Listed Articles

Potensi Investasi Geothermal Indonesia Makin Besar

Oleh Admin
Potensi Investasi Geothermal Indonesia Makin Besar

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia belum lama membuka pintu lebih lebar untuk investor energi. Lebih khusus, pintu investasi energi baru terbarukan disambut baik oleh Jero Wacik. Sebetulnya, investasi panas bumi atau geothermal sebagai sumber energi bukan hal baru. Tak sedikit perusahaan energi yang sudah memulai proyek tersebut sejak puluhan tahun lalu di bumi Indonesia.

Menteri ESDM, Jero Wacik

Menteri ESDM, Jero Wacik

Sebut saja Schlumberger, perusahaan penyedia jasa perminyakan terbesar dunia ini sudah sejak 83 tahun lalu menjajaki bumi Indonesia. Untuk mengeksplorasi geothermal, ia bahkan memiliki produk jasa tersendiri yang dinamakan GeoThermEx.

“Geothermal belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Untuk listrik, geothermal baru menyumbang 1,9% dari keseluruhan tenaga listrik yang dihasilkan,” ungkap Amin Hartoni, Business Development Manager PT Schlumberger Geophysics Nusantara. Menurut Amin, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia agar geothermal Indonesia dapat digarap secara optimal. Pria jebolan Universitas Gajah Mada ini pun menuturkan bahwa dengan semakin terbukanya pintu investasi energi baru terbarukan, geothermal akan semakin diminati.

Seirama dengan Amin, Prasasti Asandhimitra pun mengakui geothermal belum banyak menyumbang pasokan energi listrik nasional. Menurut Team Manager Communications Policy, Government & Public Affairs Chevron Geothermal and Power ini, tiga proyek geothermal Chevron yang sudah berjalan hanya memasok listrik 1,273 megawatt.

Sudah lebih dari 30 tahun Chevron menjelajahi bumi Indonesia. Saat ini perusahaan yang berpendapatan terbesar dunia tersebut menjalankan dua proyek geothermal yaitu di Salak dan Darajat, Jawa Barat. Proyek Salak menyumbang listrik 259 megawatt, sedangkan Darajat 377 megawatt. Jumlah ini mewakili lebih dari 50% total produksi geothermal dan menerangi 3,9 juta rumah. Chevron tengah menjajaki Suoh Sekincau, Lampung. Bahkan proyek ini sudah berbadan hukum Perseroan Terbatas, bukan lagi Limited seperti Salak dan Darajat.

“Pengeboran geothermal dilakukan di area ketinggian 700 di atas permukaan laut. Kedalamannya pun minimal 1000 meter,” jelas Sasti. Mencari ladang panas bumi memang gampang-gampang susah. Panas dan tekanan udara di lapisan bumi tertentu adalah faktor utama yang harus diperhatikan. Sementara itu belum ada ilmu yang bisa mengetahui kondisi panas dan tekanan udara di lapisan bumi sedalam itu. Hal ini yang menyebabkan modal awal proyek geothermal sangat tinggi.

“Tapi kalau sudah dapat, kontraknya bisa 40 sampai 60 tahun dengan Power Purchasing Agreement (PPA) PLN,” Santi menuturkan. Proyek energi geothermal sebetulnya sangat menguntungkan berbagai pihak. Energi ini tidak akan habis seiring keberadaan geothermal di perut bumi. Air yang diangkat ke permukaan pun akan diinjeksi lagi ke dalam bumi untuk ‘direbus’ hingga menghasilkan energi geothermal baru.

Menariknya, tidak seperti minyak, energi yang dihasilkan geothermal tidak bisa dikemas dan diekspor. Energi tersebut hanya bisa digunakan oleh masyarakat sekitar. Oleh karena itu proyek ini kerap menarik perhatian pemerintah daerah mengingat besarnya keuntungan bagi daerah setempat.

“40% panas bumi dunia ada di Indonesia,” ungkap Jero. Untuk memperluas peluang investasinya, pemerintah akan menaikkan harga jual listrik, memberi insentif berupa bebas pajak selama riset pengeboran, dan mempermudah perijinan. Hal tersebut disampaikan Jero dalam pembukaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi pada Selasa 17 Juli 2012. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved