Listed Articles

Bisnis Licin Supermarket Oli

Oleh Admin
Bisnis Licin Supermarket Oli

Toda, akronim toko oli dan aksesori, mulai beroperasi 8 Mei 1997. Awalnya, cuma di ruko di Kelapa Gading. “Ketika berdiri 7 tahun lalu, 23% produk yang ditawarkan Toda adalah aksesori komponen kompetisi, seperti kabel busi, busi, knalpot, suspensi dan rem yang didatangkan dari luar negeri. Sasaran semula adalah penggemar modifikasi mesin,” tutur Tjahja mengenang. “Namun, lantaran krismon dan pasar semakin lesu, akhirnya kami lebih konsentrasi di bisnis oli,” sambungnya. Usaha ini rupanya mendapat sambutan pasar yang bagus dan pelanggannya terus membludak. Tak mengherankan, Tjahja kemudian memberanikan diri membuka cabang baru di bilangan Radio Dalam, Jakarta Selatan, pada tahun 2000. Tiga tahun kemudian Toda membuka cabang lagi di Jakarta Pusat, persisnya di Jalan Cideng Barat 47. Kini, jumlah karyawannya 50 orang. Toh, itu belum segalanya buat Tjahja. “Kami ingin tiap dua tahun buka cabang baru,” ujarnya bersemangat. Pertimbangannya sederhana. Populasi kendaraan di Jakarta terus membengkak, sehingga perputaran uang di bisnis ini tak kalah dari bisnis consumer goods. Sayang, dia menolak berbagi dengan SWA soal omsetnya. Gerai Toda milik Tjahja kini tak ubahnya seperti supermarket yang menjajakan consumer goods. Ruang dalamnya mirip Indomart yang sejuk karena ber-AC. Jajaran raknya rapi berisi 200-an lebih merek oli dan produk perawatan kendaraan. Supermarket oli ini masih dilengkapi bengkel ganti oli dan alat khusus untuk menguras pelumas transmisi. Menurut Tjahja, 85% oli yang dijajakan Toda adalah merek internasional, antara lain Motul, Elf, Fuchs, Agip, Repsol dan Shell. Semuanya diperoleh langsung dari importir dan prinsipal. Kelebihan Toda dibanding toko sejenis yang mulai marak akhir-akhir ini, pilihan merek yang ditawarkannya banyak dan pasokannya tak pernah kering. Lagi pula, wiraniaganya dibekali pengetahuan soal mesin dan pelumasan. Di samping itu, Toda tak segan mengajarkan pelanggannya selektif memilih oli, antara lain lewat brosur. “Agar pelanggan pintar pilih oli,” ujarnya. “Tidak semua oli mahal itu bagus. Sebaliknya, oli bagus tidak harus mahal. Dan Toda tidak menjual merek yang tidak jelas,” lanjut mantan wiraniaga Tunas Daihatsu itu bersemangat. Bagi Tjahja, bisnis oli bukanlah barang baru. Sejak 1976 keluarganya sudah menekuni bisnis ini. Selepas kuliah ekonomi di Universitas Gunadharma (1992), ia pun ikut bermain sebagai grosir oli. Ia mengaku, setelah sukses mengembangkan Toda sampai ke bentuknya yang sekarang, banyak orang berminat memakai merek dan kosep supermarket olinya. Karena itu, suatu saat akan diwaralabakan. Hanya saja, itu perlu waktu. Harus dibuat standar dulu, merek-merek apa saja yang boleh dijual. Juga, dalam urusan pelayanan. “Lebih dari 20% oli yang beredar di pasaran, palsu. Kami tak ingin nama yang sudah lama kami bangun, rusak cuma karena uang Rp 250 juta,” tegas kelahiran Cirebon 28 Agustus 40 tahun silam itu. Menurut perhitungan Tjahja, untuk membuka gerai baru Toda secara waralaba, mitra usahanya mesti menanamkan investasi sebesar Rp 1-1,5 miliar. Itu sudah termasuk pasokan oli, sistem keuangan dan wiraniaganya. Selain dana sebesar itu, mitranya masih harus menyediakan gedung. Ia menjamin, dalam jangka dua tahun sudah balik modal. Syaratnya cuma satu: lokasinya mesti strategis. Maksudnya? “Yah, paling tidak outlet itu harus berada di daerah sentra otomotif dan onderdil,” jawabnya enteng. Di Jakarta, menurut dia, idealnya masih bisa dibuka 8 cabang lagi. Itulah obsesi yang ingin diwujudkannya dalam beberapa tahun ke depan.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved