Listed Articles

Strategi Licin Evalube

Oleh Admin
Strategi Licin Evalube

Visi besar A.P. Batubara, pendiri sekaligus Komisaris Utama PT Wiraswasta Gemilang indonesia (WGI) mengembangkan perusahaan pelumas yang disegani di negeri ini nampaknya mulai menunjukkan titik terang. Pasalnya, performa penjualan produk-produk WGI belakangan menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan.

Dibanding Pertamina yang menguasai lebih dari 55% pangsa pasar pelumas nasional, memang masih jauh. Namun, WGI yang baru beroperasi sejak 8 tahun lalu kini telah berhasil merengkuh sekitar 15% pasar melalui dua merek andalannya, Pennzoil dan Evalube. Hebatnya lagi, prestasi ini diraih dalam situasi persaingan yang sangat ketat. “Ada lebih dari 40 perusahaan dengan sekitar 200 merek yang bertarung di pasar ini,” ungkap Timotius Oyong, General Manager Divisi Evalube WGI. Timotius menambahkan, suplai pelumas yang beredar di pasar saat ini mencapai 1,2 miliar liter/tahun, sementara kebutuhan pelumas nasional hanya sekitar 50% dari jumlah itu, yaitu 670 juta liter. “Persaingan yang ada saat ini jelas bukan persaingan yang mudah,” ujarnya lagi.

Namun, dalam persaingan yang ketat sekalipun, Evalube dapat terus tumbuh. Malahan, dalam dua tahun terakhir tingkat pertumbuhannya melebihi ?kakaknya?, Pennzoil. Dewi A. Hilman Rasyid, GM Komunikasi Korporat WGI, membenarkan data itu. Dikatakannya, berkat inovasi, strategi komunikasi dan distribusi yang tepat, Evalube berhasil meraih penjualan yang tidak kalah besar dibanding Pennzoil.

Dewi mengungkapkan, Evalube lahir karena adanya semangat nasionalisme pendiri WGI. Dikatakannya, meski WGI telah mengantongi lisensi untuk memproduksi dan memasarkan merek Pennzoil di Indonesia, tetap saja dinilai masih belum cukup. “Kami ingin membuktikan bahwa kami tidak hanya bisa memproduksi produk berlisensi, tapi juga produk lokal dengan mutu yang tidak kalah dari produk berlisensi,” ujarnya.

Keseriusan WGI dalam mengembangkan produk dibuktikan dengan dibangunnya laboratorium pengembangan produk sejak awal pendirian perusahaan. Padahal, untuk itu, WGI harus merogoh kocek sangat dalam mengingat infrastruktur lab tersebut sangat mahal. “Biasanya perusahaan pelumas hanya memiliki pabrik, tapi WGI, selain punya pabrik, juga punya lab sendiri,” ungkap Dewi sambil menjelaskan, saat ini hanya empat produsen yang memiliki lab pengembangan produk. Baru-baru ini WGI memperoleh ISO 17025, sebagai akreditasi lab penguji pelumas.

Lagi pula, Dewi melanjutkan, pasar pelumas di Indonesia terlalu besar bagi WGI jika hanya mengusung satu merek. Dengan tidak adanya aturan mengenai usia kendaraan, maka jenis dan varian pelumas di Indonesia menjadi sangat beragam. “Kendaraan dengan tahun pembuatan yang berbeda memiliki spesifikasi pelumas yang berbeda pula,” ujarnya.

Karena alasan itu pulalah, WGI tidak ragu meluncurkan Evalube pada tahun 1997. “Evalube bukan fighting brand. Produk ini merupakan complementary produk Pennzoil,” kata Dewi sambil menjelaskan bahwa meski mengantongi lisensi merek Pennzoil, tetap saja WGI memiliki keterbatasan dalam memproduksi varian-varian yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar lokal di Indonesia. Selain itu, Evalube juga ditujukan untuk konsumen dengan daya beli yang tidak terlalu tinggi. Dari sisi harga, Evalube memang berada di bawah Pennzoil. Untuk roda dua, harga Evalube dipatok 15%-20% di bawah Pennzoil. Adapun untuk roda empat, harganya bisa 20%-30% di bawah Pennzoil.

Dengan harga yang lebih rendah, Evalube juga menyasar segmen pasar yang berbeda. “Evalube kami tujukan untuk konsumen kelas menengah, tidak sampai bawah,” ujarnya. Menurutnya, di pasar pelumas, segmen menengah-atas yang paling besar, mengingat pemilik kendaraan bermotor biasanya berasal dari kalangan itu. Selain itu, kebanyakan pemilik kendaraan juga tidak mau ambil risiko menggunakan pelumas murah yang berkualitas rendah.

Karena ditujukan untuk pasar yang berbeda, distribusi Evalube pun menggunakan pola yang berbeda dari Pennzoil. Timotius menjelaskan, Pennzoil memulai aktivitas distribusinya dari kota (baca: Jawa), baru kemudian menyebar ke daerah, sedangkan Evalube sebaliknya. Kantong konsumen yang dibidik Evalube lebih banyak tersebar di daerah.

Dalam mendistribusikan produknya di daerah, Evalube memiliki cara yang tergolong unik. Selain kepada peritel dan bengkel, Evalube juga melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan pemuka di daerah tersebut. Timotius menjelaskan, meski kepadatan penduduknya tidaklah serapat di kota besar, warga daerah sangat menghormati tokoh masyarakat di daerahnya. “Bagaimanapun, di dalam penjualan, personal selling tetap berpengaruh. Karena itu, kami menyiapkan rekening atau tabungan emosi,” ungkap Timotius.

Dijelaskannya, dalam mendisribusikan Evalube, mereka membagi Indonesia ke dalam empat wilayah, yaitu Sumatera, Jawa dan Bali, Kalimantan, serta Sulawesi berikut Kawasan Timur Indonesia, dengan menunjuk beberapa distributor lokal. Saat ini Evalube didistribusikan oleh lebih dari 20 perusahaan distributor lokal di seluruh Indonesia. “Pembagian wilayah ini sangat penting, karena setiap wilayah memiliki pola distribusi barang yang berbeda,” ujarnya.

Khusus di Jakarta, Bekasi dan Bandung, Evalube juga didistribusikan dengan pola yang berbeda, yaitu penjualan langsung. Pembedaan ini, menurut Timotius, ditujukan agar pihaknya sebagai prinsipal tahu pasti kondisi di lapangan. “Sebagai produsen, WGI sering memberikan pelatihan kepada distributor. Namun, bagaimana kami bisa memberikan pelatihan dengan baik jika kami tidak mengetahui kondisi yang ditemui di lapangan,” ujarnya. Karenanya, mereka membentuk organisasi distribusi di ketiga kota itu, untuk mengetahui kondisi lapangan secara pasti.

Menurut Timotius, peranan distribusi di industri pelumas sangat vital. Dengan distribusi yang dalam dan merata, 50% persyaratan sudah terpenuhi. Sisanya adalah promosi, rekomendasi bengkel dan produk itu sendiri. Maka, peran tenaga penjual juga tidak kalah besar, karena merekalah yang berhadapan langsung dengan peritel dan bengkel untuk menjelaskan spesifikasi produk. Untuk itu, WGI memilih mengelola sendiri tenaga penjualnya yang kini berjumlah sekitar 150 orang. Padahal, menurut Timotius, WGI bisa saja menyerahkan urusan itu kepada pihak distributor. “Dengan me-manage sendiri para salesman, kami berusaha menumbuhkan self belonging dalam diri salesman sehingga mereka mau menjual secara baik dan benar,” ujarnya. Selain itu, Timotius menyebutkan, dengan mengelola sendiri tenaga pejualnya, pihaknya juga dapat mengatur pelatihan buat mereka sesuai dengan kebutuhan.

Dalam promosi, Evalube dan kebanyakan produsen lain tidak terlalu banyak berbuat. Selain Pertamina dan Top 1, pemain lain sepertinya menerapkan strategi hit and run. Tidak banyak dari mereka yang berani bersaing secara frontal dalam promosi above the line dengan kedua produsen itu. Maklumlah, rata-rata mereka mengaku memiliki anggaran yang tidak sebesar kedua produsen tersebut. Pennzoil, misalnya, menurut catatan Nielsen Media Research, pada periode Januari-Maret 2004 hanya menggelontorkan Rp 4,01 miliar untuk mengomunikasikan produknya di berbagai media. Evalube bahkan lebih kecil lagi, Rp 0,5 miliar saja. Bandingkan dengan Top 1 yang pada periode yang sama menghabiskan Rp 34,3 miliar.

Namun, Dewi menolak jika dikatakan bahwa WGI menerapkan strategi promosi hit and run. Diakuinya, untuk promosi di media televisi, WGI memang memiliki kebijakan sendiri; mereka tidak akan habis-habisan beriklan di media tersebut dengan alasan mahal. Namun, di media lain seperti koran, tabloid dan majalah, iklan WGI rutin menghiasi. Bahkan di beberapa tabloid otomotif, WGI mengikat kontrak jangka panjang untuk mengiklankan produknya. Lebih jauh lagi, Dewi menjelaskan, WGI pun membedakan strategi komunikasinya di media cetak. “Untuk media otomotif dan surat kabar harian, kami menerapkan strategi hard selling, sedangkan di media non-otomotif iklan WGI lebih ditujukan untuk pembangunan image.”

Lain halnya dengan PT Bahana Nusa Lubrindo (BNL). Pemegang lisensi pelumas asal Italia, Agip, ini memang sengaja mengerem aktivitas promosinya pada 2004. “Perhatian masyarakat lebih tertuju pada perkembangan situasi politik dalam negeri. Karenanya, kami sementara waktu ini menghentikan aktivitas above the line,” ungkap Mico. F Kalili, Manajer Pemasaran BNL.

Saat ini, BNL memilih menggenjot aktivitas below the line, yaitu lebih mendekatkan diri kepada peritel dengan menawarkan insentif yang menarik bagi mereka yang berhasil mencapai target penjualan. Di samping itu, BNL juga berusaha masuk ke berbagai komunitas pengguna pelumas, seperti klub motor dan mobil. “Saat ini kami mensponsori beberapa klub motor dengan harapan mereka akan mempromosikan produk kami baik kepada sesama anggota klubnya maupun lainnya,” ungkap Mico.

Promosi below the line tampaknya merupakan strategi andalan kebanyakan produsen pelumas. Selain lebih murah, dengan strategi ini mereka dapat bersentuhan langsung dengan konsumen dan peritel yang menjadi target utamanya. Dewi mengatakan, selain rutin mensponsori ajang yang diselenggarakan Ikatan Motor Indonesia, WGI juga ikut dalam berbagai event otomotif lainnya. Tidak hanya itu, WGI pun saat ini menjajaki kerja sama dengan Polda Metrojaya dalam proses sosialisasi penggunaan sabuk pengaman. “Otomotif adalah dunia yang sangat dinamis, karenanya kami harus menyiapkan bujet cadangan yang akan dikeluarkan sesuai dengan perkembangan yang terjadi,” jelas Dewi.

Tahun ini, pasar pelumas diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 6%-8%. Hal ini didasarkan pada dugaan pertambahan jumlah kendaraan roda dua sebanyak 3,2 juta unit dan kendaraan roda empat sebanyak 400 ribu unit. Untuk mengantisipasi pertumbuhan ini, baik WGI maupun BNL memiliki strategi yang relatif sama, yaitu berinovasi untuk meluncurkan produk-produk baru dengan spesifikasi tertinggi.

Evalube, misalnya, tahun ini telah meluncurkan empat produk baru untuk kendaraan roda dua dan empat. Tidak hanya sampai di situ, mereka pun melengkapi produknya dengan berbagai sertifikasi, baik dari lembaga lokal maupun internasional. Evalube Moly-Tech, misalnya, pelumas ini dinyatakan telah lulus uji di laboratorium Motor Bakar Institut Teknologi Bandung, sebagai pelumas yang mampu dipacu sejauh 10 ribu km nonstop.

Selain Moly-Tech, Evalube juga baru saja meluncurkan produk khusus roda dua yang selama ini menjadi pasar terbesarnya, yaitu Evalube 4T Pro Synthetic AS dan 2T Pro Syntehtic LS. Bahkan untuk kedua produk ini, Evalube tidak hanya memenuhi standar Japan Automobile Standards Organization, tapi juga American Petroleum Institute, dua lembaga yang selama ini menjadi patokan dalam perkembangan pelumas dunia. “Ini merupakan bukti bahwa Evalube bukanlah produk kacangan,” kata Timotius bangga.

Dalam pandangan Handito Hadi Joewono, Mitra Pengelola Arrbey Indonesia, apa yang dilakukan Evalube tergolong cukup baik. Handito mengatakan, dengan langkah-langka yang ditempuhnya itu, Evalube telah memenuhi beberapa persyaratan dalam pengembangan produk, yaitu inovatif, harga yang kompetitif, serta tenaga penjual yang aktif. Hanya saja, menurutnya, sebagai merek lokal citra Evalube harus lebih ditinggikan lagi. “Konsumen masih sangat terpengaruh oleh merek-merek asing,” ujarnya singkat.

Handito menyarankan, Evalube harus lebih mendekatkan diri kepada konsumen secara langsung. Pasalnya, dengan cara inilah mereka dapat mengetahui kebutuhan konsumen secara lebih mendetail.

Dengan segenap usaha yang telah dan akan terus dilakukannya, tahun ini Evalube ditargetkan mencapai pertumbuhan di atas 50%. “Secara total perusahaan, tahun ini kami menargetkan meraih 20% pangsa pasar pelumas di Indonesia,” ungkap Dewi yakin.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved