Editor's Choice Youngster Inc. Self Employed

Doddy Samsura, Jagoan Barista Indonesia

Doddy Samsura, Jagoan Barista Indonesia

Awalnya, jangankan punya keahlian meracik kopi, minum kopi pun tak pernah. Namun, perjalanan waktu justru mengantarkan kelahiran Kota Rantau Panjang, Aceh Timur, 18 Agustus 1983, ini menjadi barista terbaik Indonesia. Bahkan, kehebatannya meracik kopi membuat pemilik nama lengkap Datuk Doddy Pancawinata Syahputra Samsura ini didapuk sebagai barista terbaik kedua dalam ajang Asia Barista Championship. Doddy hanya terpaut dua poin dari sang pemenang, barista asal Selandia Baru.

Datuk Doddy Pancawinata Syahputra Samsura

Datuk Doddy Pancawinata Syahputra Samsura

Prestasi lain, pada perhelatan World Barista Champioship 2013 yang digelar di Melbourne, Australia, Doddy dengan karya Signature Beverage Lemon Sponge yang terinspirasi dari citarasa kopi Jawa Barat yang memiliki rasa jeruk nipis berhasil bertengger di posisi ke-25 dari 51 negara peserta. Ini pencapaian cukup baik, mengingat Indonesia baru pertama kalinya mengirim perwakilan di ajang bergengsi di dunia kopi itu.

Berbagai penghargaan yang diterima Doody adalah buah dari keseriusannya menekuni profesi barista. Untuk ajang World Barista Champioship, Doddy dan tim melakukan persiapan selama dua bulan untuk memilih kopi terbaik, teknik pemanggangan biji kopi, dan latihan teknis selama 8-12 jam setiap hari.

Meski bermula dari keisengan, Doddy menjalankan segala sesuatunya dengan serius. Bahkan, ia meyakini jalan kariernya memang ada di dunia kopi. Kopi kini telah menjadi passion-nya. “Bagi saya, kopi itu kehidupan. Banyak orang dihidupi dari kopi dan saya mempelajari hidup dari kopi,” katanya. Ia lantas memberikan contoh, dalam mengambil keputusan, ia mengambil dari cara mengekstrak kopi. “Ketika saya mengekstrak terlalu lama, ada potensi rasanya akan pahit. Ketika saya telat mengambil keputusan, mungkin efeknya telak untuk saya,” ujarnya. Ia menambahkan, saat menyambangi perkebunan kopi, ia melihat para petani kopi melakukan siklus kehidupan. “Saya belajar hidup dari kopi. Di sisi lain, yang menghidupi saya sekarang kopi.”

Doddy mengaku bangga disebut barista. Ia ingin dikenal sebagai barista, bukan store manager – jabatan yang juga disandangnya di One Fifteenth Coffee di Jakarta Selatan, meski awam kerap memandang barista sebagai bartender. “Ketika orang ke kafe, mereka anggap barista bukan tenaga profesional tetapi pelayan,” tuturnya. Ia ingin mengangkat posisi barista dan membongkar pemahaman awam soal profesi barista. “Orang yang bekerja di industri apa pun saya pikir bisa dikatakan ahli di bidangnya dan tidak berhak untuk direndahkan. Saya sekarang bekerja di dunia kopi, dan ujung tombaknya adalah barista. Melalui profesi baristalah saya bisa memahamkan orang bahwa kami merupakan profesional,” katanya tandas.

Doddy tertarik menerjuni dunia kopi karena setelah nyemplung secara tidak sengaja di dunia kopi, ia justru melihat sisi menarik yang membuatnya jatuh cinta. “Karena kopi tidak sekadar bikin doang, serving ke customer. Perjalanannya dari awal hingga jadi secangkir kopi sungguh luar biasa,” katanya. Apalagi, setelah ditekuni, ternyata ia melihat peluang di industri kopi cukup besar.

Pergulatan Doddy di dunia barista bermula pada 2008 saat ia masih menjadi mahasiswa Jurusan Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Waktu itu ia tak punya kegiatan lain selain mengerjakan skripsi. Iseng mencari kerja, ternyata di dekat tempat kosnya ada coffee shop yang buka lowongan. “Tanpa pengalaman dan tanpa pernah bekerja sebelumnya, pencinta kopi juga bukan, peminum kopi juga bukan dan ternyata setelah menjalani saya merasakan kok ada yang menarik untuk dipelajari,” paparnya.

Baru tiga bulan bergabung, Doddy diminta membantu melatih barista baru karena selama tiga bulan berturut-turut ia menjadi barista terbaik. Kedai kopi tempatnya bekerja juga termasuk pionir di Yogyakarta dan sudah memiliki 10 gerai. Bahkan, dalam perjalanan waktu, Doddy sampai pada satu titik menemukan dunia kopi sebagai passion-nya. Ia pun tekun menggali dan mempelajari seluk-beluk kopi. Alhasil, skripsinya terbengkalai. Ia memilih meninggalkan dunia kampus dan fokus mendalami industri kopi.

Ketika itu, ia dihadapkan pada pilihan: menyelesaikan skripsi segera atau mengikuti lomba barista tingkat nasional yang sudah ia persiapkan selama 3-4 bulan dengan latihan 4-6 jam sehari. “Saya merasa effort saya lebih besar ke lomba tersebut,” ujarnya mengenang. Ia sempat berpikir untuk fokus menyelesaikan kuliah dan meraih sarjana filsafat. Namun, berbagai pertanyaan kemudian membuat ia gundah. Lulusan Filsafat UGM mau jadi apa, ya? “Saya tidak melihat masa depan dari jalur pendidikan saya. Kondisinya saat itu saya sudah menikah dan punya anak satu. Jadi, saya harus berpikir rasional kan,” ungkapnya.

Doddy akhirnya memutuskan fokus meniti karier di dunia kopi. “Alhamdulillah, itu turning point saya. Saya juara satu dan mendapat kesempatan lebih besar. Pada saat ini, saya merasa pilihan saya untuk meninggalkan kuliah bukan pilihan yang salah,” ungkapnya. Kemenangan di ajang kompetisi nasional itu semakin memantapkan langkahnya menekuni dunia kopi. Ia pun kemudian memutuskan hijrah ke Jakarta.

Selain ingin tetap fokus di industri kopi, ia juga terobsesi untuk mengajar dan membuat sekolah barista. “Alhamdulillah, saya sudah punya kelas. Tentang dunia kopi, yang pasti tentang dunia seduh. Saya ingin menularkan apa yang saya tahu,” ungkapnya. Selama ini ia juga kerap diminta mengelola kafe, bahkan membuat kafe atau jadi distributor. “Saya bahagia bisa bekerja dengan passion. Saya juga punya tim yang luar biasa, baik itu owner, pelatih dan barista-barista saya di sini,” paparnya.

Doddy tak menampik ada juga duka yang menghampiri dalam perjalanan kariernya. “Ketika saya di Jakarta, yang bikin saya shock ketika ada barista lain datang ke sini, terus sekonyong-konyong bilang, ‘Oh, ini toh yang namanya Doddy Samsura. Ini yang katanya yang paling jago?’ Lalu, apa yang salah dengan saya?” Bagi Doddy, tak perlu seseorang menunjukkan kehebatannya. Justru ia ingin menggandeng banyak barista untuk bersama-sama membangun dunia kopi. “Ketika saya berkualitas sendirian juga buat apa, karena customer itu juga luar biasa banyaknya,” imbuhnya.

Doddy benar. Pasar penikmat kopi memang sangat besar, tecermin dari kian menjamurnya kedai kopi, baik yang mengusung konsep modern maupun tradisional. Bagi Deyta, yang kerap menyambangi One Fifteenth Coffee, ia memilih tempat kerja Doddy itu karena, “Paling favorit sih so far. Soalnya, kopinya paling enak seantero Jakarta,” ungkap Deyta yang mengaku tidak mengenal Doddy.(*)

Henni T. Soelaeman dan Destiwati Sitanggang


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved