Editor's Choice

Serbuan Merek Asing di Industri Makanan dan Minuman Indonesia

Serbuan Merek Asing di Industri Makanan dan Minuman Indonesia

Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menilai pasar Indonesia belakangan ini makin diminati oleh para pemain global. Buktinya, merek-merek asing di industri makanan dan minuman terus bermunculan. Mereka tergiur untuk menikmati gurihnya kue industri makanan dan minuman yang nilainya lebih dari Rp 700 triliun. Bagaimana kondisi industri makanan dan minuman di Tanah Air dalam kaitan dengan pembangunan merek? Lukman menjelaskannya kepada Ria Efriani Pratiwi:

Bagaimana dengan fenomena kemunculan merek-merek baru di industri makanan dan minuman?

Saya kira di industri makanan dan minuman, brand itu menjadi penting sekali. Karena bisa dikatakan, pada saat ini, sudah menjadi kewajiban bagi produsen makanan dan minuman untuk mengembangkan brand-nya. Karena era konsumen sekarang, dalam dunia modern, brand building itu sangat penting dalam penjualan. Terbukti beberapa produk dengan brand-brand terkenal, dia bisa jualnya (dengan harga) sedikit lebih mahal, itu karena brand-nya cukup baik dan mutunya dijaga. Jadi brand itu juga akan meningkatkan penjualan juga.

Orang sudah tidak bisa lagi berpikir untuk memberikan nama asal saja untuk brand-nya, tanpa selanjutnya dipelihara atau dikembangkan, karena itu sudah bukan zamannya lagi sekarang. Apalagi kalau kita mau masuk pasar global, maka brand itu penting sekali. Pada saat ini juga banyak brand asing masuk ke Indonesia, bekerja sama dengan perusahaan lokal. Karena mereka ini sudah mempunyai brand image yang kuat, maka akan lebih mudah penetrasi pasar. Memang dalam setahun terakhir ini, lumayan banyak brand baru yang bermunculan, terutama yang dari asing. Yang brand-brand baru tersebut, antara produk makanan dan minuman, akhir-akhir ini lebih banyak (produk) minuman yang bermunculan. Ini khususnya dari merek asing. Kemunculan merek-merek baru ini memang menjadi fenomena tersendiri, dan ini terjadi bukan hanya di (industri) makanan dan minuman saja, namun juga terjadi di industri lainnya.

Memang berapa proporsinya antara yang merek baru lokal dan asing itu?

Masih lebih banyak yang lokal. Tapi saya tidak ada data pastinya.

Bagaimana caranya agar merek yang lama bisa bertahan di tengah gempuran merek-merek baru?

Sekarang produsen harus lebih aktif mengomunikasikan brand-nya ke konsumen. Pada zaman sekarang, (biaya) promosi tidak harus mahal, sementara dulu harus dengan (beriklan di) televisi, koran, dan lainnya yang cukup mahal. Sekarang kan sudah ada media-media yang tidak berbayar, seperti Facebook (FB), Twitter, dan lain-lain. Ini juga sudah banyak dimanfaatkan oleh berbagai brand untuk berpromosi. Tidak hanya brand kecil dan baru, tapi juga dimanfaatkan juga oleh brand-brand terkenal untuk berpromosi dan menjaga komunikasinya dengan konsumen. Jadi ini merupakan salah satu cara promosi supaya brand-nya tetap eksis.

Nah, saya sarankan supaya brand-brand lama bisa melakukan strategi baru untuk lebih mengenalkan brand-nya, baik dengan media yang berbayar maupun yang tidak berbayar. Supaya mereka bisa rebranding, karena cukup banyak brand lama yang sebenarnya cukup terkenal terus mati.

Adhi S Lukman

Lalu, apakah rebranding itu harus sampai ganti nama segala atau bagaimana?

Saya kira kalau brand-nya itu masih bagus dan tidak ada cacat, tidak harus sampai ganti nama, tapi hanya perlu dipromosikan ulang saja.

Kalau inovasi produk itu juga perlu dilakukan tidak?

Ya, inovasi (produk) juga perlu. Kalau di industri makanan dan minuman, tanpa inovasi produk akan sulit berkembang. Jadi pertumbuhan bisnis di industri kami juga karena inovasi.

Lalu, berarti sekarang ini sudah banyak peralihan strategi pemasaran ke media baru seperti FB dan Twitter?

Ya, memang sudah banyak yang memanfaatkan media baru tersebut. Termasuk ikut-ikut bazaar dan cara-cara penjualan lainnya. Kalau kegiatan below the line (BTL) yang banyak dilakukan beberapa brand terkenal, misalnya mem-branding kaki lima dengan brand-brand mereka. Ini juga termasuk salah satu upaya juga untuk BTL-nya. Lalu, bisa juga mengadakan acara-acara off air.

Kalau soal merek yang baru muncul, apa yang dapat mereka lakukan untuk bisa menonjol dan bertahan di industri?

Terus terang, kalau merek baru itu memang harus kuat dalam promosi. Karena zaman sekarang ini, persaingan ketat tanpa promosi, akan membuat brand-brand baru itu sulit masuk (ke pasar yang lebih luas). Tapi dengan kekuatan perusahaan yang besar-besar dengan brand barunya, apalagi dengan heavy promotion di televisi dan media massa lainnya, maka mereka itu bisa mendapatkan brand awareness yang cukup cepat.

Berarti memang satu perusahaan harus benar-benar menyiapkan budget khusus untuk pemasaran?

Ya, memang harus ada budget (khusus) untuk marketing. Tapi kadang-kadang budget marketing itu bisa dikatakan intangible, karena kita tidak tahu kapan kembali hasilnya, apakah setahun, dua tahun, atau bahkan sepuluh tahun. Tetapi memang perlu ada keberanian untuk marketing secara besar-besaran dan luas.

Selama ini lebih efektif cara berpromosi yang mana, above the line (ATL) atau below the line (BTL)?

Dua-duanya bisa efektif juga ya. Kita tidak bisa bilang salah satunya yang lebih efektif. Karena kalau pakai ATL, orang cuma tahu ada satu merek tertentu. Tapi kan mereka (konsumen) perlu merasakan dan mencoba. Nah, kalau cocok dan brand-nya kuat, ya mereka akan loyal. Tetapi setelah dia coba, dan produknya tidak cocok atau tidak sesuai dengan selera, ya otomatis akan hilang (brand-nya). Maka di situlah inovasi (produk) menjadi penting.

Kemudian, bagaimana cara asosiasi mengatasi persaingan antara perusahaan besar dan kecil di industri makanan dan minuman sendiri?

Kita di asosiasi berusaha netral saja. Namun, kita juga mengakui bahwa perusahaan-perusahaan besar memang dominan (di industri). Karena 85% omzet di industri makanan dan minuman berasal dari perusahaan menengah dan besar. Kalau UKM, kontribusi omzetnya masih kecil, yaitu hanya sekitar 15%. Tentunya dengan kondisi seperti ini, daya saing perusahaan-perusahaan besar masih lebih kuat. Ini tidak bisa dihindari, karena di negara mana pun juga seperti itu. Namun demikian, untuk UKM-UKM itu sebenarnya masih banyak celah yang bisa mereka kembangkan, di mana perusahaan-perusahaan besar tidak mau mengembangkan diri di sana.

Tapi memang UKM-UKM itu akan kuat di daerah-daerah, dan di sanalah peluang mereka berada. Pada kenyataannya sekarang memang UKM masih bertahan, dan pada kondisi-kondisi tertentu UKM lebih unggul juga daripada perusahaan besar. Yang penting mereka itu inovatif, namun jangan bersaing lansung dengan perusahaan-perusahaan besar. Jadi UKM itu harus menyasar pasar yang berbeda dengan perusahaan besar. Untuk UKM, asosiasi hanya memfasilitasi pameran-pameran. Terutama kalau ada pameran yang gratis dari pemerintah, maka kita pasti kasih tempatnya ke UKM.

Sekarang ini kan banyak merek lokal yang prospektif, juga merek asing yang sangat mendominasi di sektor fast moving consumer goods (FMCG). Pertumbuhan mereka juga banyak yang cemerlang. Jadi bisa diceritakan lebih lanjut soal kondisi itu di industri makanan dan minuman sendiri?

Justru itu bahwa (perusahaan) asing saat ini mulai melirik Indonesia, karena memang prospek buyer-nya lumayan besar. Karena di Asia, negara kita merupakan ketiga yang terbesar jumlah penduduknya, sedangkan kalau di ASEAN, kita nomor satu. Misalnya sekarang ini perusahaan-perusahaan Jepang dalam bentuk ritel sudah banyak yang masuk, seperti Mini Stop, Lawson, dan Seven Eleven. Merek-merek tersebut, pada saat ini, sudah mulai berkembang di Indonesia. Tapi bagi saya ini tidak masalah, karena saya yakin masing-masing merek dan kategori produk sudah punya keunggulan masing-masing. Dan ini tidak perlu ditakuti, karena memang masih natural saja. Bahkan untuk kategori-kategori produk tertentu, dengan semakin ketatnya persaingan ini, malah akan membuat pasarnya lebih bergairah, sehingga yang pemain lokal juga akan mendapatkan kesempatan berkembang lebih baik.

Di pasar Indonesia sendiri, produk yang lebih laris itu makanan atau minuman?

Makanan masih lebih laris ya. Terutama yang dalam bentuk kemasan siap pakai.

Bagaimana untuk meningkatkan ekuitas merek, khususnya dari sisi konsumen?

Untuk meningkatkan ekuitas merek, ya promosi itu paling penting, baik melalui ATL maupun BTL. Ini juga harus rutin dilakukan. Karena untuk (meningkatkan) ekuitas merek di mata konsumen itu tidak bisa hanya satu kali promosi dan berhenti. Ini harus di-maintain terus menerus dan secara berkala harus terus tampil berpromosi.

Total perusahaan makanan dan minuman di Indonesia sampai saat ini ada berapa? Dan ada berapa yang menjadi anggota Gapmmi?

Kalau menurut data BPS itu ada enam ribu lebih; ini yang (perusahaan) menengah-besar ya. Kalau yang menengah-kecil ada lebih dari satu juta. Kalau yang menjadi anggota Gapmmi ada 350, tapi kalau dihitung per perusahaan akan lebih dari jumlah itu. Karena ada yang mendaftar sebagai grup, karena mereka itu PT dan pabriknya banyak. Bahkan ada yang satu grup mempunyai 15 perusahaan. Kalau yang perusahaan menengah kecil, ada juga yang menjadi anggota kita. Kita ada pertemuan setiap dua bulan sekali, dan biasanya ada pembicaraan soal regulasi terbaru, perkembangan pasar, dan kita juga minta input dari anggota tentang masalahnya, sehingga bisa kita fasilitasi penyelesaiannya.

Berapa persen pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun ini dibandingkan tahun lalu? Dan berapa market size-nya?

Tahun lalu (2012) kan pertumbuhan industri kami mencapai 7,7% daripada tahun sebelumnya (2011). Tapi dikarenakan kondisi krisis ekonomi pada saat ini, maka pertumbuhan industri kami, di tahun ini (2013), mungkin akan lebih rendah, yaitu sekitar 5% daripada tahun lalu. Lalu, market size kami Rp 700 triliun. Tahun ini diperkirakan market size akan bisa tumbuh 5% dari angka tersebut.

Berapa nilai ekspor-impor industri makanan dan minuman sampai semester satu 2013 ini?

Saya belum dapat data yang terbaru. Tapi kira-kira dalam setahun itu ekspor kita sebesar US$ 6 miliar, dan impornya hampir US$ 7 miliar. Kita memang masih lebih banyak impor. Yang diimpor itu adalah proses dan semi proses, kalau misalnya yang impor bahan baku (misal biji-bijian, tepung, gandum) jumlahnya bisa lebih besar lagi.

Hal ini disebabkan, pertama, karena pemain (yaitu perusahaan produsen makanan dan minuman) di Indonesia masih lebih suka pasar dalam negeri karena jumlahnya besar. Kedua, memang regulasi perdagangan makanan dan minuman sangat ketat, misalnya mengenai food safety, tarif, dan regulasi lainnya. Jadi memang agak rumit di industri kami, yang mana ini membutuhkan pengetahuan dan kesabaran dari industri untuk memahami regulasi-regulasi itu.

Kira-kira akan ada beberapa perusahaan (produsen makanan dan minuman) yang berdiri di tahun ini, atau malah ada perusahaan lama yang tumbang?

Kita bersyukur di industri makanan dan minuman tidak ada yang tutup, meskipun sedang krisis saat ini, bahkan perusahaan baru juga bertambah, dan yang ekspansi juga banyak. Ini kan baru dua minggu ini (paket kebijakan ekonomi pemerintah dikeluarkan), jadi dampaknya kepada industri belum kelihatan. Kita sedang persiapan menghitung apa saja yang harus kita lakukan (ke depannya).

Lalu, bagaimana prospek industri makanan dan minuman ke depannya?

Ya, masih bagus. Karena kan makin bertambahnya penduduk, semakin banyak juga yang butuh makan.

Apa ada masukan lagi soal merek-merek di industri makanan dan minuman supaya mereka bisa menjadi Indonesia Best Brand ke depannya?

Saya mengimbau kepada perusahaan-perusahaan produsen makanan dan minuman harus konsisten dalam menjaga dan mengembangkan brand-nya. Karena kalau brand bisa dikembangkan dengan baik, maka brand itu sendiri akan lebih mahal nilai ekuitasnya, dibandingkan dengan nilai aset fisik dari perusahaannya sendiri, baik mesin, gedung, dan sebagainya.

Jadi berarti ada yang produknya biasa saja tapi branding-nya bagus?

Ya, banyak yang seperti itu. Tapi tetap produknya harus dikembangkan supaya ekuitasnya menjadi lebih tinggi. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved