Editor's Choice Youngster Inc. Self Employed

Dewi Kucu, Mengukir Bisnis di Sehelai Kertas

Dewi Kucu, Mengukir Bisnis di Sehelai Kertas

Hobi yang ditekuni sungguh-sungguh bisa menjadi sumber penghasilan yang tak bisa dianggap remeh. Hal itu dibuktikan Dewi Kucu, yang berhasil meraup puluhan juta rupiah per bulan dari hobinya: mengukir selembar kertas.

Dewi Kucu

~~

Hanya dengan sehelai kertas dan alat pemotong (cutter), Dewi menghasilkan berbagai foto diri, ilustrasi nama dan berbagai bentuk kreasi lainnya berharga jutaan rupiah. Bukti kualitas karyanya tercermin dari deretan sosok yang pernah dia buatkan gambar profilnya, mulai dari pengusaha kakap hingga mantan Presiden RI.

Lulusan Fakultas Arsitektur Universitas Tarumanagara, Jakarta itu bercerita, perkenalannya dengan seni memotong kertas terjadi tanpa sengaja. Suatu ketika di tahun 2010, ia hendak memberikan hadiah untuk keponakannya yang berulang tahun. Saat itu, ia melihat artikel yang menyuguhkan seni potong kertas. Seketika Dewi tertarik dan mulai berkreasi sendiri. Hasilnya cukup memuaskan.

Dari situ ia ketagihan untuk menelurkan berbagai kreasi selanjutnya. Dan, hasilnya dihadiahkan kepada orang-orang terdekatnya. Namun, ketika mereka melihat keindahan hasil karya Dewi, promosi alami pun terjadi. Akhirnya, banyak teman dan keluarga yang meminta dibuatkan berbagai kreasi dari kertas dan bersedia membayar.

Melihat animo yang meningkat, Dewi terpikir untuk mempromosikan lebih serius melalui Facebook. Sejak itulah karya dara kelahiran Jakarta 12 Mei 1985 ini makin dikenal luas. Dan, pada 2011, Dewi yang masih bekerja purnawaktu sebagai desainer kreatif dan fotografer di Vinotti Living makin serius membesarkan bisnisnya dengan membuat merek dan situs web sendiri. Nama Cutteristic dia pilih sebagai merek bisnisnya. Selain mudah diingat, nama itu mencerminkan filosofi proses kreatif yang dilaluinya. “Saya pilih menggunakan cutter karena murah, dan saya ingin membuktikan dengan peralatan sederhana masih bisa menciptakan sesuatu hal yang bernilai,” ujarnya.

Lantaran bekerja akrab dengan dunia pemasaran digital, situs webnya pun dibuat semenarik dan semudah mungkin untuk diakses. Tak lupa, Dewi menambahkan strategi pengoptimalan mesin pencari (search engine optimization). Benar saja. Pesanan kian deras mengalir. Namun, karena masih bekerja dari pagi sampai sore, ia mengerjakannya malam hari. Uniknya, bukannya kelelahan, Dewi malah terhibur dan seolah tengah bermeditasi kala mengukir kertas menjadi berbagai bentuk unik.

Belakangan, setelah berbagai media cetak nasional dan stasiun televisi menampilkan kreasi dan profilnya, pesanan kian membanjir. Dewi pun tak bisa menghindar lagi untuk terjun total di jalan karier barunya itu. April 2014, Dewi yang sudah berpindah perusahaan, memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai Manajer Pemasaran Digital & Kreatif di Sunpride.

Keputusan Dewi cukup beralasan. Selain karena hobi, profesi barunya itu mampu menghasilkan omset Rp 30-50 juta yang diperoleh dari belasan kreasi yang dihasilkannya saban bulan. Jika awalnya ia membuat paper art cut dengan ukuran A5 dan dijual seharga Rp 300 ribu, saat ini penyuka warna hijau itu mematok ukuran 35 x 35 cm dengan harga Rp 1,7 juta. Kliennya memang banyak yang memilih kreasi berukuran 35 x 35 cm sebagai hadiah perkawinan ataupun hari kelahiran bayi mereka.

Meski bahan bakunya murah, Dewi berani mematok harga relatif tinggi karena ia yakin karyanya bernilai seni tinggi. Buktinya, pemesannya tak hanya dari dalam negeri, sejumlah pesanan dari Hong Kong, Australia, Singapuradan Malaysia pernah mampir ke Dewi. “Pesanan dari luar negeri kebanyakan dari korporat untuk karyawan yang sudah memasuki masa pensiun,” tuturnya.

Bahkan, hasil karyanya yang menuntut ketelitian dan fokus pada detail sudah diterima beberapa nama besar di Tanah Air. Mulai dari pengusaha Tommy Winata dan profesional Djoko Pranoto, hingga perusahaan besar seperti United Tractors, Adidasdan DBS Bank pernah memesan kreasinya untuk dijadikan cenderamata.

Dewi juga pernah membuat karya untuk mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya, Ani Yudhoyono, untuk momen ulang tahun ke–65pada 9 September 2014. Di tangan Dewi, foto sepasang tokoh itu diukir menjadi karya seni di atas kertas berdimensi 65 x 85 cm. “Saya mengerjakannya selama 21 jam dan dengan detail batik Pacitan. Tangan sampai sakit-sakit dan bengkak. Tapi, ketika sudah jadi, senangnya luar biasa. Apalagi, Ibu Ani sempat nge-like postingan saya di Instagram,” ungkap Dewi diiringi senyum merekah.

Tak hanya foto profil, saat ini ia tengah menekuni beragam motif batik. Sebagai orang Indonesia, ia sangat menyukai dan ingin mengabadikan ragam motif batik ke dalam karyanya. Salah satunya, motif batik Kuda Singasari yang detailnya menggunakan motif batik kawung. Selain batik, ia pun tengah mempelajari beragam motif kain tradisional lain seperti kain songket.

Dewi mengaku tak banyak menghadapi kesulitan berarti dalam menekuni bisnisnya. Tantangannya justru datang dari klien karena di awal proses, klien harus melakukan persetujuan desain awal. “Biasanya malah desainnya yang lama, kalau pas waktu pengerjaan cepat karena saya kan tinggal memotong saja,” tutur dia.

Ke depan, Dewi berencana mengembangkan bisnisnya lebih jauh lagi karena masih banyak peluang yang bisa ia gali.Salah satunya, dengan menjual hasil karyanya ke dalam bentuk bandul kalung. “Ternyata peminatnya banyak juga. Untuk bandul kalung, saya kerja sama dengan teman saya pemilik Jacquelink,” ungkap Dewi.

Salah satu pelanggan Dewi adalah Cindy Christina, Manajer Senior United Tractors. Cindy mengaku puas atas kualitas Cutteristic. “Selain unik, Dewi kooperatif sekali. Kami sempat minta beberapa kali ubah desain, dia cepat tanggap. Kualitasnya juga bagus sekali. Jadi, saya rasa servisnya yang menjadi kelebihan Cutteristic,” kataCindy memuji.

Cindy yang mengenalDewi dari sebuah tabloid itu memesan 50 buah cenderamata berukuran kecil dalam tempo sebulan, dan Dewi mampu mengantarkan pesanannya tepat waktu. “United Tractors waktu itu lagi membuat buku sejarah perusahaan dan banyak sumber yang membantu selama proses pembuatan buku. Jadi ini sebagai bentuk tanda terima kasih kami kepada narasumber,” Cindy menerangkan.

Meski Cindy mengakui kualitas produk dan pelayanan Cutteristic sudah baik, ia memberikan masukan agar Dewi mengeksplorasi budaya Indonesia lebih dalam lagi. “Ini bisa dijadikan trademark Cutteristic. Jadi, untuk lebih bagus, saya rasa unsur budayanya harus lebih dikembangkan lagi,” Cindy menyarankan.

Seiring ketenarannya, banyak orang mulai bertanya bagaimana proses membuat seni potong kertas kepada Dewi. Ia pun tak segan berbagi ilmu kepada yang berminat menyeriusi seni tersebut. Bahkan, di halaman situs web Cutteristic, Dewi membuka rahasia dapurnya dengan membuat ilustrasi proses pengerjaan karyanya. Ia juga sempat memberikan kursus kepada beberapa anak TK sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya.

Nimas Novi Dwi Arini dan Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Dian Solihati


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved