Editor's Choice Entrepreneur

Suryadi Sasmita, Berjiwa Melayani Konsumen Wacoal

Suryadi Sasmita, Berjiwa Melayani Konsumen Wacoal

Mendengar nama Wacoal, orang sudah tentu mencitrakannya sebagai merek underwear mahal. Di Indonesia sendiri, melalui payung PT Indonesia Wacoal, kiprahnya sudah mendunia hingga Jepang, Hong Kong, Taiwan, Singapura, Malaysia, Philipina, dan Vietnam. Kesuksesan ini tentu tak lepas dari tangan dingin Suryadi Sasmita, sang CEO.

Sebagai manufaktur pakaian dalam kelas premium, Suryadi sangat menjunjung tinggi kualitas yang tak akan pernah berubah sepanjang masa. Lantas apa pula trik-trik dan wisdom yang diterapkan oleh lelaki kelahiran Jakarta, 12 April 1948 ini untuk lebih mengepakkan sayap Wacoal ke depan? Berikut reportase yang berhasil diliput Gustyanita Pratiwi dari SWA Online :

IMG_5084

Apa resep Wacoal untuk tetap eksis di jalur underwear premium?

Saya rasa, Wacoal banyak sekali cara-cara untuk membuat suatu produk yang benar-benar berkualitas. Karena kita akan menghadapi market global, di mana kita akan bersaing dengan pasar luar negeri. Kalau kita tidak mempertahankan mutu, nanti brand luar lah yang akhirnya masuk ke sini. Kita akan menjadi satu bangsa yang selalu dikuasai bangsa asing. Seperti semangat pemerintah yang menekankan bahwa kita harus produksi di dalam negeri minimal 70-80%. Kenapa? Supaya kita dapat merasakan kebanggaan dengan produk kita sendiri. Brand luar negeri nggak apa-apa, yang penting bikinnya di Indonesia.

Bicara tentang pakaian dalam, dulu itu orang jualnya sambil ngumpet-ngumpet. Nggak ada yang minta di display. Waktu pemain pertama masuk, itu semuanya jualan sembunyi-sembunyi. Tidak boleh dipegang-pegang orang, ditutup-tutupi, seolah-olah tabu. Nah di Wacoal, saya yang pertama kali create boleh pajang di display. Apa yang terjadi pada waktu hari pertama sampai 3 bulan ke depan? Waktu itu orang cuma pengen pegang-pegang, tapi nggak beli. Kan harga saya 2 kali lipat dari yang lain. Mahal sekali. Sampai istilahnya barang jadi dekil and the kumel, hahhaha….!! Dipegang-pegang, tapi tidak dibeli, akhirnya kotor. Sampai saya pernah jual pakai dry clean. Tapi saya bilang, ini pasti sukses suatu hari. Akhirnya, sekarang semua produk underwear bisa masuk di display kan? Itu Wacoal yang pertama.

Anda menekankan tentang mutu produk. Apa contoh implementasinya?

Wacoal juga menciptakan satu mutu yang pada proses pembuatannya tidak memakai formalin. Karena dulu, ada beberapa pemain yang memakai formalin dengan alasan supaya tahan lama. Nah di Wacoal tidak. Kami tidak boleh memakai bahan kimia karena pakaian dalam kami sangat sensitif. Takutnya, nanti menimbulkan iritasi pada kulit.

Selain mutu Anda juga menekankan tentang pentingnya layanan? Bagiamana pula bentuknya?

Yang lainnya kami ciptakan 7 hari jaminan. Coba perhatikan kalau kalian ke departemen store, boleh coba nggak pakaian dalam yang bentuknya CD? Pasti nggak boleh. Tapi Wacoal, begitu dia (customer-red) beli dan selama 7 hari itu dirasa nggak enak, boleh dikembalikan. Alasannya simpel. Karena sasaran kami bukan untuk menciptakan customer satisfaction saja. Artinya, kalau hanya itu, pelanggan puas tapi besoknya dia beli merek lain. Yang saya ciptakan adalah loyal customer satisfaction, di mana setiap orang yang pakai Wacoal, dia tidak akan pernah berpaling ke merek lain lagi. Mereka loyal.

Tahun 1998 itu adalah masa tersulit negara kita. Banyak sekali perusahaan jatuh. Tapi Wacoal tetap berdiri. Karena mutu tidak dikurangi. Yang lain mungkin pada kurangin, tapi kami tidak. Kurangin profit sedikit tidak masalah, yang penting customer tetap dijaga. Itulah yang kami bilang mutu dan layanan. Jadi kalau ditanya apa sih kerjaan Pak Suryadi? Saya bilang, saya adalah pelayan. Pelayan apa? Pelayan masyarakat. Pelayan buat pelanggan, pelayan buat semua. Itu cita-cita saya. Saya melayani customer supaya mereka puas.

Di Wacoal ada budaya perusahaan yang menekankan pada inovasi pengembangan mutu yang sesuai dengan lifestyle. Tentu semua berubah kan? Tidak terus-terusan sama. Dulu kita tidak pernah pakai HP, sekarang hampir semua pakai Android segala macam. IT kita ngikutin. Wacoalpun begitu. Makanya kenapa kami bikin Wacoal Sexy Look? Karena perempuan pada dasarnya ingin kelihatan sexy. Jadi kami bikinspeckyang memperlihatkan bentuk sexy itu.

Untuk layanan, kami juga mentraining orang dengan acuan SPG Jepang. Kalian tahu pelayan (SPG) terbaik di dunia siapa? Jawabannya Jepang. Saya sudah rasakan sendiri saat pergi ke suatu toko dan ingin beli kamera di Jepang. Saya lihat kamera ini, ini, ini, dia layani semua. Terakhir saya bilang tidak jadi beli, dia tetap membungkukkan badan sambil bilang terima kasih. Saya tanya teman, loh kenapa bisa begitu? Saya sudah susahin dia, kok dia tetap ucapkan terima kasih? Teman saya jawab, you sudah sudah mau lihat barangnya saja, dia sudah sangat berterima kasih. Apalagi kalau you jadi beli, tentu dia akan berterima kasih lagi. Jadi seorang SPG, itu musti melayani. Memang banyak dari pembeli yang kelihatannya agak sombong, nggak mau dijelasin, dan sebagainya.

Namun, seorang SPG harus senyum, santun, ada jiwa melayani. Itu yang kami training. Sebab Wacoal bukan hanya memberikan kepuasan pelanggan karena produknya saja, tapi juga dari layanan. Makanya saya selalu marah, andaikata SPG saya mukanya ditekuk, customer datang dia sibuk nulis ini itu. Meskipun lagi nulis, tetap layani customer. Kami juga mengenalkan disiplin. Jangan SPG datang telat.

Bagaimana dengan di bagian produksi?

Di produksi kami sangat-sangat higienis. Tidak boleh kotor. Kalau ke pabrik, harus pakai sandal khusus yang sudah disediakan. Semua direksi kalau ke pabrik pun harus pakai sandal supaya tidak ada debu. Dulu kami pakai tutup kepala, sekarang kami ubah dengan jilbab untuk yang wanita. Cuma memang belum semua. Yang penting kebersihan. Tangan tidak boleh keringatan karena kami pakai AC. Jadi benar-benar produknya itu diteliti satu persatu. Kalian tahu tidak komponen 1 bra ada berapa? Kalau bikin baju mah enak, 1 lembar cukup, tinggal jahit doang. Nah komponen bra, meskipun kecil, wah ribet dia. Ada yang sampai 25 potongan beda material, ada yang sampai 30, dll. Jadi kecil-kecil, dikumpulin, dijahit, jadilah bra. Dan itu sulitnya setengah mati. Karena harus matching, colour-nya supaya jangan beda-beda, dsb. Jadi nggak gampang.

Kenapa Anda mau memproduksi bra? Tidak baju atau celana saja misalnya?

Saya dulu berpikir bahwa saya mau bikin produk yang susah dibikinnya. Kalau susah kan jarang kompetitornya. Kalau yang gampang, ada model ini, oh besoknya banyak yang tiru. Coba lihat bra? Pemainnya ya itu-itu saja. Dan kita musti bersyukur bahwa sekarang dengan adanya AFTA, kan semua orang ketakutan bagaimana kita diserang oleh produk luar negeri.

Kalau Wacoal tidak. Kami sekarang sudah ekspor ke 10 negara. Kualitas kami adalah kualitas dunia, bukan kualitas Citereup saja.

Saat ini segmen market Wacoal apa masih bercokol di kelas atas saja?

Wacoal menyediakan mulai dari brand kelas atas sampai kelas bawah. Kami bukannya serakah, tapi mau memberikan kepuasan bagi seluruh segmen. Yang atas kami ambil merek dari Paris, tapi jumlahnya baru 3 karena itu mahal sekali. Kami juga punya Luludi untuk yang menengah ke bawah. Lalu yang anak-anak muda, kami punya Sorci. Jadi kami mengambil semua segmen.

Apa impian Anda?

Impian saya bahwa bangsa Indonesia harus memakai semua produk dalam negeri. Makanya saya punya semangat untuk tidak mau kalah dengan brand-brand impor. Kita harus memenangkan pasar sendiri, dan menyadari pentingnya ‘dari kita untuk kita’. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved