Listed Articles

Fleming: Jangan Sepelekan Kepuasan Pegawai!

Fleming: Jangan Sepelekan Kepuasan Pegawai!

Seringkali, perusahaan menyederhanakan tingkat kinerja pegawai dengan seberapa besar perusahaan memberikan kompensasi kepada pegawai, baik gaji maupun tunjangan. Namun, perusahaan tidak boleh ‘menutup mata’ hanya memikirkan cara memuaskan konsumen. Cobalah untuk memuaskan kebutuhan pegawai.

Pernyataan tersebut diungkapkan Principal sekaligus Chief Scientist Gallup Consulting, John H. Fleming. Ia merupakan salah satu penulis buku ‘Human Sigma: Managing the Employee-Customer Encounter’ serta menerbitkan lebih dari 20 artikel penelitian di berbagai jurnal pendidikan. “Krisis 2008 masih membayangi kita terkait guncangan ekonomi. Dalam kacamata psikologi ekonomi, krisis tersebut menekankan betapa sumber daya manusia, sebagai pelaku ekonomi, harus memiliki manajemen yang baik.”

Menurut Fleming, banyak pebisnis yang cenderung memikirkan cara bagaimana memuaskan konsumen, selaku ‘ladang’ keuntungan. Sayangnya, tidak memberikan kesempatan bagi pegawai untuk ‘puas dan nyaman’ dalam lingkup profesional. Padahal, kinerja pegawai sangat berperan dalam meningkatkan profit maupun pertumbuhan perusahaan. “Studi menunjukkan, perusahaan yang memikirkan cara memuaskan pegawai secara profesional jauh lebih berkembang dari perusahaan yang hanya memikirkan kepuasan konsumen,” tegas Fleming.

Ada tiga hal yang membuat kualitas perusahaan terhambat akibat manajemen sumber daya manusia di perusahaan yang tidak diatur dengan baik. Pertama, berdasarkan studi yang dilakukan Fleming, sekitar 30% pegawai tidak tahu apa yang mereka kerjakan. Padahal, agar proporsi perkerjaan dapat diukur dan dinilai dengan baik, perusahaan maupun pegawai harus mengetahui secara terperinci tanggung jawab masing-masing. “Sayangnya, banyak pegawai yang tidak tahu apa yang mereka kerjakan dan apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Jika mereka (pegawai) tidak tahu apa yang harus mereka lakukan lalu bagaimana mungkin perusahaan dapat berjalan optimal dan efektif?”

Kedua, ketiadaan ‘jalur’ yang memungkinkan pegawai berkontribusi dalam perusahaan. Terlepas dari gaji, pegawai sebenarnya berharap memiliki kesempatan untuk berkontribusi secara langsung di perusahaan. “Pegawai berharap mereka bisa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berkontribusi terhadap perusahaan. Sayangnya, ‘sang bos’ seringkali mengkotak-kotakkan tanggung jawab yang menghambat ide internal. Yang paling penting, kesempatan berkontribusi tersebut juga disertai dengan penghargaan dari perusahaan,” kata Fleming.

Ketiga, ketiadaan team work dan kesempatan untuk tumbuh secara profesional. “Satu hal yang juga penting, komunikasi dalam team work dan kejelasan ‘status’ pegawai untuk tumbuh secara profesional, harus dipahami dengan jelas oleh perusahaan. Jangan berharap pegawai akan bertahan dan bekerja optimal bila mereka tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri,” tegas Fleming.

Untuk itu, Fleming menyarankan tiga nilai yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk ‘mencegah’ ketidakpuasan pegawai. Pertama, define excellence. “Di titik ini, perusahaan harus melakukan evaluasi pegawai secara periodik. Perusahaan harus tahu ‘who’s the star?’ Perusahaan harus memiliki ukuran tertinggi dan terendah dalam mengetahui keunggulan masing-masing pegawai. Perusahaan harus melakukan perbandingan kinerja secara transparan.”

Kedua, develop capability. Perusahaan harus memberikan kesempatan bagi pegawai untuk mengembangkan kemampuan profesional. “Perusahaan harus memahami siapa team leader? Bagaimana masing-masing team leader dapat memberikan kesempatan bagi para bawahan untuk berkembang? Put the right man in the right place.”

Terakhir, driving accountability. Perusahaan harus secara terperinci menginformasikan tanggung jawab masing-masing pegawai. Pada akhirnya, tanggung jawab tersebut dapat dinilai dengan transparan. “Di titik ini, baik pegawai maupun perusahaan harus paham atas tanggung jawab masing-masing,” Fleming.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved