Listed Articles

Saingi Cina, Indonesia Jadi Target Potensial Investor

Saingi Cina, Indonesia Jadi Target Potensial Investor

Pasar Asia menjadi pasar menarik bagi investor yang lesu dengan keadaan ekonomi Amerika Serikat. Bersaing dengan Cina dan India, Indonesia menjadi pasar potensial bagi investor terkait kuatnya aktivitas ekonomi, peningkatan GDP dan mata uang yang kuat.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Global Chief Investment Officer Manulife Asset Management, Barry Evans, sat ditemui di Crown Plaza, Jakarta. Pasar Asia menyumbang lebih dari 50% perkembangan ekonomi dunia dengan Cina dan Indonesia sebagai negara yang berperan besar. Selain alasan diatas, Indonesia menjadi ‘surga’ bagi investor karena keuntungan yang ditawarkan perusahaan Indonesia atraktif dan meningkat pesat. Sayangnya, investor masih terpaku dalam melirik pasar saham dan obligasi.

“Pasar obligasi di Asia mencapai sepuluh kali lipat dalam kurun 10 tahun terakhir. Ini menjadikan asia sebagai pasar obligasi keempat terbesar di dunia. Saat ini, kepemilikan investor asing dalam obligasi pemerintah indonesia mencapai Rp 225 triliun atau 33% dari total kepemilikan obligasi pemerintah Indonesia,” ujar Barry Evans. Menurutnya, investor global tidak terlalu fokus pada figur inflasi domestik karena mereka lebih memperhitungkan imbal hasil total dalam mata uang lokalnya, terutama dolar AS.

Menurut Head of Fixed Income-Asia Manulife Aset Management, Yu-Ming Wang, terdapat beberapa keunggulan bagi investor yang ingin berinvestasi pada pasar obligasi Indonesia. Pertama, kebijakan Bank Indonesia memberikan dorongan postif bagi pergerakan pasar modal Indonesiua dengan mendorong investor asing berpartisipasi dalam pasar modal jangka panjang ataupun jangka pendek. Kedua, Indonesia memiliki durasi obligasi yang bervariasi (hingga tenor 20 tahun) untuk memenuhi berbagai kebutuhan investasi. Ketiga, menguatnya nilai tukar Rupiah akan mengendalikan inflasi pada level yang relatif rendah.

“Kenaikan peringkat kredit Indonesia yang didorong oleh meningkatnya cadangan devisa Indonesia hingga mencapai lebih dari US$ 100 miliar, akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki peringkat investment grade,” ujar Yu-Ming Wang lagi. Meskipun begitu, Manulife Aset Manajemen Indonesia masih menyayangkan produk fixed income yang masih kalah saing dengan pasar saham.

“Penetrasi reksadana kita cuma 6%, kalah dibandingkan Malaysia dengan angka 40% sampai 50%. Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 200 ribu high net worth individuals (HNWI) dengan total simpanan deposito mencapai Rp 400 triliun dengan rata-rata Rp 2 miliar per rekening,” kata Presiden Direktur PT. Manulife Aset Manajemen Indonesia, Legowo Kusumonegoro. Sementara itu, sekelompok orang yang termasuk mass affluent adalah pemegang lebih dari 2 juta rekening sebesar rata-rata Rp 288 juta per rekening. Kedua segmen inilah yang diincar bank-bank consumer wealth.

Untuk Indonesia secara keseluruhan di 2010, penetrasi fixed income hanya 22%. Karena itu, Legowo menargetkan di 2011, dana fixed income mencapai lebih dari 30%. “Secara umum, pasar reksa dana masih sangat menggiurkan hingga tahun mendatang karena perekonomian Barat lemah sedangkan pasar Indonesia semakin menguat. Investor tentu mencari pasar yang lebih menguntungkan,” kata Legowo lagi.

Hingga akhir April 2011, dana kelolaan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia sebesar Rp 27,3 triliun dengan Rp 10 triliun diantaranya untuk reksadana. Dibandingkan April 2010, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia mengumpulkan Rp 22 triliun dengan reksadana sebesar Rp 7,5 triliun. Perusahaan tersebut menargetkan hingga akhir 2011, berhasil mengumpulkan dana Rp 30 triliun sampai Rp 32 triliun, atau pertumbuhan 25% dibandingkan tahun lalu. Perusahaan saat ini memiliki mitra 12 bank dan ditargetkan 15 bank hingga akhir tahun untuk mendistribusikan reksadana. Bank tersebut diantaranya Commonwealth Bank, Standard Chartered Bank, DBS Bank, HSBC, UOB Buana, CIMB Niaga, Mandiri, BII, Permata, BRI, Bukopin dan Anz.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved