M. Arif Budiman tak pernah membayangkan, Petakumpet -- perusahaan desain grafis yang didirikannya sambil lalu bersama teman-teman kuliahnya -- bisa tumbuh sebesar sekarang. Perusahaan ini tidak saja merajai bisnis desain grafis di Yogyakarta, tapi juga berhasil menjaring perusahaan besar kaliber nasional semacam PT Lokaniaga Adipermata (Djarum Super, LA Light, Djarum 76, Djarum Tjoklat, Djarum Black, Inspiro, Senior), Skuadron Udara 2 AURI Jakarta dan WWF Petra Sari Husada. Di Kota Gudeg sendiri, Petakumpet berhasil menjaring MM Universitas Gadjah Mada, Goedang Musik, CV Magetan Putra, dan masih banyak lagi.
Awalnya, Petakumpet hanyalah komunitas mahasiswa dari Jurusan Disain Komunikasi Visual (Diskomvi) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogya angkatan 1994. Idenya adalah kuliah sambil berbisnis. Kelompok ini secara resmi dideklarasikan pada 1 Mei 1995. Jumlah anggotanya mencapai 25 orang. Mereka membuat studio kecil di Pekuncen, Yogya, yang digunakan untuk workshop. Dibanding kelompok mahasiswa lain di lingkungan ISI, Petakumpet terbilang aktif berkegiatan. Mereka sering mengikuti pameran desain grafis di berbagai perguruan tinggi. Karya mereka yang orisinal, nyeni dan segar di setiap pameran lambat-laun melambungkan nama Petakumpet.
Dari ajang pameran ke pameran itulah Petakumpet kemudian mendapatkan tempat di hati klien. Berbagai order berkaitan dengan desain grafis mampir di studio mereka. Jangkauannya tidak lagi terbatas pada lingkungan ISI, tapi meluas ke luar kampus. Ini membuat anak-anak muda Petakumpet makin bersemangat. Apalagi, setelah merasakan manisnya duit dari keringat sendiri. Kru Petakumpet seperti membuktikan kepada dunia bahwa etos kerja dan kreativitas jauh lebih penting daripada modal dalam bentuk apa pun, termasuk duit.
Meski namanya terkesan main-main, Petakumpet sebagai perusahaan harus diakui telah dikelola dengan serius. Ini bisa dibuktikan dengan kemampuannya menangkap klien besar seperti tersebut di atas. Setidak-tidaknya buat Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, ia telah tampil sebagai perusahaan desain grafis dan periklanan dengan pertumbuhan tercepat.
Tentu, tak gampang memelihara tempat kongko-kongko menjadi perusahaan beneran. Seiring berjalannya waktu, Petakumpet tak bisa menghindari brain drain. Gejala hengkangnya orang-orang andal dari perusahaan desain grafis ini terutama dirasakan Arief dan kawan-kawannya menjelang kuliah berakhir. Maklum, mereka tak bisa selamanya diam di kampus dan menjadi mahasiswa abadi sambil cari duit lewat Petakumpet. ?Setelah empat tahun berjalan, tepatnya tahun 1999, beberapa anggota kelompok dihinggapi perasaan gelisah. Ini berkaitan dengan kelangsungan Petakumpet setelah mereka lulus kelak. Apalagi, sebagian besar sudah tidak aktif dalam kelompok karena sudah mendapatkan pekerjaan,? tutur Arief mengenang. ?Saya kemudian berinisiatif mengumpulkan kawan-kawan. Tujuannya cuma satu: menjawab pertanyaan apakah Petakumpet mau diteruskan sebagai perusahaan yang dikelola secara profesional atau dibubarkan saja,? tambah salah satu perintis Petakumpet yang kini menjabat direktur itu. Ternyata, sebagian besar memilih mengundurkan diri. Yang tinggal cuma 5 orang, antara lain Radetyo Sindu Utomo, M. Bagoes Priambada dan Arief sendiri.
Begitulah, Petakumpet (seri 2) lantas berdiri secara resmi tahun 2000 dengan organisasi yang lebih ramping dan tertata rapi. Meski telah berkiprah di dunia desain grafis dan periklanan selama empat tahun lebih, Petakumpet seri dua boleh dibilang bertandang ke gelanggang dengan modal dengkul. Modal utama mereka cuma nama Petakumpet. Juga, komputer pribadi yang dikumpulkan buat modal kerja. Dengan dibantu 8 staf, mereka bertekad menjadikan Petakumpet sebagai perusahaan desain grafis dan periklanan yang maju dan diperhitungkan.
Untuk itu, Petakumpet sejak awal cuma mau merekrut SDM yang secara teknis benar-benar menguasai desain grafis. Petakumpet menjaring lulusan Diskomvi ISI untuk memutar roda usahanya. Namun, itu tak gampang. Beberapa alumni, yang dianggap memiliki skill bagus, terang-terangan menolak bergabung. Alasannya? ?Mungkin karena gajinya kecil," tutur Arief. Toh, itu tak berarti Petakumpet harus menurunkan standar. Petakumpet, dikatakan Arief, tetap menolak SDM yang tak memenuhi kriteria, meski dia tamatan Jurusan Diskomvi ISI. "Banyak alumni ISI yang kami tolak karena tidak memenuhi syarat," Arief menegaskan. ?Yang kami kejar adalah kepuasan pelanggan. Karena itu, yang kami produksi tidak saja karya kreatif yang artistik, tapi sekaligus bernilai jual. Pokoknya, kami berusaha membuat karya yang benar-benar bagus dulu, baru menjaring klien,? ia menambahkan.
Strategi ini, menurut dia, memberinya kesempatan melayani kliennya secara optimal. "Lebih baik sedikit tapi bisa memberikan hasil yang bagus daripada banyak tapi tidak bisa maksimal," kata bapak seorang anak ini. Prinsip bisnisnya itu kemudian berbuah manis. Pelanggan yang puas tidak saja menjadi setia, tapi sekaligus berfungsi sebagai media promosi yang amat efektif bagi Petakumpet, sehingga order pun terus mengalir. Seiring meluasnya jangkauan dan makin banyaknya klien, perusahaan ini akhirnya harus menambah tenaga kerja menjadi 45 orang. Ini dibarengi dengan peningkatan omset yang berlipat ganda setiap tahun.
Tahun pertama (2000) Petakumpet seri dua cuma mencatat omset Rp 134 juta, kemudian tahun 2001 meningkat menjadi Rp 360 juta. Tahun berikutnya, Petakumpet membukukan pendapatan Rp 770 juta. Dan, pada 2003 omsetnya kembali melesat dua kali lipat lebih menjadi Rp 1,9 miliar. Menurut Arief, pertumbuhan itu terjadi seiring meningkatnya kemampuan Petakumpet mendapatkan klien besar (perusahaan nasional), di samping karena kredibilitasnya yang mulai diakui pasar desain grafis dan iklan. Tahun ini ia menargetkan mampu meraup omset Rp 3,8 miliar. Melihat kinerjanya selama ini, nampaknya Petakumpet tak akan mengalami kesulitan berarti buat mencapai target tersebut.
Apalagi, tahun 2003 nama Petakumpet semakin melambung di dunia desain grafis dan periklanan. Betapa tidak. Pada tahun itu, perusahaan ini berhasil memboyong sebagian besar piala pada event adu kreativitas desain grafis. Acara Pinasthika Wydiaswara yang diadakan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia DIY itu diikuti hampir seluruh biro iklan di Ja-Teng dan DIY.
Kini Petakumpet memosisikan diri sebagai jembatan kreatif antara klien dan media (printing, audio, visual dan audio visual). Nilai plus menggunakan jasa Petakumpet, dijelaskan Arief, adalah pada ide-ide segar yang terus dikembangkan setiap hari, modelnya up-to-date, efektif, efisien dan powerfull. Petakumpet
terus membuat output kreatif yang sellable sekaligus artistik.
Adapun layanan yang disediakannya, antara lain, pembuatan kampanye promosi (above the line dan bellow the line), identitas korporat (logo, nama merek, stationery set, dan sebagainya), serta media placement. Selain itu, juga ada beberapa divisi pendukung seperti graphic boutique yang menangani pembuatan laporan tahunan, brosur, poster, kalender, katalog, buku, kartu pos, kartu undangan, kemasan, dan sebagainya. Kemudian, divisi multimedia, menawarkan jasa web design, interactive CD, CD presentation, opening tune, credit title, short animation, dan sebagainya. Ada juga divisi ilustrasi, yang antara lain memberikan layanan manual drawing, digital drawing, komik dan story board. Layanan kreatif satu atap ini, menurut Arief, biasa disebut Advertising Plus, bertujuan memaksimalkan potensi pasar dengan ide-ide segar yang punya nilai jual.
Paparan di atas sekaligus membuktikan Arief dkk. berhasil membawa Petakumpet seri dua menjadi perusahaan desain grafis dan periklanan paling terintegrasi di DIY dan Ja-Teng. Toh, mereka belum puas. Mereka terus berupaya memimpin pasar di bidang yang mereka tekuni. Posisi strategis itu ditargetkan bisa dicapai tahun ini juga. Sebagai langkah awal, Petakumpet, seperti dijelaskan Arief, akan meluncurkan identitas korporat baru.
Tak berhenti sampai di situ. Dalam usianya yang masih balita Petakumpet mencoba mengembangkan unit bisnis baru lewat divisi produksi outdoor. Petakumpet menerbitkan Blank, majalah desain grafis pertama di Indonesia, juga mendirikan Rautan (bimbingan masuk ISI), Vicarus (creative event organizer) dan Egrang (creative retail). Tahun depan Petakumpet akan melengkapi dirinya dengan membuka pictory comic -- perusahaan komik.
Selain itu, demi kepuasan pelanggan, Petakumpet tak segan memanfaatkan teknologi informasi. ?Dengan TI, klien tak perlu lagi capek-capek datang ke kantor Petakumpet yang terpencil dan cocok untuk main petak umpet beneran ini,? ujar Arief setengah bercanda. ?Para petugas marketing kami akan datang membawa laptop dan dengan teknologi wireless mereka bisa melihat perkembangan desain yang sedang dikerjakan. Jika ingin melakukan perubahan, bisa langsung disampaikan dan akan langsung dikerjakan oleh tim desain di kantor Petakumpet,? tambahnya bangga. Ia melanjutkan, perusahannya menggunakan Internet selama 24 jam, dan semua klien bisa memantau pesanannya dengan fasilitas itu.
Di mata pengamat desain grafis Sumbo Tinarbuko, kehadiran Petakumpet dalam kancah bisnis berbasis desain grafis merupakan fenomena menarik. Karya grafisnya paling tidak telah memberikan warna baru dalam perkembangan desain grafis di Indonesia, khususnya di Yogya. Bahkan, menurut Dosen Fakultas Seni Rupa ISI Yogya itu, dalam dunia desain komunikasi visual, Petakumpet telah menjadi genre atau mazhab tersendiri. Maksudnya? "Saat ini Petakumpet telah menjadi kiblat yang banyak dianut mahasiswa desain grafis," jelas Sumbo meyakinkan. Menurutnya, kualitas desain grafis bisa dilihat dari empat aspek: tipografi, komposisi, ilustrasi dan media. "Anak-anak Petakumpet sangat cerdas dalam memainkan keempat aspek itu, sehingga menghasilkan
desain yang sering membuat orang terkagum-kagum," ujar pakar desain grafis yang juga penulis itu memuji. ?Mereka berhasil mengangkat citra desain grafis menjadi karya seni bernilai jual tinggi,? sambungnya.
Itu sebabnya, Sumbo tak merasa heran, klien tetap datang ke Petakumpet, meski perusahaan ini dikenal memasang tarif paling mahal di DIY dan Ja-Teng. Mereka berani bermain dengan gaya konstruktivisme. Selain itu, Petakumpet adalah pelopor penggunaan white space dan blank space. Kelebihan itu juga diakui M. Nanang Nurdiyanto, pemilik Kelir Communication -? biro iklan yang juga kompetitor Petakumpet. "Saya orang yang angkat topi dengan desain karya Petakumpet. Mereka memang luar biasa," kata Nanang jujur. ?Petakumpet berhasil berproses dan meningkatkan kinerjanya dengan pendekatan visi, misi dan eksekusi yang cukup intens. Sense of creative boutique-nya sangat kuat. Prestasi yang telah dicapai minimal menandakan kualitas kreatifnya sangat layak bersaing ke depan."
Meskipun demikian, itu tak berarti Petakumpet boleh berleha-leha. Sumbo berpesan agar kru Petakumpet jangan puas dulu dengan apa yang mereka hasilkan saat ini. Mereka harus rajin menggali ide-ide baru, agar orang tidak jenuh. Pesan Sumbo dijawab Arief dengan pembeberan rencana perluasan pasar ke Surabaya dan Semarang. ?Tak lama lagi Petakumpet akan membuka cabang di Surabaya dan Semarang. Kedua kota itu kami pilih duluan, karena Petakumpet telah punya banyak klien di sana,? kata Arief sembari tersenyum.