Listed Articles

Dewan Kota Gaya Jababeka

Oleh Admin
Dewan Kota Gaya Jababeka

Ketika memperoleh izin pemerintah untuk mengembangkan kawasan industri di Cikarang pada 1989, Setyono Djuandi Darmono dkk. tidak membayangkan hasilnya akan seperti sekarang. Dari lahan seluas 500 hektare yang mulanya mereka miliki, kini PT Jababeka Tbk. berkembang hingga menempati areal 1.500 ha.

Namun, bukan perkara perluasan lahan yang menarik dicatat. Seiring perjalanan waktu, positioning-nya pun berubah. Dulu, Jababeka memosisikan diri sebagai perusahaan yang menyediakan lahan bagi pembangunan industri di Cikarang. Dalam perjalanannya, Jababeka menjelma menjadi sesuatu yang masih terdengar metereng di negeri ini: kota mandiri. Di dalamnya tak hanya ada pabrik yang kini berjumlah 1.030 unit (lokal maupun PMA). Ada pula perumahan Kota Hijau Cikarang Baru seluas 1.500 ha yang kini dihuni sekitar 1.000 orang lebih. Di samping itu, masih ada fasilitas lain seperti lapangan golf, sekolah internasional dan rumah sakit.

Menilik luas lahan dan ragam penghuninya, tentu tak mudah mengelola kawasan seluas itu. Terlebih, Jababeka dikelilingi perkampungan yang dihuni penduduk asli. Karena itu, dalam pengelolaannya, Darmono, Presdir Jababeka, mengungkapkan, pihaknya memutuskan mengambil sikap berimbang. Artinya, tidak hanya fokus pada kawasan industri dan perumahan, tetapi juga memperhatikan lingkungan sekitar seluas 7.500 ha. “Meski daerah teritori Jababeka seluas 3.000 ha, dampak yang ditimbulkan bisa mencapai 7.500 ha,” ungkap Darmono di kantornya di Menara Batavia, Jakarta Pusat. Langkah konkretnya?

Untuk mengurangi kesenjangan sosial antara warga Jababeka dan penduduk sekitar Cikarang, dibutuhkan suatu dewan kota. Ini semacam pemerintahan administratif atau city council yang dapat menjalin hubungan dan melayani dengan baik kebutuhan komunitas industri, perumahan serta masyarakat sekitar Cikarang.

Begitu idenya. Akan tetapi, nyatanya, membentuk dewan kota tidaklah semudah meniup selembar kertas. Banyak hal yang mesti disiapkan. Namun, berpijak pada keyakinan bahwa langkah baik mesti terus diayun, sejak 5 November 2003, dibuat embrio bernama Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Cikarang (LPPMC), yang tugas dan fungsinya mirip dewan kota di kota-kota besar di luar negeri. Sebelum LPPMC didirikan, PT Jababeka Infrastruktur — anak usaha Jababeka — membangun community development (CD). Forum ini bertujuan mengikis kesenjangan antara pendatang dan masyarakat sekitar Jababeka, sekaligus wadah untuk mengembangkan kawasan Cikarang menjadi kota mandiri bertaraf intenasional. Bisa dikatakan, “LPPMC lahir dari community development,” ungkap Darmono seraya menjelaskan, tiap tahun Jababeka mengeluarkan dana operasional Rp 5-10 miliar. Dana tersebut diperoleh dari perusahaan-perusahaan yang bermukim di Jababeka yang mencapai Rp 20 miliar/tahun. Sebagian dana ini digunakan untuk mendukung kegiatan CD, termasuk membiayai operasional LPPMC.

Ternyata, langkah membentuk dewan kota mendapat dukungan banyak pihak. Tak mengherankan, saat pembentukan LPPMC, Bupati Bekasi, Pangdam Jaya, Wakasad, Kapolda dan Gubernur Bank Indonesia yang sekaligus menjadi Dewan Pengarah LPPMC, menyempatkan diri hadir. Darmono selaku orang nomor satu di Jababeka dan mantan menteri zaman Orde Baru Cosmas Batubara pun ikut bergabung dalam organisasi ini.

Dalam struktur LPPMC, terdapat dua direktur yang bertanggung jawab atas pengembangan usaha dan operasional serta kemasyarakatan/bina lingkungan. Masing-masing direktur membawahkan beberapa divisi seperti customer care industri, customer care perumahan, dana/usaha, keamanan dan SDM, humas, serta sekretaris/administrasi. Di samping itu, juga ada dewan audit yang diwakili oleh PT Unilever Indonesia, PT United Tractor dan Yohannes Darodjo.

Setidak-tidaknya, ada lima program kerja yang tengah dilakukan LPPMC dalam upayanya membenahi dan mengembangkan kota Cikarang. Menurut General Manager Pemasaran Korporat Jababeka, Agus H. Canny, kelima program itu adalah, pertama, komunikasi, informasi dan edukasi mengenai keberadaan LPPMC beserta visi dan misinya. Upaya yang dilakukan adalah menerbitkan Cikarang Post, membuat brosur dalam lima bahasa, bermitra dengan stasiun radio (dan sedang menjajaki kemungkinan mengembangkan media televisi daerah), menggelar seminar dan lokakarya, menyelenggarakan event seperti kesenian daerah, wayang, dan sineplex, serta memberi penyuluhan, pelatihan dan peningkatan kualitas pendidikan, termasuk sarana penunjangnya.

Program kedua, terus memperkuat struktur organisasi dan posisi LPPMC. Misalnya, dengan mengundang dan memilih tokoh masyarakat/pengusaha/akademisi/tokoh agama yang kompeten dan bersedia mengabdi sebagai anggota dewan kota, melobi dan meyakinkan pemerintah daerah untuk mendukung serta menyetujui terbentuknya dewan kota, meningkatkan kemampuan personalia LPPMC secara berkelanjutan, serta mengundang konsultan yang berpengalaman untuk mengembangkan sistem pemerintahan dewan kota yang demokratis dan modern.

Program ketiga, menggali sumber-sumber pendanaan dengan cara membentuk dan mengembangkan unit-unit usaha seperti pengolahan limbah ekonomis, layanan SDM, layanan transportasi, percetakan dan penerbitan, pendidikan dan pelatihan, pengelolaan lingkungan (keamanan, kebersihan dan pemeliharaan umum), serta pengelolaan parkir dan terminal; mencari sumber pendanaan dari pemerintah dan badan-badan usaha; melobi para pengusaha di Cikarang untuk memberikan kontribusi pendanaan; dan menciptakan sistem perpajakan yang dapat diterima masyarakat Cikarang.

Progam keempat, membina dan mengembangkan lingkungan masyarakat (community development) melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana umum seperti tempat beribadah, air bersih, kesehatan, hiburan, pendidikan/pelatihan, olah raga, kesenian dan budaya, pusat perbelanjaan/pasar, panti asuhan/rumah jompo, serta pusat rehabilitasi masyarakat; membangun dan memelihara prasarana jalan, saluran dan infrastruktur lainnya. Program kelima, menyusun rencana anggaran dewan kota untuk jangka 10 tahun (2004-13). Menurut Agus, upaya yang dilakukan antara lain mengundang konsultan, studi banding dengan mencari model di luar negeri, mengadakan seminar dan melakukan sosialisasi.

Kendati baru berusia 6 bulan, LPPMC, menurut Direktur Eksekutifnya, Nata Hidayat, telah melakukan banyak upaya untuk mengurangi kesenjangan dengan penduduk sekitar. Di antaranya, memberi pelatihan kerja bagi penduduk setempat sekaligus menyalurkannya ke pabrik-pabrik di kawasan industri Jababeka. ?Di sini kami mencoba menggali potensi masyarakat di sekitar kawasan Jababeka,? katanya. Lainnya, LPPMC membangun sarana dan prasarana umum, seperti fasilitas pendidikan, rumah ibadah, fasilitas kesehatan dan jalan umum. Rencananya, juga akan membangun gelanggang olah raga.

Saat ini, Nata melanjutkan, LPPMC mendirikan Markas Komando Resort Militer (Makorem) dan Mapolsek untuk menjamin rasa aman bagi warga Cikarang. Selayaknya, penghuni kawasan ini berbangga hati lantaran di Jakarta hanya ada dua Makorem, yakni di wilayah Barat ditempatkan di Lippo Karawaci dan di timur di kawasan Jababeka. “Ini merupakan pindahan dari tempat sebelumnya di Kampung Rambutan, Jakarta Timur,” ungkapnya.

Dalam bayangan Nata, dewan kota merupakan pemerintahan yang dikelola suatu tim yang dipantau oleh para pengusaha, tokoh masyarakat dan penduduk di wilayah itu. “Pemerintahan ini sangat profesional dan demokratis dalam mengembangkan kotanya, mirip Dewan Kota Shenzhen, Cina, atau Adelaide, Australia,” ujarnya.

Bila Dewan Kota Jababeka benar-benar bisa terealisasi, Darmono berharap, para pemimpinnya kelak dapat dipilih secara demokratis oleh masyarakat setempat, penghuni kawasan industri dan perumahan Jababeka. Tak ubahnya masyarakat negeri ini yang akan memilih presiden dan wapresnya secara langsung. Namun, pria kelahiran Yogyakarta, 54 tahun silam ini menggarisbawahi, pembentukan dewan kota bukan ditujukan untuk membuat pemerintahan dalam pemerintahan. “Ini hanya semacam pemerintahan administratif untuk mengembangkan kota Cikarang, termasuk kawasan Jababeka,” tandasnya. Karena itu, hubungan dengan Pemerintah Bekasi bisa dipastikan tidak akan ada masalah. “Pemerintahan biasa tetap berjalan normal,” tegasnya.

Lantas, bagaimana pendapat warga tentang kehadiran LPPMC? Setujukah mereka? Adas Dasuki, GM PT Showa Indonesia — perusahaan patungan Indonesia-Jepang yang memproduksi komponen otomotif — mengaku belum familier dengan LPPMC. Namun, sejauh ini ia tahu ke mana lembaga itu akan dikembangkan. “Saya mengetahui hal ini karena pernah berbincang-bincang dengan Pak Darmono,” ungkapnya. Yang pasti, ia menambahkan, ?Kami sangat mendukung upaya (Pak Darmono) membentuk dewan kota. Agar kawasan Cikarang bisa dikelola secara lebih profesional.?

Karena harapannya itu, Adas mengingatkan agar LPPMC lebih disosialisasikan lagi keberadaannya. Terlebih, salah satu tugas lembaga ini adalah mengikis kesenjangan dengan warga sekitar. Ia menyarankan, dalam menyusun progam sebaiknya LPPMC juga melibatkan pabrikan-pabrikan di kawasan Jababeka. “Kami siap membantu memberi masukan,” ujarnya. Diharapkan, program kerja LPPMC dapat disinergikan sekaligus menjadi program para pabrikan. “Terbentuknya dewan kota sangat penting dan pemerintah daerah harus men-support-nya. Paling tidak, ini akan menjadi proyek percontohan bagi kawasan industri yang lain,? katanya bersemangat.

Di tempat lain, pengamat manajemen dari Prasetiya Mulya Sammy Kristamuljana berpendapat, pengelolaan kota seperti Jababeka berbeda dari kota lain pada umumnya. “Kota seperti Jababeka diciptakan sepenuhnya untuk mencapai tujuan bisnis,” katanya. Pengertian bisnis di sini, Sammy melanjutkan, memiliki daya saing terhadap dua hal, yakni kota industri lain yang sejenis dan substitusinya, yaitu kota-kota yang lazimnya dikenal masyarakat luas.

Dalam hal Jababeka sebagai kota industri, Sammy menyoroti, perbedaan yang terpenting adalah pada aktivitas bisnisnya. Di kota industri seperti Jababeka, memproduksi barang dan jasa dengan tujuan laba, menjadi motor penggerak utama. Adapun di kota-kota lain umumnya, bisnis hanya merupakan salah satu aktivitas yang menghidupi warganya. “Konsep seperti ini umum dijumpai di luar negeri, karena memang diimpor dari sana,” tuturnya. Ia mengambil contoh Silicon Valley di Kalifornia, AS. “Salah satu yang paling tua di dunia mungkin adalah kawasan Kowloon di dekat Hong Kong ketika masih di bawah Inggris,” tambahnya.

Jadi, sebetulnya apa manfaat dewan kota? Kelebihan dan kekurangan konsep manajemen yang diterapkan di Jababeka, Sammy menjelaskan, kelak dapat diidentifikasi melalui empat indikator. Pertama, membandingkan tren tingkat return on investment rata-rata seluruh perusahaan di sana dengan kota industri lain di Indonesia, di regional Asia Tenggara, Asia, dan kawasan dunia yang lain. Kedua, mempelajari tren populasi perusahaan yang berdomisili di Jababeka. Ketiga, mempelajari tren populasi penduduk yang menempati kawasan tersebut. Dan keempat, melihat tren tingkat investasi di kota industri itu. Semuanya, masih menurut Sammy, harus dipantau dan dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun. “Bila tren dari keempat indikator itu menunjukkan kenaikan, berarti konsep manajemen yang diterapkan di Jababeka lebih banyak sisi positif daripada negatifnya,” ia menandaskan.

Senada dengan Sammy, Agus pun mengusulkan agar LPPMC kelak mau mencontoh dan belajar dari dewan kota di negara lain sehingga ada benchmark yang memungkinkan proses transformasi berjalan lancar. Ia menyadari, konsep baru ini akan mengimbas pada ribuan pabrik di wilayah Jababeka, termasuk perusahaannya yang berada di sana sejak 1995. “Yang pasti, kami ingin di kawasan ini tercipta komunitas yang lebih baik dan lebih teratur,” tuturnya. Karena itu, ia menyambut baik upaya LPPMC yang akan mendirikan Makorem di wilayah ini.

Upaya Darmono memoles dan membenahi kawasan Cikarang menjadi kota mandiri sesungguhnya tak lepas dari pengamatannya di negara lain. Bisa dikatakan, pengembangan kawasan Jababeka berkaca pada Shenzhen, kota industri di dataran Cina yang bisa ditempuh dalam waktu satu jam dari Hong Kong. Pada 1980, Shenzhen hanyalah kampung nelayan berpenduduk 3.000 orang. Namun setelah disulap oleh Pemerintah Cina menjadi kota mandiri, banyak orang Hong Kong yang menanamkan investasinya di kota baru ini.

Dalam waktu singkat, penduduk Shenzhen telah mencapai 10 ribu orang lebih. Pun, dilihat dari infrastrukturnya, Shenzhen tak kalah dari Hong Kong — semua bertaraf internasional dan serba canggih. “Fenomena ini juga ada di Cikarang. Di tempat kami sudah ada 1.030 industri dan 150 ribu karyawan asing dan lokal,” papar Darmono. Sebagaimana Hong Kong-Shenzhen yang dapat ditempuh dalam satu jam, demikian pula Jakarta-Cikarang.

Untuk merealisasikannya, di kawasan yang Produk Domestik Brutonya mencapai US$ 10 miliar/tahun ini telah dibangun infrastruktur bertaraf internasional, mulai dari permukiman, fasilitas olah raga (lapangan golf), rumah sakit, pengolahan limbah, pengolahan air bersih berstandar WHO, hotel dan lembaga pendidikan (SD hingga perguruan tinggi).

Mengingat semua hal yang dibutuhkan untuk menjadi kota mandiri telah tersedia, tahap selanjutnya tinggal membangun sistem manajemen yang dapat mengatur dan mengontrol kawasan ini secara lebih terpadu. Tak cuma itu, Darmono pun berharap, Dewan Kota Jababeka dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia yang ingin lebih mandiri.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved