Management Editor's Choice Strategy

Iwan Prasida Mengembangkan ITC Optik dengan Sentuhan Personal

Iwan Prasida Mengembangkan ITC Optik dengan Sentuhan Personal

ITC Optik berdiri sejak tahun 1992, berlokasi di ITC Mangga Dua. Pendirinya bernama Irwan Prasida. Meski tidak memegang hak distributor eksklusif terhadap brand kacamata, tercatat sekitar 30 brand kacamata impor ada di ITC Optik. Beberapa brand kacamata yang setia dengan ITC Optik sejak awal berdirinya, antara lain, Rodenstock dan Essilor. Kini ITC Optik memiliki 5 gerai yang terletak di ITC Mangga Dua plus satu gerai di Cibubur Junction. Dengan total gerai yang dimiliki, rata-rata dalam seminggu ITC Optik dapat melakukan sebanyak lebih dari 500 transaksi.

Iwan Prasida

Di sela-sela kesibukannya mengawasi toko dan melayani pengunjung, pemilik ITC Optik kelahiran 2 Mei 1967 di Kebumen, Jawa Tengah, ini menyempatkan diri untuk berbincang dengan Rangga Wiraspati dari SWA untuk berbagi kisah mengenai usahanya. Berikut ini wawancaranya:

Bagaimana Anda mengawali bisnis optik ini?

Setelah lulus dari Akademi Refraksi Optisi Leprindo tahun 1991, saya berkeinginan untuk memberikan pelayanan kesehatan mata dan saya juga suka mendandani orang dengan kacamata. Kemudian saya mencari tempat untuk membuka gerai optik yang tidak terlalu mahal sewanya, akhirnya dapat tempat di ITC Mangga Dua ini dan kami resmi buka bulan November 1992.

Siapa yang Anda ajak sebagai mitra pada awal bisnis?

Saya sendiri memulai sejak toko ini masih kecil, saya tidak ada dukungan materi dari siapapun, termasuk keluarga.

Awalnya karena memang ayah saya juga memiliki toko optik di Kebumen, Jawa Tengah. Sewaktu ayah saya meninggal tidak ada yang meneruskan bisnis optiknya, sehingga saya secara otodidak belajar menjalankan bisnis optik ini sewaktu SMA. Saat itu saya membantu dalam pengukuran mata dan pemilihan kacamata bagi konsumen.

Bagaimana keadaan awal bisnis Anda?

Dulu tempat ini, ITC Mangga Dua, masih sepi. Persepsi orang terhadap tempat ini adalah kumuh dan tidak eksklusif, toko-tokonya menjual barang yang jelek dan palsu. Untungnya, ada beberapa teman importir saya yang menitipkan beberapa merek bagus seperti Rodenstock dan Essilor untuk dijual sehingga bisnis saya dapat terus berjalan. Saya mendapat kepercayaan itu karena saya menekankan kualitas kacamata yang saya jual dan juga saya tidak jual barang palsu. Saat itu, kendalanya juga adalah sedikitnya karyawan, dari pemeriksaan mata, memotong lensa sampai pengembalian uang kembalian saya lakukan sendiri. Waktu itu saya hanya memiliki satu karyawan saja.

Bagaimana awal perkenalan Anda dengan teman-teman importir?

Dalam dunia bisnis optik terkadang ada event, di mana saya mendapat kenalan. Selain itu, saya juga mendapat kenalan dari mulut ke mulut, misalnya saudara seorang konsumen yang sering beli di sini, seperti itulah. Saya berkenalan dengan mereka dan saya undang mereka ke toko saya, kemudian saya jelaskan visi saya tentang tempat pelayanan kesehatan mata yang modern. Saya yakinkan mereka bahwa saya tidak menjual barang palsu. Dulu kebanyakan mereka menjual barang-barang branded, sehingga saya banyak ambil barang-barang branded itu. Sistem pembayarannya, saya mengajukan selama tiga bulan ke mereka karena menunggu perputaran uang di toko saya juga. Waktu itu juga sistemnya beli putus dan sampai sekarang masih seperti itu. Dulu produk branded dari teman-teman importir itu sangat beragam, karena saat itu cenderung tidak ada monopoli terhadap satu brand oleh satu optik. Pada dua tahun pertama cukup banyak brand ternama yang saya jual, seperti Giorgio Armani, Hugo Boss, kemudian Rodenstock dan Essilor tentunya.

Berapa modal awal untuk membangun bisnis ini?

Ketika saya sudah ada niat untuk menjalankan bisnis ini di tahun 1991, bisa dibilang modal saya sendiri nol. Saat itu saya hanya ingin memiliki mesin untuk memotong lensa dan periksa mata. Sebelum toko ini buka di bulan November 1992, pada waktu bulan Juni 1992 produk Essilor mengadakan pameran lensa kacamata dan Essilor mengadakan undian utama berhadiah mobil yang akhirnya saya menangkan. Waktu itu hadiahnya mobil Peugeot 405 seharga sekitar Rp 40 juta, kemudian mobil tersebut saya jual hanya dengan harga Rp 25 juta rupiah. Alokasinya saya utamakan untuk membeli mesin periksa mata dan pemotong lensa itu. Saya tidak meminjam dari bank juga untuk modal awal. Jadi, uang hasil usaha saya sedikit demi sedikit saya kumpulkan untuk membeli barang dan mengembangkan teknologi mesin-mesin saya.

Pada awal bisnis berapa omset yang bisa didapat dalam sebulan?

Pada tahun pertama kira-kira saya bisa dapat Rp 10 juta dalam satu bulan.

Bagaimana kisah jatuh bangun bisnis Anda?

Pernah terjadi beberapa pengalaman buruk seperti toko dibobol maling sehingga barang dagangan saya habis. Pernah juga ditipu oleh sesama penjual kacamata di sini, waktu itu dia penjual kacamata murah dan ketika dia mau beli barang mahal saya dalam jumlah besar saya percaya saja dan jadinya barang dagangan saya dibawa kabur. Maka pelajaran bagi saya dari pengalaman-pengalaman itu adalah pencatatan sejarah beli pelanggan dan juga penerapan sistem pembayaran dengan uang muka.

Apa solusi yang Anda ambil untuk menaikkan kembali bisnis Anda?

Pertama dari segi kualitas barang dagangan, pemilihan barang dan merek saya perketat. Kemudian tentunya kualitas pelayanan juga kami tingkatkan. Customer relations pada after sales service juga saya tingkatkan melalui sistem komputerisasi data pelanggan. Setiap konsumen kami terdata dengan nomor identitas. Dengan sistem itu kami mengingatkan konsumen yang beli soft lens, misalnya, tentang masa pakai soft lens tersebut, kemudian kami juga memberi ucapan selamat ulang tahun. Misalnya sebuah kacamata sudah jadi kita juga menyampaikan kepada konsumen dengan sistem komputerisasi tersebut. Pesan sampai kepada konsumen dalam bentuk SMS.

Sejak kapan bisnis Bapak berkembang?

Toko pertama tahun 1992 adalah blok C nompr 111 ITC Mangga Dua ini. Kemudian saya memperluas gerai di ITC Mangga Dua ke blok C. no 32 tahun 2003. Kami pun membuka cabang di Cibubur Junction pada tahun 2005. Empat tahun yang lalu pun kami membuka lagi di ITC tepatnya di blok C no. 113. Kepercayaan supplier dan brand terhadap kami mulai menanjak di tahun 1995 dan terus menanjak sampai tahun 2000-an. Saya tidak ingat persis penambahan dan perkembangannya per tahun, tetapi merek-merek seperti Rodenstock dan Essilor adalah merek yang terus ada di toko saya sampai saat ini. Pernah mendapat penolakan dari merek Oakley tahun 2011 kemarin, alasannya karena toko saya bukan berada di tempat semacam mal. Saya memaklumi juga alasan mereka yang sudah antipati dengan ITC Mangga Dua karena memang di sini banyak tersedia barang palsu.

Ketika krisis moneter tahun 1998-1999, apakah bisnis Anda terganggu? Bagaimana dengan kepercayaan merek yang terus menguat setelah tahun 1995?

Tentunya bisnis saya terganggu dari segi penjualan, karena orang tidak ada uang untuk belanja pada masa itu. Pada saat krisis itu memang saya hanya bertahan dengan stok yang ada, belum menambah merek baru lagi. Di tahun 1997 ketika nilai rupiah terhadap dollar melemah, banyak importir yang gulung tikar sehingga bisnis saya pun kesulitan dalam medapat pasokan barang yang sesuai standar kualitas saya. Saya mengikuti keadaan cuaca saja waktu itu. Tapi untungnya toko saya tidak sampai mati tanpa pengunjung. Kemudian bisnis mulai membaik di tahun 1999.

Seberapa besar skala bisnis Anda sekarang?

Dengan kondisi 5 gerai di ITC Mangga Dua dan satu di Cibubur Junction kalau hari Sabtu dan Minggu bisa sampai 200 transaksi. Kalau hari biasa rata-rata 50 transaksi. Jadi seminggu bisa hampir 500 transaksinya. Saat ini karyawan kami berjumlah kurang lebih 30 orang. Untuk mesin periksa mata sampai saat ini saya masih menggunakan satu saja, karena memang berbeda jenis dengan yang dipakai oleh optik lain, yaitu Auto Refractometer merek Topcon CV-3000 buatan Jepang.

Apakah konsumen Anda di ITC Mangga Dua ini ada yang berasal dari kelas atas?

Saya sendiri kurang memperhatikan kelas konsumen saya sebenarnya, tetapi atas cerita mulut ke mulut yang menyebar di konsumen terkadang ada saja konsumen yang ternyata pejabat pemerintahan.

Apa kualitas Anda yang membedakan dengan bisnis optik yang lain, mengingat nama ITC Optik belum tenar seperti Optik Melawai, dsb?

Kami memperlakukan pelanggan seperti keluarga. Kami terus menjaga hubungan baik dengan pelanggan lama dan baru.

Mengapa saat ekspansi ke luar ITC Mangga Dua, yaitu ke Cibubur Junction tidak menggunakan nama ITC Optik?

Memang salahnya saya ketinggalan untuk mengambil lokasi yang strategis. Selain itu, saya mengikuti saran pelanggan setia ITC Optik Mangga Dua yang kadung akrab dengan nama ITC Optik. Menurutnya akan membingungkan jika saya menggunakan nama itu di tempat lain.

Bagaimana dengan ITC yang tersebar di Jakarta, belum berencana menggarap potensi tersebut?

Ya, saya ingin sekali, tapi lagi-lagi tertinggal dalam pemilihan lokasi yang strategis.

Dengan stok barang yang Anda punya seharusnya mudah untuk melakukan ekspansi, tetapi kenapa belum dilakukan?

Karena saya juga melihat apakah suatu tempat tersebut akan ramai pengunjung atau tidak. Jangan sampai kami hanya membayar sewa saja nantinya. Saya tidak ingin membuka banyak gerai tetapi jadi susah dalam mengontrolnya. Lebih baik sedikit-sedikit tapi saya bisa fokus.

Persaingan bisnis optik ketat. Apa strategi Anda dalam bersaing dengan Optik lainnya?

Kami menjaga kualitas dan keaslian barang yang dijual. Selain itu, pelayanan di sini juga sifatnya personal. Artinya, banyak yang pelanggan yang datang ke sini karena sudah kenal dengan saya dan para karyawan.

Berapa range harga frame yang dijual di ITC Optik?

Yang termurah mulai Rp 200 ribu hingga yang termahal ada Rp 10 juta. Yang laku di range harga Rp 2 juta – Rp 5 juta.

Jika dikelompokkan penjualan frame dan lensa, manakah penyumbang terbesar bagi total penjualan?

Hampir sama menurut saya. Saya pikir berimbang. Memang merek lensa tidak sebanyak merek frame yang terjual di sini. Tapi hampir 50% pelanggan saya seringnya sudah membeli frame di luar dan membeli lensanya di sini. Saat ini merek frame yang tersedia di ITC Optik sekitar 30 merek, sementara untuk lensa kurang lebih 20 merek.

Saat ini Anda dipercaya oleh importir resmi untuk memegang merek apa saja?

Swissflex, Givenchy, Dunhill, Mercedes-Benz, Lee Cooper, kira-kira ada lebih dari 20 merek saya pegang termasuk yang sudah saya sebut tadi. Saat ini untuk saya belum memegang hak distribusi ekslusif satu merek untuk skala nasional. Hanya ada satu yang eksklusif yaitu Swissflex tapi untuk di wilayah Jakarta saja. Saya bisa dipercaya oleh importir karena pembayaran saya tidak pernah terlambat. Mereka juga menggandeng saya karena survei yang mereka lakukan ketika berkunjung ke toko saya, bagaimana pelayanan di toko saya dilakukan, potensi penjualan saya, dsb.

Apa kiat Anda untuk sukses di bisnis optik, dari sisi manajemen?

Dari sisi pelayanan kami cepat, untuk pembuatan kacamata paling hanya memakan waktu satu jam saja. Kami juga menerima komplain dan siap mengganti setiap kerusakan barang dangangan kami, dalam masa garansi tentunya. Mungkin karena saya sering berada di sini sehingga banyak konsumen yang langsung berinteraksi dengan pemilik, mereka juga bisa mengetahui harga langsung dari saya. Terkadang saya juga memberikan diskon khusus kepada pelanggan lama. Karena bisnis yang saya lakukan sifatnya personal, maka tolak ukur saya untuk memberikan diskon kepada seseorang juga dilandasi atas sejarah transaksi konsumen di sini. Jika memang seorang konsumen telah menyumbang banyak maka kami akan lebih personal juga bisnisnya.

Berapa persen margin yang biasanya Anda peroleh dengan memberikan diskon kepada pelanggan?

Untuk frame bersihnya kira-kira 10-30%. Untuk lensa kira-kira kurang lebih sama.

Belum ada aktivitas promosi?

Belum ada sampai saat ini. Karena tidak tahu juga cara melakukannya, channel-nya, dan juga biaya yang dikeluarkan mahal, sehingga melalui teman, pelanggan, dan keluarga saja.

Bagaimana struktur perusahaan Anda?

Ya kami juga berbadan hukum. Saat ini posisi saya Direktur dan owner.

Apa rencana pengembangan bisnis Anda ke depan?

Ke depannya saya juga ingin membuka gerai baru di tempat seperti mal, mungkin paling cepat dua tahun lagi. Pilihannya antara Plaza Indonesia dan Senayan City. Saya juga sedang riset lokasi untuk Jakarta Barat, Timur, Selatan, dan Pusat. Rencananya kami fokus pada penjualan lensa dulu, jika bagus maka frame akan mengikuti. Kami sudah menggandeng Rodenstock dan Essilor untuk rencana ini. Saya juga ingin sekali menggarap pasar perusahaan ke depannya. Saya memang masih berkonsentrasi di bisnis ritel saja sampai saat ini tetapi saya juga ingin menjadi distributor ke depannya. Ke depannya saya ingin menggarap prospek hak distribusi eksklusif untuk satu merek tertentu dengan cara mendatangi langsung principal-nya. Saya juga sedang mempelajari pemasaran via internet.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved