Listed Articles

Dunia Fashion: Think Globally Act Locally'

Oleh Admin
Dunia Fashion: Think Globally Act Locally'

Kalangan yang menjadi penentu ‘arah angin’ dunia fesyen di Indonesia, dalam lima tahun terakhir, mulai melirik perancang busana lokal. Meskipun tanpa dipungkiri, industri fesyen juga dibanjiri label-label asing. Perancang lokal dinilai mampu membawa diri dengan membudayakan prinsip ‘think globally act locally’.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh pengamat industri fesyen sekaligus pemimpin redaksi majalah Dewi, Ni Luh Sekar. “Di satu sisi, pilihan dari label asing semakin banyak. Namun, para desainer Indonesia secara progresif memberikan pilihan lain sehingga makin banyak orang yang mengapresiasikan desainer Indonesia.” Dalam lima tahun terakhir, desainer Indonesia mulai berpikir soal gaya berbusana dan selera masyarakat global namun tetap memanfaatkan kain tradisional yang diolah dalam konsep modern.

“Ini menjadi faktor yang penting sekali. Pertama, jika kita bersaing dengan desainer internasional namun memanfaatkan kain impor, kita akan sulit bersaing karena menjadi beban dalam biaya produksi. Karena itu, membudayakan kain tradisional dalam lingkup modern mampu menjembatani kebutuhan bahan baku dengan perkembangan zaman,” kata Ni Luh sekar lagi. Selain itu, perancang juga tertantang untuk mengartikulasikan dan membentuk kain tradisonal dalam rangkaian busana masa kini.

“Ketika dunia menjadi suatu kesatuan yang saling terkait maka kekhasan produk menjadi sesuatu yang sangat langka,” kata Ni Luh. Karena itu, perancang harus mampu mendefinisikan ulang arti sebuah kemewahan. “Kemewahan merupakan unsur langka. Sesuatu yang memiliki arti dibaliknya. Tentu saja jika dibuat oleh tangan pengrajin yang terlatih, hal tersebut menjadi sangat berharga,” kata Ni Luh.

Secara identitas, keragaman budaya Indonesia menjadi potensi yang bisa diandalkan. Tetapi yang harus diperhatikan, kebutuhan untuk melakukan inovasi karena pada dasarnya, fesyen adalah sesuatu yang cepat berganti. “Pasar atau pecinta mode sangat menanti sebuah kejutan karena pada dasarnya, sifat fesyen adalah haus akan kekinian,” tegas Ni Luh. Sayangnya, kendala utama dalam industri tata busana adalah infrastruktur. “Negara lain sudah membangun infrastruktur sejak lama. Artinya, ini merupakan kebutuhan dasar yang sangat perlu diperhatikan.”

Kendala lainnya adalah bagaimana para desainer di Indonesia mengerti ‘roda bisnis’ industri fesyen. Artinya, ketika seorang desainer yang mentasbihkan diri sebagai seorang desainer, ia harus membuat koleksi, mempresentasikan, lalu melihat apakah diterima di pers, lalu beberapa waktu kemudian dilihat apakah diterima pasar. Menjadi populer di kalangan jurnalis mode dan diterima di pasar (laku terjual), adalah dua hal yang harus dimainkan dengan lincah oleh seorang desainer. Seorang desainer pun harus konsisten dalam melahirkan karya-karya. (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved