Listed Articles

Jejak Sang Maestro Implantasi Gigi

Oleh Admin
Jejak Sang Maestro Implantasi Gigi

Jadwalnya ketat: praktik dokter gigi, mengajar di sebuah universitas swasta di kawasan Senayan, Jakarta, aktif di organisasi dokter gigi baik lokal maupun internasional, dan menjadi konsultan bedah mulut di berbagai rumah sakit, antara lain RS Pondok Indah, RS Pantai Indah Kapuk, RS Graha Medika, RS Siloam Gleneagles, Metropolitan Medical Center dan RS Medistra. Praktis, ia sibuk bukan main. Untunglah, dokter gigi bernama lengkap Hendra Hidayat ini sosok yang humoris, sehingga ia tampak bisa menikmati kesibukannya itu.

Hendra juga pribadi yang terbuka. Kecuali, kalau membicarakan tarifnya. Kepada SWA, ia mau menyebut angkanya, tapi tak ingin dibuka ke publik. Yang jelas, melihat tarifnya yang cukup fantastis, pemilik Implant Center (IC) dan klinik gigi H2E yang berlokasi di Gedung Menara Kuningan ini bisa dibilang salah satu dokter (gigi) termahal di Tanah Air saat ini. Pria yang pernah menjabat Presiden The Asian Oral Implant Academy (2002-04) ini mengungkapkan, pelanggannya tak hanya pejabat, tapi juga artis dan selebriti lainnya.

Pria berusia matang ini (ia enggan menyebutkan umurnya) mengungkapkan, menjadi dokter gigi sebenarnya bukan cita-citanya ketika masih muda. ”Ikut-ikutan teman saja,” ujar lulusan Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya ini. Ia menceritakan, pada 1960-an, pilihan cita-cita tak sebanyak zaman sekarang. Saat itu, orang hanya bercita-cita menjadi insinyur, dokter umum atau dokter gigi. Kala itu fakultas kedokteran gigi di Tanah Air hanya ada di Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta) dan Unair. Hendra muda pun memilih Unair. Namun, ia mengaku tak punya target muluk. Yang penting, bisa lulus.

Perjalanan awal putra pensiunan pegawai perusahaan ekspor-impor di Jakarta ini untuk resmi menjadi dokter gigi cukup berliku. Selulus dari FKG Unair pada 1964, ia harus menjalani program ikatan dinas selama dua tahun di daerah terpencil di Lombok Tengah. ”Waktu itu saya agak berontak,” ujar pria yang menikah pada 1964 dengan Inge Hidayat, istrinya hingga saat ini. Maklum, ia ingin segera pindah ke Jakarta. Namun, begitu selesai di Lombok Tengah, ia malah ditawari untuk ikatan dinas ke Dompu, Sumbawa Besar. ”Saya bilang, saya tetap akan ke Jakarta. Saya tidak jadi dokter gigi, tak apa-apa. Sertifikatnya mau dirobek, silakan robek saja,” katanya menceritakan. ”Maklumlah, saya (saat itu) masih muda, Kawan,” ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak. Toh, ia masih beruntung. Dari Kanwil Kesehatan Lombok Tengah ia mendapat surat keterangan yang menyatakan ia telah menjalani ikatan dinas selama dua tahun.

Akhirnya, ia meninggalkan Lombok Tengah pada 1966 dan menuju Jakarta. Di kota metropolitan ini, ia melamar menjadi dosen di Universitas Indonesia dan diterima sebagai staf pengajar di bagian Stomatology (penyakit gigi dan mulut), Fakultas Kedokteran UI. Ia bisa masuk UI karena kampus berjaket kuning ini saat itu belum memiliki FKG sendiri. Pada saat yang sama, ia juga diterima berpraktik sebagai dokter gigi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Di sinilah ia berkenalan dengan seorang dokter dan pakar bedah mulut kondang saat itu, Prof. Oew Ing Liang.

Bisa dikatakan sejak di Jakarta, karier Hendra berkembang pesat. Apalagi, kemudian di Ibu Kota mulai bermunculan fakultas kedokteran gigi di universitas-universitas swasta. Karena statusnya masih terdaftar dan minimnya dokter, ia kebanjiran pekerjaan untuk menguji sejumlah calon dokter gigi dari kampus-kampus swasta ini.

Hendra mengaku senang belajar. Pada 1969 ia secara otodidak mulai mempelajari cara penyuntikan cairan anestesi ke gusi tanpa membuka mulut pasien, alias dari luar. Pada 1970, ia menerima beasiswa dari Colombo Plan untuk mengikuti pendidikan bedah mulut (1970-71) di Eastman Dental Hospital di University of London di Inggris. Pendidikan ini sejenis spesialisasi bedah mulut, tapi tanpa gelar master. Ia mengungkapkan, saat itu di Indonesia tak ada dokter gigi yang bertitel S-2 atau yang mengambil spesialisasi. ”Kemampuan dokter gigi saat itu hanya membuat gigi palsu, cabut dan tambal gigi. Kayak tukang gigi saja,” ujarnya. Ia melanjutkan pendidikan selama 6 bulan di East Green Grinstead di Inggris. ”Ini pusat classic surgery seluruh dunia,” katanya. Namun, sepulang dari pendidikan di Inggris, ada sebagian orang yang tak menyukainya di UI. Karena itu, ia memutuskan keluar pada 1972 dan kemudian memilih mengajar di Universitas Trisakti, Jakarta (selama dua tahun).

Jiwa kewirausahaan Hendra mulai dihidupkan ketika pada 1973 membuka klinik dokter gigi sendiri di Hotel Wisata yang berdekatan dengan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. ”Waktu itu saya hanya punya dua unit peralatan gigi,” ujar penulis sejumlah buku mengenai implantasi gigi dalam bahasa Inggris ini.

Pengalaman belajar bedah mulut di London membuat Hendra kian mantap memperdalam bidang ini hingga ke mancanegara. Dalam mengembangkan pengetahuannya di bidang bedah mulut, ia kerap berkomunikasi dengan para ahli bedah mulut dunia. Pada 1975, ia berangkat dengan biaya sendiri untuk belajar bedah mulut dari seorang ahli bedah mulut dunia asal Swiss, Prof. Dr. Obwegeser dari University of Zurich. ”Dia jagonya. Bahkan, bisa disebut sebagai bapaknya bedah mulut (di dunia),” ujar Chairman The Indonesian Society of Implant Dentistry ini sambil menjelaskan, sejumlah gurunya di bidang bedah mulut juga berguru kepada Obwegeser.

Semangat belajar Hendra tak hanya sampai di Swiss. Pada 1978 ia belajar lagi tentang bedah mulut di University of Erlangen, Jerman, di bawah supervisi ahli bedah mulut Prof. Dr. Steinhauser. Bahkan pada 1980-an ia belajar ilmu sendi rahang kepada Prof. Harold Gelb, seorang ahli sendi rahang dari Amerika Serikat. ”Di sini saya datang ke kliniknya, melihat cara kerjanya sehari-hari,” ujarnya. Tentu saja, biaya akomodasi, transportasi dan biaya hidup di AS harus dikeluarkan dari koceknya sendiri. Masih belum merasa cukup, pada 1990-an Hendra juga belajar ke Jepang mengenai cara pemasangan breket atau kawat gigi dari dalam (lingual) pada seorang ahli perata gigi, Takemoto. Seperti diketahui, kebanyakan pemasangan kawat gigi di Indonesia di depan (gigi) sehingga orang bisa melihat kawat gigi memenuhi mulut pasien. Bandingkan dengan cara lingual yang tak terlihat dari luar.

Hendra mengungkapkan, ia suka mempelajari bedah mulut karena hasilnya langsung kelihatan, dan punya nilai estetika. ”Contohnya, jika orang bermuka monyong, kita bisa perbaiki rahangnya sehingga ia kelihatan lebih baik,” kata pendiri Organisasi Bedah Mulut Indonesia yang di antaranya memperjuangkan agar dokter gigi mendapat pendidikan bedah mulut ini.

Drg. Melly A. Mulur, salah seorang ahli gigi di IC, menilai Hendra sebagai sosok yang senang mencermati tren yang berkembang. ”Ia update terus, tak terkecuali di luar negeri. Semangat belajarnya tinggi sekali. Jika bedah rahang saja (bedah mulut) dikuasai, apalagi hal yang kecil-kecil,” kata wanita yang bergabung dengan Hendra sejak akhir 1987 ini. Diakuinya, jam terbang Hendra sangat tinggi di bidang kedokteran gigi. Soal keahliannya, ”Tangannya emang hebat, kerjanya hati-hati, halus dan teliti,” ujar Melly memuji.

Karena selalu ingin meng-update ilmu dan teknologi di bidang kedokteran gigi, ketika di mancanegara ada terobosan teknik implantasi gigi pada 1980-an, Hendra pun tergerak untuk mempelajarinya. ”Waktu itu tak ada Internet, dan buku-buku tentang ilmu ini tak ada. Jadi, saya berusaha mendengar semua informasi, membaca majalah, dan sebagainya. Karena, orang asing waktu itu juga sedang belajar. Jadi, harus ada imajinasi sendiri,” ujarnya.

Keberanian melakukan operasi implantasi gigi ia mulai pada 1985. Waktu itu ada seorang wanita yang giginya begitu rapi dan teratur, tapi ternyata palsu semua. Ia melihat kondisi gigi pasien seperti itu tak sehat. Karena tanpa penyangga, giginya tak akan kuat menahan semua gigi palsu itu. Ia menawarkan cara baru tersebut dan disetujui. Ia pun memberanikan diri melakukan operasi implantasi. ”Dulu bersamaan dengan pasang implant, pasang gigi (palsu). Tapi sekarang pasang implant dulu setelah tiga bulan baru pasang gigi. Ini teori baru,” katanya seraya menjelaskan, rata-rata waktu operasi implantasi sekitar 20 menit.

Menurut Hendra, pada dasarnya pelaksanaan implantasi gigi hanya sekali seumur hidup. Harganya sangat beragam tergantung mereknya. Yang penting diketahui, material untuk implan adalah titanium yang dikenal ”bersahabat” dengan tulang. Bahan ini ditanam dalam gusi secara permanen menggantikan tulang gigi. Teknik implantasi gigi, seperti dijelaskan Hendra, adalah teknik yang tak hanya berkaitan dengan pemasangan gigi, tapi juga merangsang pembentukan tulang gigi. Gigi baru akan tertancap sempurna ke tulang gigi dan tak perlu mencopotnya bila ingin dibersihkan. Berbeda dari gigi palsu yang hanya memiliki mahkota, implan gigi memiliki akar dan mahkota gigi. Menurut Hendra, pemasangan implan ini tak harus pada semua gigi, tapi cukup dua saja yang berfungsi sebagai penyangga, sedangkan sisanya boleh gigi palsu.

Masih berbicara mengenai kiprah kewirausahaannya, pada 1990 Hendra membuka praktik di lantai dasar Plaza Indonesia. Lima tahun kemudian ia pindah ke lantai 3 di gedung yang sama. Sejak itu namanya semakin dikenal sehingga timnya pun terus bertambah. Pada 1990-an ia hanya dibantu 3-4 dokter gigi, dan sejak tahun 2000-an dokternya terus bertambah menjadi 10-13 dokter gigi yang bekerja dengan pola shift. Ia sendiri berpraktik cukup lama di Plaza Indonesia (sekitar 15 tahun), sampai akhirnya pada 2005 pindah ke Plaza Semanggi. ”Dalam membuka praktik dokter, yang penting adalah memilih lokasi yang bagus,” katanya. Dan, menurutnya, lokasi yang tepat adalah di tengah Jakarta.

Yang menarik, kesukaannya pada pendidikan menggerakkannya membuka kelas di kliniknya pada 2007. Kelas ini diperuntukkan bagi dokter gigi yang ingin belajar tentang implantasi gigi. ”Tadinya saya belajar karena saya ingin maju. Tapi sekarang saya berpikir lain, bukan saya saja yang harus maju, tapi juga dokter-dokter kita,” ujar Presiden ITI Indonesian Implant Study Club ini. Pada 2007 pula ia mengibarkan IC.

Saat ini, ada 17 jasa yang ditawarkan IC. Yang paling digemari adalah pemasangan implan, lalu disusul kursus implantasi untuk profesional, pembersihan gigi, pencegahan penyakit gigi, pencabutan gigi, operasi pencabutan gigi terpendam, perawatan saluran akar gigi, perawatan saluran akar gigi dengan operasi (apeks reseksi), operasi pengangkatan jaringan infeksi, operasi pembuangan jaringan radang dan sumber penyebab, pemutihan gigi, pembuatan mahkota (crown) dan jembatan (bridge), pembuatan gigi tiruan sebagian dan penuh, perawatan orthodontic, pembuatan foto rontgen, pengangkatan tumor/kista, koreksi rahang (kasus merongos/cakil), dan sebagainya.

Tak cukup dengan IC, pada 7 Juli 2007, Hendra bersama mitranya di IC, drg. Efindy, meluncurkan klinik gigi H2E (diambil dari inisial nama mereka berdua). Lokasinya di Menara Kuningan. “Ini sebagai pilot project,” ujar Efindy. Latar belakang berdirinya H2E, Efindy mengungjapkan, karena Hendra yang dikenal sebagai dokter gigi juga seorang pendidik. “Saya melihat hasil didikan drg. Hendra bisa dibuatkan wadah, dibandingkan jika mereka ke mana-mana (setelah dilatih), tak terkontrol dan tidak terasah,” ujar lulusan Universitas Trisakti ini. Ia melihat dengan adanya H2E, Hendra bisa membuat standar operasional yang baik. Menurut Hendra, ia sengaja memilih Efindy yang juga anggota tim di IC sebagai mitranya di H2E karena Efindy adalah sosok anak muda yang jujur, terampil dan cerdas. Adapun tugas yang diemban Efindy di H2E adalah mengembangkan usaha dan melakukan upaya-upaya pemasaran.

H2E saat ini didukung 8 dokter gigi dan bekerja di bawah koordinasi dan pengawasan Hendra. Untuk pengembangan H2E, Efindy telah membuat jaringan: bekerja sama dengan berbagai perusahaan seperti Petrochina, Freeport dan Global Assistance (perusahaan asuransi), plus sejumlah perusahaan kartu kredit seperti HSBC, BCA, CitiBank dan ABN Amro. Untuk kartu kredit ini, kerja sama tak hanya dengan pemegang kartu, tapi juga karyawan perusahaan kartu kredit itu sendiri. Contoh keuntungan yang ditawarkan dalam kerja sama ini: diskon 50% bagi pemegang kartu kredit ini.

Menurut Hendra, target pasar H2E dan IC berbeda. Hal ini berimbas pada tarif . Tarif yang dikenakan di H2E lebih ekonomis atau 20% lebih murah dibandingkan dengan IC. Hal ini dimungkinkan karena IC sudah lama beroperasi, terkenal, serta telah memiliki pelanggan dan kelas sendiri. “Sedangkan H2E kan masih baru,” ujarnya sambil menjelaskan, standar dan pelayanan yang diberikan di H2E sama dengan di IC. Kehadiran H2E tampaknya memang untuk melebarkan pasar ke kelas menengah. Itulah sebabnya, H2E bekerja sama dengan perusahaan swasta, asuransi dan lembaga keuangan, karena umumnya biaya kesehatan para pegawai ini ditopang oleh asuransi atau perusahaan mereka sendiri. Bandingkan dengan pelanggan di IC yang kebanyakan perorangan.

Tak seperti di H2E yang dikelola dengan sistematis, Hendra mengaku tak bisa mengungkapkan secara gamblang upaya pemasarannya di IC. Alasannya, ia hanya fokus pada ilmu kedokteran giginya. Kalaupun ia memiliki banyak pelanggan, hal itu semata-mata karena getok tular (word of mouth). ”Strategi saya adalah serius, belajar tekun, dan bekerja yang benar,” kata peraih MURI tahun 2002 untuk kategori dokter gigi yang melakukan operasi implantasi pertama di Indonesia ini. Dan, yang tak kalah penting, ”Bekerja harus ada senangnya, sehingga hasilnya bagus,” ujar peraih MURI tahun 2003 untuk kategori dokter gigi yang terbanyak melakukan implantasi gigi di Indonesia ini tegas. Lalu, bagaimana ia bisa mendapatkan pelanggan kalangan kelas atas? Menurutnya, resepnya adalah mendengarkan dan memenuhi apa yang mereka katakan, serta sabar dan diam ketika pelanggan marah. Hendra menilai keberhasilan yang dicapai IC saat ini sudah cukup. Adapun H2E ia nilai masih perlu dikembangkan sebesar mungkin.

Meski dikenal sebagai pakar implantasi gigi nomor satu di Tanah Air, tak ada satu pun dari ketiga anaknya — semuanya perempuan– yang mewarisi keahliannya. ”Tapi, sejak dua tahun ini, dua putri saya membantu saya di klinik,” katanya seraya menambahkan, kedua anaknya itu memiliki bisnis sendiri, dan yang ketiga berprofesi sebagai guru.***

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved