Editor's Choice Youngster Inc. StartUp

Tiga Dara Mengupas Bisnis Buah Lembaran

Tiga Dara Mengupas Bisnis Buah Lembaran

Pertemuan di sebuah proyek antarkampus mengantarkan tiga dara ini memasuki dunia bisnis makanan yang unik: fruit strips atau buah lembaran. Camilan sehat yang diberi nama Frutaday dan memiliki daya tahan berbulan-bulan itu meraup omset puluhan juta rupiah per bulan.

Ade Permata Surya & Nur Sofia Wardani Yahya

Ade Permata Surya & Nur Sofia Wardani Yahya

Adalah Ade Permata Surya (24 tahun), Nur Sofia Wardani Yahya (26 tahun) dan Niki Tsuraya Yaumi (25 tahun) yang membesut Frutaday di bawah payung Hearty Foodie. Ketiganya memiliki kepedulian yang sama, yakni makanan sehat.

Setelah pertemuan pertama di ajang proyek antarkampus itu, ketiganya lalu berkumpul kembali setelah Niki kelar menempuh pendidikan S-2 di Inggris. Saat itu, Niki memaparkan pengamatannya saat kuliah di Inggris, yakni munculnya tren makanan sehat tanpa pewarna dan pengawet buatan, bahkan tanpa bahan-bahan pemicu alergi seperti gluten.

Kebetulan, latar belakang keilmuan tiga kawan baru itu menunjang. Ade lulusan S-1 Ilmu Gizi Universitas Indonesia, Sofia yang akrab disapa Opi lulusan Ilmu Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, dan Niki lulusan S-2 Inovasi dan Kewirausahaan dari University of Warwick, Inggris. “Nah, kami lalu berpikir bagaimana kalau kami juga memproduksi yang serupa, karena teman saya, Opi, jago dalam hal teknologi pangan, saya sendiri punya ilmu gizi,” ujar Ade yang ditemani Opi saat wawancara dengan SWA di kampus Universitas Mercu Buana, Meruya, Jakarta Barat.

Mereka sadar, bisnis makanan camilan sehat yang akan mereka geluti tidak bisa bersaing dalam harga dengan produk makanan massal. Karena itu, mereka menyasar segmen menengah-atas. “Kelas menengah-atas memiliki kesadaran akan makanan sehat dan bersedia membayar sedikit lebih mahal untuk mendapatkan manfaat sehat dari makanan yang dibeli,” tutur Ade.

Berhubung produk serupa terdapat di luar negeri, trio yang menggelontorkan masing-masing Rp 10 juta sebagai modal awal itu mulai mem-benchmark aneka camilan sehat dari luar negeri. Caranya mudah, mereka cukup berkeliling ke berbagai supermarket papan atas seperti The Food Hall, Kemchicks dan Ranch Market. Upaya tersebut membuahkan temuan, bahwa camilan olahan sehat umumnya terdiri dari oat, kacang almond dan buah-buahan.

“Jadi, sebenarnya yang kami buat pertama itu adalah produk olahan almond, oat dan cokelat, yang kami beri nama Mister Timber. Ini adalah cokelat stik dengan campuran almond dan oat, karena sekarang sedang tren makanan ringan berbentuk stik-stik ala-ala Jepang gitu kan,” papar Ade mengenang kreasi pertama mereka pada 2014 itu.

Sukses berjalan setahun, kreasi kedua pun digulirkan pada Maret 2015. Kali ini buah-buahan mereka pilih sebagai bahan utamanya. Setelah meriset, ketiganya memutuskan menjual buah olahan dalam bentuk lembaran tipis dan kecil dengan merek Frutaday. “Aslinya namanya fruit leather karena bentuknya lembaran tipis. Tetapi, di Indonesia penjelasan namanya kami ganti jadi fruit strips karena khawatir akan salah persepsi, bisa dikira makanan dari kulit buah hehehe,” kata Ade menjelaskan.

Opi sebagai lulusan teknologi pangan kebagian tugas mengolah buah tersebut. Proses menemukan racikan yang pas ternyata tidak mudah. Awalnya, buah-buahan yang terlebih dulu dihaluskan dengan blender itu kerap tidak mencapai rasa dan bentuk yang diinginkan. Setelah mencoba enam bulan, racikan yang pas berhasil ditemukan. “Prinsip dasarnya adalah pure buah yang dihaluskan dengan blender. Lalu di-spread di atas wadah khusus, lalu dioven. Itu saja,” ujar Opi.

Pengaturan suhu menjadi kunci keberhasilannya. Pasalnya, dalam satu lembar Frutaday terdapat dua jenis buah. Contohnya, Frutaday stroberi terdiri dari buah stroberi dan pisang. “Stroberi pada suhu 50 derajat sudah gosong, sedangkan pisang pada suhu tersebut teksturnya belum kering yang bagus. Jadi, kami terus mencoba untuk mendapatkan suhu yang pas bagi kedua komponen tersebut,” kata Opi.

Tantangan kedua untuk mendapatkan rasa yang tepat ada pada pilihan buahnya yang harus memiliki warna dan rasa yang tepat. Karena tidak mau repot menyortir, mereka akhirnya menggunakan pemasok buah khusus. “Stroberi kami mengambil dari pemasok di Bandung, pisang dari Bogor, dan mangga dari Cirebon,” ujar Opi.

Buah lokal dipilih karena alasan khusus. Pasalnya, mereka sekaligus berniat menjadikan Frutaday sebagai produk buah tangan bagi wisatawan asing. “Wisatawan asing lebih suka buah-buahan tropis,” kata Opi. Sekali siklus produksi menghabiskan 400 kg pisang, dan masing-masing 100 kg mangga dan stroberi. Agar tak mudah rusak, bahan-bahan itu disimpan dalam freezer khusus. Namun, ada buah tertentu seperti pisang yang harus langsung dipakai karena tak bisa disimpan lama dalam freezer.

Dengan bahan sebanyak itu, dalam sebulan Hearty Foodie bisa menghasilkan 1.200 boks Frutaday dan 2.000 boks Mister Timber yang berwarna-warni. Pasar yang dipilih menjadikan pemasarannya sangat spesifik. Hearty Foodie lebih memilih menyalurkan langsung produknya melalui toko oleh-oleh Opalindo dan KMB di Bandara Soekarno-Hatta. “Ada juga penjualan online, tetapi 60% penjualan melalui offline,” ujar Opi

Meski awalnya cukup sulit memasarkan produknya, setelah Hearty Foodie tercatat sebagai produk binaan UMKM Jakarta Barat, akhirnya justru jalannya dipermudah. “Pembina kami itulah yang aktif mendaftarkan kami ke pameran hingga ke Smesco. Dari sana, kami kemudian masuk ke Seven Eleven, sudah ada di tiga gerai Seven Eleven. Lalu sekarang kami akan masuk ke Food Hall dan Kemchicks yang di Pacific Place,” tutur Opi gembira.

Menurut Opi, meski dibantu pemda setempat, salah satu kunci diterimanya Frutaday di berbagai supermarket menengah-atas terletak pada kemasannya. “Kemasan meski lebih mahal, kami pilih yang food grade dan desainnya juga terlihat berkelas. Kami bersyukur ada teman desain grafis yang bersedia mendesain dengan harga pertemanan dan hasilnya bagus.”

Kini, omset Frutaday mencapai Rp 90 juta per bulan dengan bantuan enam karyawan. Selanjutnya, mereka berencana menambah varian produknya. “Sekarang kan baru mangga dan stroberi, nanti kami mau eksplor buah-buah tropis lainnya seperti nanas. Kami juga mau bikin flowerstrip, dari bunga kembang sepatu yang banyak di Indonesia, sekarang sedang jadi makanan tren di luar negeri,” Opi memaparkan ambisi mereka selanjutnya.

Krismayu Noviani, Kepala Bagian Layanan Bisnis Retail LLP-KUKM, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Smesco), menyebutkan, pihaknya menerima Frutaday karena produk camilan tersebut telah dilengkapi izin keamanan pangan. Selain itu, keunikan Frutaday dan kepraktisannya juga membuat Smesco terpikat membantu pemasarannya. “Umumnya buah dan produk hayati lainnya kalau diolah dengan kurang tepat, kandungan gizi alaminya akan rusak dan berkurang.Tetapi Frutaday mampu menjaga kandungan gizi alaminya. Selain itu, praktis, bisa dimakan kapan saja, di mana saja,” ungkap Krismayu.

Karena itu, pihaknya bergerak lebih lanjut dengan membawa Frutaday memasuki ritel modern. “Jadi, selain kami kasih tempat di Gedung Smesco, kami juga bukakan pasar di ritel modern, sehingga distribusinya lebih luas,” ujar Krismayu.

Krismayu menyarankan agar Frutaday terus mempertahankan mutunya serta menambah varian buahnya. “Terutama buah-buah asli Indonesia. Karena, buah-buahan itu kan balik lagi soal kesukaan orang. Dengan memperluas varian, konsumen jadi punya banyak pilihan.”(*)

Eddy Dwinanto Iskandar, Reportase: Arie Liliyah Riset: Muhammad Rizki


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved