Editor's Choice Next Gen

Erastus Radjimin Suguhkan Seni Kontemporer di Hotel

Erastus Radjimin Suguhkan Seni Kontemporer di Hotel

Di usianya yang baru 28 tahun, mimpi besar Erastus Radjimin memiliki hotel sendiri terwujud. Dalam dua tahun, dua hotel sudah beroperasi: Artotel Surabaya dan Artotel Jakarta yang baru beroperasi Oktober lalu. Targetnya, dua tahun ke depan, dua hotel akan menambah portofolio Artotel Indonesia yang akan dibangun di Cikarang Bekasi dan Sanur, Bali.

Erastus Radjimin

Erastus Radjimin

Eri, demikian panggilan akrabnya, saat ini adalah CEO Artotel Indonesia. Bersama sang kakak, Christine Radjimin, mereka membesut Artotel di bawah payung PT Altar Filadelfia. Tangan dingin keduanya mengantarkan Artotel sebagai pelopor hotel dengan konsep seni kontemporer pertama di Indonesia. Bahkan, Artotel Surabaya berhasil meraih peringkat hotel dengan okupansi tertinggi dan revenue per kamar tertinggi di kelasnya.

Artotel memang tak seperti hotel pada umumnya. Begitu langkah memasuki lobi Artotel Jakarta yang bersebelahan dengan pusat perbelanjaan Sarinah di kawasan Thamrin, pandangan mata dimanjakan oleh dekoratif seni rupa kontemporer. Ada lukisan, grafiti, hingga patung tiga dimensi. Lobi hotel difungsikan sebagai galeri rotasi yang menyajikan nuansa dan pengalaman berbeda setiap bulannya bagi para tamu. Tak hanya lobi. Sudut hotel, area publik, sampai kamar pun didesain artistik dengan mengusung konsep seni rupa kontemporer.

Sejak kecil, Eri memang bermimpi suatu hari ingin membangun hotel.“Saya ingin buat hotel yang berbeda dari hotel konvensional. Saya ingin punya hotel di mana tamu saya merasakan sesuatu yang berbeda,” ujar bungsu dari tiga bersaudara kelahiran Surabaya 4 Februari 1986 ini. Mimpi besarnya dibangun dari keseharian masa kecilnya yang lekat dengan dunia hotel. Sang ayah, R.J. Radjimin, adalah pemilik JW Marriott Surabaya. Sejak usia 10-an tahun ia kerap diajak ayahnya melihat pembangunan hotel. Bahkan, mencari marmer untuk hotel pun ia ikut.

Artotel

Tahun 2010-2011, mereka menata merek dan konsep. “Kami fokus memikirkan something in different,” katanya. Pasalnya, kompetisi di dunia perhotelan amat sengit. Pemain lokal ataupun internasional terus merangsek pasar. “Maka, kami memutuskan, let’s build our dream brand, kami membuat brand yang menurut kami akan berhasil,” katanya. Kemudian tercetuslah ide membangun sebuah hotel yang sangat mengedepankan sisi art. Art dan hotel, kalau digabung menjadi Artotel, sebuah hotel yang mengusung konsep hotel butik seni. “Lalu muncullah merek tersebut. Kami benar-benar kerja dari awal, mulai dari membuat sketsa, kasarannya kami seperti dikasih kertas kosong. Dimulai dari membuat branding, konsep hotel, penataan hotel, hingga detail per ruangannya,” papar Eri.

Karya seni yang ditampilkan di Artotel merupakan hasil kreativitas seniman lokal anak bangsa, sehingga secara langsung mengangkat dan mempromosikan seni rupa kontemporer Indonesia. Seperti pada Artotel Jakarta, ia menggaet seniman kontemporer muda yang sedang naik daun seperti Darbotz, Ykha Amelz, Edy Hara, Wisnu Auri, Oky Ray dan Zaki Arifin. “Arts always come first. Ini adalah salah satu impian kami, yakni mempromosikan art kontemporer Indonesia. Kami melihat banyak banget seniman muda yang jago. Potensinya besar banget,” tambahnya.

Dengan konsep tersebut, Artotel membidik corporate business dan domestic traveler. Menurutnya, kebanyakan anak muda hobi jalan-jalan. “Jadi, kami lihat ini lebih berpotensi ke anak muda yang bosan sama hotel yang biasa-biasa aja. Hotel yang anak muda bangetlah,” katanya. Toh, ia menandaskan bukan berarti orang tua tidak bisa menginap di Artotel. Terbukti, Artotel Surabaya yang dibanderol Rp 400-500 ribu tingkat huniannya mencapai 92%. “Hopefully Jakarta juga bagus,” imbuhnya. Artotel Jakarta memiliki 107 kamar, satu resto dan bar, dua ruang pertemuan dengan kapasitas 10-200 orang, galeri seni dan business centre. Harga yang dipatok Rp 700-900 ribu dengan tiga pilihan kamar. Investasi per kamar Rp 400 juta untuk Artotel Surabaya dan Rp 500 juta untuk Artotel Jakarta.

“Saya memulai semua dari nol,” ujar lulusan administrasi bisnis, pemasaran dan manajemen hospitalitas dari Boston University, Amerika Serikat ini. Ia sempat menimba pengalaman bekerja di tempat lain. Semasa kuliah, ia sempat mengikuti Summer Inter Erastus Radjimin Shi di Hawaii. Ketika itu usianya baru 19 tahun dan bekerja sebagai concierge. “Saya angkut tas, kopor dan barang tamu hotel, lalu saya kerja membersihkan piring kotor hotel dan berbagai macam pekerjaan,” ceritanya.

Erastus Radjimin

Erastus Radjimi

Ia pun kemudian bergabung dengan Manajemen Akun Korporat JW Marriott London karena referensi ayahnya. JW Marriott London memiliki 18 hotel, alhasil Eri menangani 18 hotel. “Saya fokus, men-take carecorporate London ataupun di luar London yang datang ke London dan booking di London,” ungkap Eri yang mengukir prestasi sebagai Associate of the Month dan Associate of the Year. Setahun berselang, ia pindah ke JW Marriott Singapura. “Saat itu saya positivethinking, Singapura sebagai one step closer to go home,” ujarnya.

Setahun kemudian, Eri balik ke Indonesia. Di Tanah Air, ia sempat menjajal karier sebagai Asisten Direktur Grup Para dan Vice President Vaya Tour. Ia juga ikut terlibat dalam proyek pembangunan Trans Hotel di Bandung. “Sekitar 6-8 bulan saya mengikuti prosesnya dari awal, dan saya memutuskan, sudah saatnya saya menata sendiri apa yang menjadi cita-cita saya, yakni membangun hotel yang beda, unik dan menggabungkan unsur seni kontemporer yang sudah menjadi hobi dan kecintaan saya sejak kecil,” tuturnya.

Andy Saputro, pengusaha di bidang ekspor-impor keramik, mengaku beberapa kali menginap bersama keluarga atau mengajak rekan bisnisnya di Artotel Jakarta. “Sebelumnya, saya juga pernah ke Artotel di Surabaya. Really nice concept,” kata pria 30-an tahun yang berdomisili di Tangerang ini memuji. “Simpel, artistik, nyaman dan cozy. Konsepnya beda dari hotel konvensional pada umumnya.” (Henni T. Soelaeman dan Tantri)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved