Listed Articles

Darmanaingtyas: Sekolah Bisnis Telah Menjadi Bisnis Tersendiri

Oleh Admin
Darmanaingtyas: Sekolah Bisnis Telah Menjadi Bisnis Tersendiri

Menurut Darmanaingtyas, kehadiran bisnis di dunia pendidikan tinggi di Indonesia, secara prinsip merupakan kabar gembira dalam dunia pendidikan karena pada dasarnya setiap penemuan metodologi baru dalam pembejaran adalah baik. “Soal hasilnya akan ditentukan oleh sang waktu. Artinya, setelah melalui proses panjang, baru dapat dinilai apakah metodologi baru tersebut tepat atau tidak,” kata pengamat pendidikan itu.

Namun, jika dikaitkan dengan kebutuhan pasar atau industri tenaga kerja, dengan melihat kredibilitas masing-masing lembaga tersebut, tentu tergantung kemampuan mereka dalam menjawab kebutuhan pasar. Lantaran yang kuliah di sana adalah para manajer di banyak perusahaan, maka dapat dipastikan bahwa pengembangan metedologi baru dalam pembelajaran tersebut pasti sudah mendapat respons, bahkan berdasarkan masukan dari para mahasiswanya.

“Kalau saya pribadi, melihat perguruan tinggi itu beragam, tidak bisa dari satu kacamata, tapi harus dari banyak kacamata tergantung jenis perguruan tingginya. Ada universitas, institut, sekolah tinggi, dan politeknik. Universitas itu mempunyai misi yang lebih kompleks. Dilihat dari sejarah kelahirannya, universitas itu lahir untuk memperjuangkan kebenaran,” jelas Darmaningtyas. Jadi lulusan dari sebuah universitas itu bukan semata-mata untuk bekerja di sektor industri saja, tapi juga menjadi ilmuwan dalam berbagai bidang, cendekiawan, negarawan, budayawan, seniman, dan sebagainya.

Dia menegaskan, salah besar bila pejabat pendidikan juga mengarahkan universitas melahirkan para usahawan tersohor. “Ya bisa saja seorang Jusuf Kalla itu lahir dari Fakultas Ekonomi sebuah universitas, tapi itu bukan by design oleh universitas, melainkan kebetulan. Yang kita harapkan dari sebuah universitas adalah tokoh-tokoh dalam berbagai bidang dan profesi yang memiliki kredibilitas tertentu, sehingga hasil-hasil pemikirannya berguna bagi masyarakat luas,” ujarnya tandas.

Peran universitas adalah menjaga kebenaran, dan kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran obyektif, bukan kebenaran yang ditentukan oleh penguasa. Institut punya karakter beda lagi. Institut tersebut juga melahirkan para ahli, tapi yang sejenis, misalnya, IPB melahirkan para ahli pada sektor agro, ITB melahirkan para ahli pada sektor teknologi, ISI melahirkan para ahli pada bidang seni.

Menurutnya, ahli tidak harus terserap pasar, mereka bisa bekerja secara mandiri, yang penting berkontribusi untuk pengembangan bangsa dan masyarakat. Kita baru tepat mengharapkan lulusan PT itu terserap pasar kalau itu lulusan dari akademi atau politeknik, karena mereka memang disiapkan untuk memasuki dunia kerja yang sangat tergantung pada industri. “Kalau lulusan akademi dan politeknik tapi tidak terserap pasar, itu baru sah untuk digugat. Kalau lulusan universitas tapi memburunya adalah pasar tenaga kerja, itu yang salah adalah desain universitasnya,”dia menegaskan.

Bicara aspek penyerapan tenaga kerja tentu perusahaan lebih paham tentang plus minusnya, jadi dia tidak bisa menilai sesuatu yang tidak dilihatnya langsung. Hanya saja persoalannya adalah untuk berwirausaha bukan hanya butuh kemampuan teknis managerial saja, tapi memerlukan dukungan iklim politik yang kondusif.

Soal pengangguran, lanjutnya, amat tergantung pada kondisi ekonomi global. Sebagai contoh, AS paska krisis ekonomi itu angka pengangguran tinggi, sehinggai lulusan perguruan tinggi juga tidak dapat terserap oleh pasar. Jepang dalam tiga tahun terakhir angka penganggurannya juga meningkat. Kalau pengangguran meningkat itu berarti lulusan perguruan tinggi ada yang tidak terserap oleh pasar.

Melihat mahalnya pendidikan sekolah bisnis, Darmaningtyas menyoroti bahwa karena sekolah itu sendiri sudah menjadi bisnis. Lebih lanjut katanya, “Semua kalau sudah menjadi bagian dari bisnis, tentu mahal. Padahal kalau mau dibuat murah juga bisa. Misalnya, praktek kerjanya magang di perusahaan-perusahaan yang sudah mapan maupun yang belum mapan.”

Untuk itu, dia menyarankan, mestinya sang dosen di sekolah bisnis adalah para usahawan atau manager yang dari segi finansial sudah cukup, sehingga mereka menjadi dosen bukan bertujuan untuk mencari uang, tapi untuk mengamalkan ilmunya sekaligus melahirkan para usahawan baru. “Tapi kalau karena sebagai manajer sehingga harus dibayar mahal sesuai dengan posisinya, maka ini sebetulnya yang saya maksudkan bahwa sekolah bisnis itu telah menjadi bisnis tersendiri,”ujarnya menyindir. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved