Listed Articles

How High Can You Go?

Oleh Admin
How High Can You Go?

Kalau ditanya, apakah mereka tidak kelelahan? Kapan mereka merasakan indahnya masa kecil yang seharusnya penuh canda ria dan memahami makna kehidupan di luar angka dan piala? Anehnya, hampir serupa paduan suara, para ibu dan bapak terhormat itu berkata, ?Tidak ada waktu untuk santai?. Harus juara, angka matematika minimal 8, harus ini dan itu tanpa mengerti apa makna nilai matematika 8 dengan nilai cukup atau baik pada aspek sikap seperti kelakuan, kejujuran, kedisiplinan dan kerapian yang ada di sisi bawah rapor setelah tertera angka total dan ranking-nya.

Bila tuntutan ini diteruskan, angka mengalahkan makna dan sikap hidup, tak heran dalam perkembangannya nanti, si anak akan menjadi manusia yang menghargai result dengan kurang mempedulikan proses. Apalagi, kalau tuntutan target pekerjaan kantor dan target pribadi hanya melulu berisi angka — seperti angka pendapatan, penghasilan, posisi, kepemilikan dan uang deposito di bank — yang akan terjadi adalah mereka kelelahan dan bahkan tidak sedikit yang ?kehangusan? alias ?burn out? dalam usia yang masih muda. Sepanjang pengamatan saya, usia ?burn out? ini semakin dini sejak sepuluh tahun terakhir. Semakin sulit berbisnis dan semakin tinggi pendidikan, semakin tertekan untuk segera memenuhi tuntutan orang tua untuk menghasilkan angka yang sepadan dengan investasi yang telah mereka keluarkan.

Tuntutan angka ini menyebabkan banyak eksekutif muda yang kehilangan pijakan untuk bisa meraih yang lebih tinggi lagi. Kelelahan meraih cita-cita setinggi langit tanpa menggapai sikap sebaik nabi menyebabkan mereka merasa gagal dalam hidup. Bukan karena tidak berhasil mencapai angka tinggi, justru sebaliknya mereka tidak memahami bahwa mereka sudah berada di tempat yang sangat tinggi. Ini memerlukan pijakan sikap mental yang sepadan dengan langit yang telah dan hendak dicapai. Sialnya, seperti yang saya katakan tadi, dunia ini mengejar dan menghargai prestasi angka yang diraih seseorang tanpa mempertanyakan sikap untuk memperoleh angka tersebut.

Yang kuat akan terus terpacu lari secepat mungkin, ketakutan kehilangan kesempatan. Yang kalah dan merasa kalah akan makin terpuruk dengan hinaan angka dan akhirnya lari ke bar (tempat hiburan malam), bir (minuman keras), bra (seks) dan ba (narkoba).

Nah, untuk mencegah hidup yang terpacu angka seperti itu, sebaiknya kita bercermin dan berkontemplasi ?How high can I go?? Ini bukan tuntutan tapi pilihan. Sebuah pilihan yang dengan seksama dilakukan dengan mempertimbangkan nilai kehidupan yang hendak diraih (purpose driven life). Menentukan tingginya langit yang hendak diraih, sangat ditentukan oleh fondasi yang sudah dan sedang dibangun. Kalau ingin membangun high rise building, tentu Anda memerlukan fondasi yang kuat dan mahal. Bahkan, pembangunan fondasinya memerlukan waktu dan biaya yang tidak kalah besar dari bangunan di atasnya. Nah, ini juga merupakan pilihan. Apakah fondasi yang kita punya cukup kuat untuk menopang atap dan bangunan di atasnya?

Fondasi yang paling dasar adalah tujuan atau misi hidup kita (bisa pula dibaca bisnis kita). Ini didominasi sikap mental (attitude), selain kemampuan yang dikaruniakan Tuhan kepada kita (aptitude). Fondasi setidaknya menentukan seberapa besar bangunan yang bisa Anda bangun (size), struktur apa yang hendak dipakai (structure), seberapa kuat daya tahan terhadap gangguan alam (strength), dan bentuk yang ingin dibangun (shape). Mengenal dengan baik apa yang diinginkan (how high you want to be) akan menentukan pengorbanan (cost) yang harus dikeluarkan.

Justru di sinilah letak permasalahan utamanya. Banyak eksekutif yang hanya mau berprestasi di bisnis tanpa menoleh ke keutuhan rumah tangga. Bentuknya sangat lonjong dan berorientasi ke bisnis sangat sulit mengimbangi tuntutan keluarga. Shape yang tak jelas membuat kekalutan di dua sisi kutub tersebut. Kembali lagi akan terjadi ?burn out?.

Karenanya, kematangan dalam merumuskan tujuan hidup membuat kita mudah mencanangkan visi dan tujuan hidup kita. Uang dan nilai akan selalu bergaung dan memaksa kita membuat pilihan demi pilihan setiap hari.

Sayangnya, acapkali kita bukannya tidak punya pilihan, tapi kita tidak mau memilih dengan nurani. Kalau sudah begitu, bangunan yang sudah dibangun akan mudah roboh. Krisis tahun 1998 membuktikan bahwa how high can you go ditentukan oleh how deep can you dig.

Deep digging bukan suatu kemauan, tapi keharusan kalau Anda mau membangun menara yang kuat. Menara bisnis atau menara keluarga, sama saja!

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved