Listed Articles

Bisnis Alat Berat Kembali Sumringah

Oleh Admin
Bisnis Alat Berat Kembali Sumringah

PT Hexindo Adiperkasa Tbk. (HA) misalnya. Pada 1998, perusahaan yang sebagian besar sahamnya dikuasai Hitachi Construction Machinery Co. Ltd. Jepang ini terpaksa mem-PHK-kan sekitar 300 karyawannya. ?Barang yang kami jual adalah barang industri. Ironisnya, industrinya sendiri terhenti akibat nilai tukar dolar AS yang meningkat sangat tajam,? ujar Tony Endroyoso, Direktur Pemasaran HA. Maklumlah, semua produk alat berat dipasarkan dalam kurs US$. Kondisi ini diperparah karena tidak adanya lembaga pembiayaan yang mau membiayai pembelian alat-alat berat yang dinilai berisiko sangat tinggi. ?Sebagain besar konsumen alat berat membeli dengan cara leasing, karena itulah daya beli menjadi sangat rendah,? ungkap Tony.

Kini, pemain di industri ini dapat sedikit bernapas lega. Dalam dua tahun terakhir, tren penjualan alat-alat berat terus meningkat. Ini tak lepas dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Tidak hanya menguat, sepanjang tahun 2003 kurs dolar AS juga relatif stabil, sehingga pengusaha bisa membuat perencanaan lebih matang. ?Paling tidak, pada semester pertama ini terjadi peningkatan sekitar 30%,? kata Tony.

Paulus Bambang, Direktur PT United Tractors Tbk. (UT), membenarkan adanya peningkatan permintaan alat berat dalam dua tahun terakhir. Dikatakannya, selain karena menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, membaiknya kondisi bisnis alat berat juga dipengaruhi oleh mulai bergeraknya kembali sektor-sektor industri yang selama ini menjadi konsumen industri alat berat, seperti sektor pertambangan, infrastruktur, perkebunan, serta properti. Bahkan, sektor pertambangan, khususnya batu bara, posisinya sangat baik. Harga komoditas ini mampu mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Wajarlah, pengusaha batu bara berusaha meningkatkan kapasitas produksinya.

Besarnya permintaan membuat produsen kewalahan. Menurut Tony, saat ini konsumen harus menunggu minimal sebulan untuk mendapatkan barang pesanannya. ?Kami tidak bisa meningkatkan kapasitas produksi. Gejala peningkatan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia sehingga prinsipal kami pun kewalahan menangani pesanan? ujarnya. Namun, Tony juga mengakui bahwa mereka salah dalam membuat perencanaan untuk 2004. ?Kami tidak menyangka akan terjadi lonjakan yang sangat besar tahun ini, karena tahun ini ada pemilu,? tuturnya.

Meski permintaan meningkat, harga alat-alat berat relatif stabil. ?Kami tidak bisa semena-mena mengambil keuntungan dari kondisi yang ada saat ini,? ujar Tony. Ia menambahkan, HA bukanlah satu-satunya pemain di industri ini, sehingga mereka tidak bisa dengan seenaknya memainkan harga. Apalagi, pihaknya juga harus bersaing dengan produk-produk Korea yang harganya relatif lebih murah. ?Kalau harganya kelewat tinggi, konsumen akan beralih ke produk Korea meski mutunya di bawah produk Jepang,? katanya.

Dari sekian banyak jenis alat berat, hydraulic excavator adalah yang paling besar penjualannya. ?Dari total pasar alat berat, 64%-nya adalah ekskavator,? ujar Paulus. Alasannya, menurut Paulus, fungsi alat ini sangat beragam, mulai dari membuat parit, sampai pekerjaan berat dalam penambangan batu bara.

Untuk alat yang satu ini, HA, UT ditambah Trakindo adalah pemain utamanya. Paulus mengklaim, UT yang mengusung merek Komatsu, menguasai setidaknya 40% pasar ekskavator di Indonesia. ?Walau jumlah pemainnya tidak terlalu banyak, persaingan di industri ini amat ketat. Setiap pemain memiliki keunggulan masing-masing,? ujarnya. UT sendiri, menurutnya, selain mengandalkan produk, juga mengedepankan layanan bagi setiap pelanggannya.

Senada dengan Paulus, Tony mengatakan, HA yang mengandalkan produk dengan merek Hitachi juga akan lebih fokus dalam memberikan layanan kepada pelanggan. Dikatakannya, selama ini banyak produsen yang sebatas menjual produk tanpa memperhatikan layanan. ?Bagi kami, hubungan jangka panjang merupakan prioritas utama,? ujarnya.

Diakui Paulus, sulit memprediksi sampai kapan booming alat-alat berat ini akan berlangsung. Ada yang memprediksi booming ini berlangsung hingga 2008 karena pasar barang komoditas akan tetap semarak hingga tahun itu. Namun, lanjutnya, melihat nilai tukar dolar AS yang kembali meningkat belakangan, prediksi tadi bisa saja meleset. ?Optimisnya hingga 2008, pesimisnya hanya sampai tahun depan,? ia menjelaskan.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved