Listed Articles

10 Sektor Rawan Merugi di ACFTA

10 Sektor Rawan Merugi di ACFTA

Keberadaan ASEAN-China Free Ttade Agreement (ACFTA) banyak dikhawatirkan masyarakat Indonesia terkait produk lokal yang rawan tergerus produk impor Cina. Apalagi, diperkirakan ada sepuluh sektor yang paling dirugikan dalam perjanjian perdagangan tersebut. Karena itu, pemerintah diharapkan memberi perhatian ‘lebih’ ke sektor-sektor tersebut.

Pernyataan tersebut diungkapkan Chief Economist Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa. Jika diamati secara luas, perekonomian global terus saja diterpa masalah seperti krisis utang eropa, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang masih rentan dan derasnya arus modal ke negara berkembang yang rawan pembalikan arah. Selain itu, situasi politik di Timur Tengah dan Afrika Utara mendorong ketidakpastian harga crude oil yang saat ini masih tinggi. Berdasarkan data MoWTO dan IFS, pangsa Asia di 2009 pada perdagangan global sebesar 31%, naik dari 27% di 2005.

Asia memang dirasa semakin penting dalam prdagangan global. Karena itu, Indonesia yang terletak di kawasan Asia Timur, diuntungkan terkait dinamika perdagangan. “Indonesia harus mengoptimalkan diplomasi perdagangan bilateral dan regional untuk menjamin pasar seperti memanfaatkan ASEAN Economic Community dan perluasan cengkraman ke Asia Toimur,” ujar Purbaya. Sejak 2008, 54% pertumbuhan ekspor negara berkembang didorong oleh permintan negara berkembang lain. Ini berbanding dengan fenomena di 1998 yang hanya 12%.

Apalagi, sejak adanya program Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, Indonesia harus meningkatkan daya saing untuk menghadapi intergrasi perekonomian dan meningkatkan potensi domestik. Yang mengkhawatirkan, kegagalan meningkatkan daya saing akan membuat Indonesia menjadi pasar bagi negara ASEAN lain. “Jika kita tidak dapat bersaing dan pasar domestik dipenuhi produk asing, yang ditakutkan tentu produsen lokal akan semakin merugi,” tegas Purbaya.

Pada dasarnya, jika dilihat secara keseluruhan, perjanjian ACFTA mampu meningkatkan kemakmuran masyarakat. Namun ada sepuluh sektor yang paling dirugikan karena variabel ekspor Cina ke Indonesia jauh lebih tinggi dari ekspor Indonesia ke Cina ataupun ekspor Indonesia ke dunia. Sektor tersebut diantaranya produk kulit, produk metal, produk manufaktur, pakaian jadi, gandum, gula, tebu, bit gula, padi, beras yang diproses (processes rice) dan crops nec. “Kita tidak bisa memungkiri ada beberapa sektor yang perlu diberi perhatian besar. Meskipun begitu, banyak sektor-sektor yang diuntungkan seperti daging, produk non-metalik, susu, makanan, kendaraan, konstruksi, tekstil dan masih banyak lagi,” ujar Purbaya.

Untuk meminimalisir kerugian sektor-sektor tertentu di Indonesia, Purbaya menyarankan beberapa hal yaitu melakukan renegosiasi perdagangan, menignkatkan daya saing sektor-sektor yang terpukul, menganalisis hambatan pada sektor yang bersangkutan, memberi akses ke pendanaan, penyedian infrastruktur dan keberadaan program pemerintah yang mendorong naiknya daya saing sektoral. “Cina adalah pasar yang besar dan terus berkembang karena itu Indonesia tidak boleh mengabaikan potensi ini. Kita harus mempersiapkan diri agar dapat keluar seabgai pemenang dalam proses integrasi perekonomian dunia yang tidak dapat dihindari ini,” kata Purbaya lagi.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved