Listed Articles

Teror Bom Mengancam, Asuransi Terorisme Naik Daun

Oleh Admin
Teror Bom Mengancam, Asuransi Terorisme Naik Daun

Dalam catatan Frans Y. Sahusilawane, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, saat ini ada 46 perusahaan asuransi yang ikut memberi pertanggungan jenis asuransi yang terkait dengan bom ini. Hanya saja, biasanya masing-masing perusahaan menamakan jenis asuransi ini dengan sebutan berbeda-beda, meski kebanyakan menyebutnya sebagai asuransi terorisme. PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), seperti dikatakan Kepala Humasnya Dewi Pujiastuti, misalnya, memasukkan asuransi karena bom ke dalam jenis asuransi terorisme dan sabotase.

Terjadinya ledakan bom di Bali, Hotel Marriot, dan yang baru-baru ini di Kedubes Australia, naga-naganya berperan besar dalam menyulut animo terhadap asuransi jenis ini. “Ini menunjukkan adanya kebutuhan terhadap asuransi terorisme,” kata Frans. Ia juga menunjukkan data, setelah bom Bali sebenarnya juga telah terjadi peningkatan meski belum signifikan. Saat itu baru 100 gedung diasuransikan dengan jenis ini. Namun setelah bom Marriot, Frans mencatat sudah sekitar 600 gedung yang ikut asuransi jenis ini. Nah, bisa dipastikan, setelah kejadian bom di Kedubes Australia antusiasme pengelola gedung untuk ikut asuransi akan meningkat tajam.

Saat ini para pemain terbesar di segmen asuransi terorisme terdiri dari sejumlah perusahaan yang selama ini memang berjaya di segmen asuransi umum. Sebut saja nama-nama seperti PT Asuransi Tugu Pratama, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), PT Asuransi Central Asia, PT Asuransi Astra Buana, dan PT Asuransi Sinar Mas. Namun yang perlu dicatat, di semua perusahaan asuransi kerugian, baik yang berskala besar atau kecil, asuransi terorisme atau huru-hara ini tidak berdiri sendiri, melainkan hanya ekstensi dari jenis asuransi yang sudah ada seperti asuransi properti dan asuransi kendaraan bermotor. “Jadi, asuransi terorisme dan sabotase harus ada polis induknya,” kata Dewi.

Contohnya, di Jasindo asuransi terorisme dan sabotase merupakan perluasan dari asuransi properti, kendaraan bermotor dan pesawat terbang. Jadi, prosedurnya di Jasindo, bila sudah punya polis induk, entah itu asuransi properti atau kendaran, nasabah bisa mendapatkan perluasan asuransi terorisme dan sabotase dengan tambahan premi 0,5%. Tentu ini tak berlaku bila memang sejak awal sudah dipaket — semua sudah terkover oleh premi asuransi induk — yang berarti otomatis tak perlu membayar tambahan premi.

Dalam pengamatan Frans, besarnya premi asuransi jenis ini memang beragam, 0,02% hingga 0,075% per tahun. Khusus untuk gedung, berdasarkan kemampuan dalam negeri, klaim yang bisa dibayar hanya sampai Rp 50 miliar. Namun kalau harga gedung di atas Rp 50 miliar, ada perhitungan premi tersendiri yang biasa disebut first loss, yaitu perusahaan asuransi menjamin kerugian hanya Rp 50 miliar, tetapi harga premi di bawah 0,075%. Menurut Frans, harga premi asuransi ini sebenarnya relatif murah. Ia mencontohkan untuk harga gedung senilai Rp 100 juta, premi yang harus dibayar hanya Rp 20 ribu/tahun (dengan catatan preminya hanya 0,02%).

Di Jasindo, Dewi mengungkapkan, permintaan perluasan asuransi terorisme dan sabotase kebanyakan datang dari pemegang polis asuransi properti. Anehnya, kebanyakan permintaan bukan dari Jakarta tapi dari daerah seperti Bogor dan Solo. Di Jakarta, kendati juga banyak permintaan perluasan asuransi jenis ini, sebagian besar ke perluasan asuransi huru-hara. “Sekitar 5% nasabah Jasindo yang meminta perluasan asuransi terorisme dan sabotase,” terang Dewi. Yang jelas, pada saat bom Kedubes Australia, Jasindo membayar 5 klaim asuransi mobil para nasabah yang terkena bom. Sayang, Dewi tak tahu persis jumlah klaim asuransi terorisme dan sabotase yang dibayarkan. Hanya saja, secara umum klaim Jasindo tahun ini, hingga Juni 2004, senilai Rp 182 miliar. Adapun tahun 2003 sebesar Rp 350 miliar.

Ke depan, Frans melihat prospek pertumbuhan asuransi ini masih biasa-biasa saja. “Asuransi terorisme hanya situasional,” tandasnya. Bahkan, kalau kondisi negeri ini makin membaik, akan banyak nasabah yang tak lagi membeli asuransi terorisme. Buktinya, banyak nasabah yang membeli asuransi ini setelah bom Bali, tetapi beberapa bulan kemudian banyak yang tak membeli lagi karena dinilai aman. Padahal, terorisme dan sabotase hadir tanpa bisa diduga.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved