Tanah Air dan negara tempat ia tinggal melalui aktivitas keseharianya. Lebih dari 240 juta orang di dunia terlibat dalam migrasi dan menjadi mobile citizens.

Fakta migrasi inilah yang melahirkan transnasionalism di bidang sosial dan interdisipliner. Studi tentang Diaspora dan Transnationalism sedang bertumbuhan di Universitas di AS dan Eropa yang mempelajari secara khusus dinamika migrasi kontemporer, apakah dalam bentuk jurusan atau Pusat Studi.

Empat puluh tujuh negara di duniasudah menjadikan Diaspora sebagai bagian dalam kerangka pembangunan nasional mereka terutama untuk membantu menekan kemiskinan, meningkatkan perumbuhan ekonomi, perdagangan, recovery pascakrisis, dan lain-lain.

Bagaimana caranya agar diaspora kita bisa berkontribusi untuk Indonesia? Apa peluang kerja sama yang bisa dan sudah dilakukan?

Diaspora Indonesia pertama kali mengidentifikasi diri secara kolektif sebagai Diaspora Indonesia pada bulan Juli 2012 di Kongres Pertama Diaspora Indonesia dan secara resmi mengorganisasikan pada akhir tahun 2012. Organisasi global Diaspora Indonesia pertama yang bernama IDN-Global dibentuk pada tanggal 28 Oktober 2013, tepat pada hari Sumpah Pemuda.

Saat ini masih banyak hal yang sedang diupayakan, kami akui PR kami masih banyak sehingga karya nyata lebih terlihat. Namun sekali lagi, komitmen utama kami adalah untuk berkontribusi lebih kepada Republik Indonesia. Contohnya upaya IDBC untuk menekan biaya remitansi atau pengiriman uang ke Tanah Air yang selama ini sekitar 5- 15% agar menjadi 3%, sehingga selisih dari biaya ini bisa lebih dinikmati di Tanah Air. Atau Task Force Liveable Cities yang membantu Pemda DKI dalam upaya memikirkan solusi penanggulangan banjir. IDF yang merupakan pelaksana kegiatan filantrofi diaspora juga banyak membantu dalam hal pendidikan dan berbagai kegiatan sosial.

Bagaimana agar diaspora bisa berkontribusi lebih besar dan terstruktur? Rangkulah diaspora sebagai bagian dari Indonesia dan masukan unsur diaspora dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional. Sudah mulai ada political will dari pemerintah Indonesia dan segenap wakil kita di lembaga legislatif, termasuk diantaranya memberi kemudahan lalu lintas keluar masuk secara fisik bagi para diaspora tersebut. Namun ke depan perlu dipikirkan sebuah kerangka yang lebih komprehensif. Potensi diaspora ini harus digali untuk sebesar-besarnya kepentingan bangsa dan negara, seperti halnya India sukses menggali potensi diaspora mereka untuk negaranya. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved