Listed Articles

?Barong? Canggih di Oke Shop

Oleh Admin
?Barong? Canggih di Oke Shop

Tumbuh dan terus tumbuh dalam situasi bisnis yang kompetitif memang kondisi yang diharapkan setiap perusahaan. Namun, di sisi lain, ada konsekuensi yang harus diterima, yakni makin kompleksnya operasional bisnis. Situasi seperti inilah yang dialami PT Trikomsel Multimedia, perusahaan distributor ponsel yang mengusung konsep one stop shopping, yakni menyediakan ponsel aneka merek berikut aksesori dan jasa tambahan lainnya.

Pertumbuhan bisnis perusahaan yang dikomandani Sugiono Wiyono Sugialam ini memang cukup fantastis. Lihat saja, pada awal berdirinya tahun 1997, Trikomsel hanya memiliki kurang dari 10 gerai Oke Shop. Setelah 7 tahun, ada 500-an gerai yang tersebar di 40 kota besar di Indonesia. Seiring dengan itu, jumlah karyawannya terus membengkak, hingga kini mencapai sekitar 1.500 orang.

Memonitor perkembangan dan kinerja setiap gerai yang demikian banyak bukan perkara mudah. ?Kami kerepotan sekali,? ujar Sugiono mengakui. Apalagi, Presiden Direktur Trikomsel ini melanjutkan, proses bisnis harian selama ini lebih berpola konvensional. Misalnya, untuk sekadar mendapatkan data penjualan harian dari gerai Oke Shop di Jakarta dan sekitarnya, Trikomsel harus mempekerjakan beberapa tenaga kolektor. Data transaksi harian yang biasa diambil pada akhir hari itu selanjutnya diserahkan ke kantor pusat untuk dikonsolidasikan pada keesokan harinya. Adapun data transaksi dari gerai Oke Shop di luar Jakarta biasanya dikirim melalui fasilitas e-mail atau faksimile.

Sebal dengan kondisi seperti itu, Sugiono meminta tim teknologi informasi internal — berjumlah 12 orang — untuk memanfaatkan TI guna mengakomodasi kegiatan operasional perusahaan. Sugiono, sebagai founder sekaligus pemimpin puncak perusahaan ini, memang cukup IT-minded. Setelah keputusan ini dibuat, tim TI di bawah komando Djoko Harijanto, Direktur TI Trikomsel, segera mencari sendiri software yang dianggap sesuai dengan kondisi dan budaya di lingkungan kerja Trikomsel. Ternyata tidak mudah. ?Hampir 5 bulan kami mencari solusi yang tepat,? ujar Djoko.

Maka, beberapa vendor pun diundang satu per satu untuk mempresentasikan keunggulan dan keunikan software mereka. Proses seleksinya dimulai pada awal 2003, hingga akhirnya terpilihlah satu vendor ERP multinasional. Modul yang kemudian dipilih untuk diimplementasikan mencakup Accounting, Warehousing, Inventory, dan Sales & Distribution.

Toh, Djoko mengakui aplikasi yang dibelinya tersebut sebenarnya tidak terlalu sesuai dengan kultur perusahaan. Maklum, itu solusi yang sudah jadi. Untungnya, pihak vendor mau memahami dan bersedia melakukan beberapa penyesuaian pada beberapa modul, misalnya pada modul Sales & Distribution. Dari sisi teknologi, Djoko menjelaskan, penyesuaian itu memang dimungkinkan. Namun, di sisi lain, berbagai proses penyesuaian beberapa modul itu ternyata juga menambah waktu ekstra hingga lebih dari dua bulan. Untungnya, kuatnya dukungan manajemen dan komitmen karyawan bisa menjadi energi untuk melangsungkan proyek ini. Selanjutnya, beberapa peranti penunjang pun dihadirkan, di antaranya empat unit server Dell, 40 unit PC (tambahan) dan beberapa peranti Electronic Data Capturer (EDC).

Proses implementasi enterprise resource planning (ERP) yang sudah sedikit di-customized itu pun mulai digelar pada pertengahan 2003. Implementasi dilakukan bertahap, dimulai dari kantor pusat Trikomsel dulu, di Jl. Abdul Muis, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Menggunakan jaringan Internet dan fasilitas komunikasi GSM, aplikasi yang telah selesai diimplementasikan di kantor pusat itu pun diintegrasikan ke beberapa gerai di wilayah Jakarta. Begitu seterusnya, hingga ke gerai-gerai Trikomsel di kota-kota lain. ?Saat ini, proses tersebut saya perkirakan sudah 80%,? kata Djoko.

Kini, di setiap gerai Oke Shop, Trikomsel hanya memfasilitasinya dengan EDC yang bentuknya semacam mesin ATM. Dengan fasilitas ini, seluruh transaksi di gerai tersebut otomatis langsung terhubung ke server pusat dengan bantuan jaringan (sinyal) GSM. Di samping jaringan GSM, Trikomsel juga memanfaatkan jaringan Internet (public Internet) serta jaringan Virtual Private Network untuk beberapa wilayah yang belum memiliki infrastruktur bagus.

Berbarengan dengan proses implementasi tersebut, Sugiono berinisiatif merekrut ekspatriat yang dinilai berpengalaman di bidang sistem dan pola kerja perusahaan seperti Trikomsel. Sang ekspat ditunjuk sebagai Kepala Tim Change Agent yang beranggotakan 20 orang yang terdiri dari beberapa user. Salah satu tugas tim ini adalah mendorong dan memberikan pemahaman kepada seluruh user dan karyawan tentang pentingnya perubahan pola kerja terkait dengan implementasi sistem baru.

Dalam praktiknya, proses manajemen perubahan (change management) ternyata tidak mudah. ?Saya bersyukur orang bule yang kami rekrut sangat kompeten di bidangnya,? kata Sugiono. Pendekatan yang diambil Sugiono bersama tim agen perubahannya adalah mengubah mindset karyawan. Antara lain, menjelaskan bahwa jika karyawan mau berubah dan bekerja dengan cara baru, private life dan quality of life mereka bisa meningkat. Maksudnya, dengan menggunakan sistem baru, karyawan bisa lebih produktif dalam bekerja dan bisa melayani konsumen lebih baik lagi. Di sisi lain, karyawan juga bisa menikmati private life yang cukup.

Dengan harapan sistem baru ini bisa membumi, untuk ERP yang dipakainya itu Sugiono memberi julukan ?Barong?. Ini diambil dari nama dewa yang sangat populer di kalangan masyarakat Bali. Menurutnya, ada makna positif di dalamnya. Secara fisik, Barong terlihat seram sekali — sepadan dengan ERP yang terkesan teknis dan rumit — tapi dia bisa mengayomi dan menjaga orang-orang yang ada di lingkungannya. ?Sistem ERP yang kami pakai ini pun memang untuk mengayomi karyawan di dalamnya,? tambahnya. Sugiono mengaku sengaja tidak memberikan pemahaman kepada karyawan tentang apa itu ERP. ?Mereka cukup tahu Barong saja, dan dengan Barong ini kualitas hidup karyawan bisa meningkat,? ungkapnya.

Boleh jadi, lantaran selama ini bisnis Trikomsel terkait dengan dunia hi-tech, yakni telekomunikasi, orang-orangnya cukup responsif dengan implementasi aplikasi baru. Karenanya, proses implementasi dan sosialisasi bisa dilakukan dalam waktu cukup singkat. ?Orang-orang kami kan biasa bersentuhan dengan alat-alat yang canggih, jadi bisa cepat mengikuti sistem,? ujar Djoko.

Setelah tahapan penting implementasi sistem ini rampung, Sugiono mengaku bisa meminimalkan hal-hal yang selama ini dikeluhkan. Antara lain, data transaksi lebih mudah didapatkan secara real-time. ?Cukup membuka komputer, saya bisa melihat seluruh transaksi yang terjadi di setiap gerai Oke shop,? ujarnya. Dia bahkan bisa dengan mudah mengetahui jumlah konsumen yang melakukan transaksi di suatu gerai. Maklum, aplikasi Barong yang dijalankannya itu berbasis Web dan, menariknya lagi, juga dijalankan di atas sistem operasi berbasis Linux.

Bahkan, setelah proses pengembangan tahap berikutnya selesai, Sugiono bisa mengetahui lebih detail lagi seluruh kejadian bisnis di setiap gerai. Mulai dari tipe ponsel Nokia yang paling laku hingga nama pengunjung. ?Dengan begitu, saya bisa lebih leluasa dalam mengambil keputusan terkait dengan perkembangan usaha Oke Shop,? katanya.

Pengalaman yang sama diakui Vera, salah seorang staf gerai Oke shop di kawasan Blok M. Menurutnya, setelah aplikasi Barong berjalan, produktivitas kerjanya meningkat. Dia mencontohkan, saat ini dia tidak perlu lagi melakukan double input transaksi harian dan menyerahkannya ke kantor pusat melalui kurir. ?Seluruh data transaksi langsung tercatat begitu customer membukukan transaksi di mesin EDC,? ujarnya.

Djoko menilai, yang paling diuntungkan dengan adanya fasilitas TI baru ini adalah kantor pusat. Sebab, semua proses dan analisis data untuk proses pengambilan keputusan bisa segera tersedia. Misalnya, jika ternyata pemain lain mampu berkembang, sementara perkembangan Oke Shop kurang bagus, pihak manajemen akan dengan mudah menentukan sikap dan mengambil keputusan langsung secara cepat.

Toh, mengingat ekspektasi para user di lingkungan Trikomsel terus berkembang dari waktu ke waktu, Sugiono mengaku fasilitas TI yang dipakainya belumlah cukup. Menurutnya, ini juga terkait dengan tingkat persaingan di bisnis yang menuntut perusahaan lebih efisien lagi dalam hal aktivitas operasional. ?Bagi saya, tidak pernah ada sistem yang sempurna yang bisa menangani kebutuhan operasional usaha seterusnya,? katanya. Pasalnya, ia menambahkan, perubahan ekspektasi biasanya lebih cepat dibanding sistemnya sendiri.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved