Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Tiga Dara Menguak Jalan untuk Wangsa Jelita

Tiga Dara Menguak Jalan untuk Wangsa Jelita

Merek Wangsa Jelita mungkin terasa asing bagi kaum Hawa yang terbiasa membeli produk kecantikan di ritel modern. Namun, bagi para beauty blogger, salah satunya Andra Alodita, Wangsa Jelita bukanlah produk asing. “Saya tertarik karena produk Wangsa Jelita natural dan buatan Indonesia,” ungkap Andra yang mengetahui info Wangsa Jelita dari blog milik teman dekatnya, http://www.cintaruhamaamelz.com. “Produk Wangsa Jelita bisa dibandingkan dengan produk-produk natural yang dijual di pasaran, tetapi dari segi harga sangat-sangat terjangkau. Semua kalangan bisa beli. Kualitasnya tidak perlu diragukan, sama saja kok dengan produk luar. Jadi, kenapa harus beli produk orang luar kalau kita bisa pakai dan bangga dengan produk buatan Indonesia,” ujar Andra bernada promosi.

Nadya Saib

Nadya Saib, pendiri sekaligus pemilik Wangsa Jelita

Sejak dibesut pada 2009, Wangsa Jelita memang memilih dunia maya sebagai medan pemasaran. Saat ini, pembeli baru bisa membeli produk Wangsa Jelita lewat pemesanan online di www.wangsajelita.com. Belakangan, Wangsa Jelita juga membuka toko offline di Bali. Pemilihan lokasi di Bali, menurut salah satu pendiri sekaligus pemilik Wangsa Jelita, Nadya Saib, karena Wangsa Jelita ingin menyasar turis ataupun warga asing yang tinggal di Bali. “Produk Wangsa Jelita yang dipasarkan ke Bali memiliki ukuran yang berbeda karena memang menyasar turis,” ungkap Nadya.

Menurut Nadya, Wangsa Jelita juga banyak diminati korporat yang membeli dalam jumlah banyak berupa paket gift set yang terdiri dari sabun, body lotion dan body scrub. Perusahaan besar yang pernah menjadi pelanggannya antara lain British Council dan DBS Bank. “Tetapi, ternyata gift set yang kami jual pas bulan Ramadan kemarin laku juga, jadi saya berpikir untuk menjual gift set juga untuk acara apa saja,” tuturnya.

Wangsa Jelita dibesut tiga dara: Nadya Saib, Amirah Alkaff dan Fitria Muftizal. Ketiganya alumni Jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung. Nama Wangsa Jelita diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti bangsa yang jelita. Mimpi ketiganya: menjadikan Wangsa Jelita sebagai merek yang besar dan mendunia. “Tetapi tidak melupakan ciri khas Indonesia,” ujar Nadya. Sebelum dilempar ke pasar pada pertengahan 2009, penggodokan ide, konsep dan formula sudah dilakukan sejak Oktober 2008. Bagi Nadya sendiri, kiprahnya di Wangsa Jelita adalah perwujudan dari kecintaannya pada produk kecantikan yang tertanam sejak ia masih duduk di bangku SMP.

Dara kelahiran Maret 1987 ini memaparkan, ia dan kedua temannya sangat concern menciptakan produk yang benar-benar menggunakan bahan baku alami. “Walau tak bisa memungkiri penggunaan bahan kimia,” imbuhnya. Ia mencontohkan, produk pertama Wangsa Jelita, yaitu sabun, tetap menggunakan bahan kimia karena proses pengerasan sabun memang harus menggunakan bahan kimia. Namun, bahan kimia yang digunakan hanya sedikit dan benar-benar dipilih. “Dulu kami sempat pakai pewarna tetapi akhirnya tidak kami pakai lagi. Karena, setelah dipikir, pewarna tidak memberikan manfaat pada kulit, itu hanya mempercantik produk.”

Keseriusan untuk menghadirkan produk kecantikan yang alami membuat tiga serangkai ini tak henti memperbaiki formula. Bahkan, sebelum akhirnya melepas ke pasar, mereka melakukan tes pasar guna mendapatkan masukan. Mereka memberikan sampel sabun ke lingkaran terdekat seperti keluarga dan teman. “Cara ini kami tempuh untuk mendapatkan masukan yang jujur untuk meningkatkan kualitas produk Wangsa Jelita.”

Perbaikan formula dibarengi inovasi produk membuat Wangsa Jelita cepat diterima pasar. Awalnya, produk dibuat dengan menggunakan cara tradisional skala rumahan, sedangkan saat ini diproduksi di sebuah pabrik di Bandung. Setiap bulan, Wangsa Jelita bisa memproduksi 2.000 batang sabun, 1.250 botol body lotion, 1.250 body scrub dan 1.000 body oil – jumlah yang berlipat ganda dari produksi awal saat masih rumahan.

Selain berbahan alami, Wangsa Jelita juga ingin mendedikasikan diri sebagai 100% produksi lokal dan bisa memberdayakan usaha kecil-menengah (UKM). Untuk visi ini, mereka kemudian memilih pembuatan kotak kemasan di perajin ketimbang di pabrik besar. Semangat untuk memberdayakan UKM ini juga tecermin dari kerja sama pihaknya dengan petani mawar di Lembang, Bandung. Pertemuan dengan petani mawar di Lembang berlangsung secara tak sengaja. Saat itu, sejatinya mereka tengah mencari stroberi untuk menambah varian baru produk kosmetiknya. Namun, setelah dicoba, hasilnya tidak memuaskan. Mereka akhirnya bertemu dengan petani mawar di daerah Lembang dan mengetahui bahwa tidak semua mawar bisa dibeli oleh para penadah mawar. Mawar kelas C yang batangnya pendek tak laku di pasar.

Kondisi itu justru memicu Nadya memutar otak membuat produk yang bisa memanfaatkan bunga mawar kelas C. Setelah berhasil menemukan formula yang tepat, ia pun melakukan pendekatan kepada petani mawar di Lembang yang akhirnya setuju menjual mawar mereka kepada Nadya. Sebagai imbalan, Nadya melakukan fair trade: mawar kelas C dibeli seharga mawar kelas A. “Mawar kelas C ini sebenarnya masih bagus kelopaknya, hanya masalah batangnya. Tetapi kan kami hanya pakai kelopaknya, jadi tidak masalah untuk kami,” ujarnya. Tak hanya itu, ia juga memberikan 10% dari profit kepada petani mawar yang menjadi mitranya.

Langkah itu justru menambah daya tarik Wangsa Jelita. Saat ini, diakui Nadya, masyarakat sudah peduli pada hal-hal seperti fair trade dan bahan natural. Sementara perusahaan lain menggunakan sistem fair trade sebagai bentuk dari kegiatan corporate social responsibility (CSR), Nadya justru menginginkan fair trade sebagai kegiatan yang menyatu. “Bukan semata-mata CSR,” cetusnya.

Setelah enam tahun beroperasi, berbagai penghargaan diraih Wangsa Jelita, antara lain Community Entrepreneur Challenge yang diadakan British Council pada 2010. Tahun lalu, Wangsa Jelita juga mendapatkan suntikan dana dari Global Entrepreneurship Program Indonesia lewat program Angel Investor Network Indonesia.

Salah satu target Wangsa Jelita dalam waktu dekat ini, menurut Nadya, adalah lebih agresif lagi melakukan kegiatan digital marketing, terutama via Instagram yang sangat membantu brand awareness. “Pernah suatu kali kami memberikan produk ke salah satu beauty blogger dan dalam satu hari itu follower kami di Instagram bertambah ratusan,” katanya. Nadya juga berencana melakukan rebranding Wangsa Jelita. “Ini untuk persiapan masuk pasar ritel yang ditargetkan akhir tahun ini,” katanya. “Kami masih mengurus beragam persyaratan seperti izin BPOM,” ujarnya. Harapannya, Wangsa Jelita akan menjadi merek seperti IKEA ketika sudah masuk pasar ritel.

Menurut sang beauty bloggerAndra, Wangsa Jelita memang harus lebih berani merambah pasar yang lebih luas. “Harus memperkenalkan Wangsa Jelita ke luar negeri karena produk-produknya punya potensi sangat kuat. Dan saya berharap, ke depan, Wangsa Jelita juga mengeluarkan berbagai produk perawatan kulit dan tubuh lainnya,” demikian saran Andra.(*)

Henni T. Soelaeman dan Nimas Novi Dwi Arini


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved