MU, yang baru saja ditinggal CEO-nya karena dibajak oleh Chelsea yang kini sedang banyak duit, memilih cara "aman", yaitu merekrut anak-anak muda berbakat hebat, tapi belum punya nama hebat. Alias, mencari pemain muda hebat yang harganya masih murah. Lewat cara ini, didapatkanlah bintang seperti Ruud Van Nislteroy ataupun Tim Howard. Selain itu, sebagaimana halnya Ajax Amsterdam, klub yang dijuluki ?Setan Merah? ini juga mengandalkan sekolah sepak bolanya. Anak-anak yang ditemukan oleh tim pencari bakat kemudian digembleng di semacam laboratorium sepak bola, MU Soccer School, di bawah asuhan Sir Alex Ferguson. Melalui kerja keras itu, lahirlah para bintang seperti David Beckham, Paul Scholes dan Ole Gunnar Solskjaer.
Karena sebagian besar pemain itu dipoles bersama sejak awal, lahirlah komposisi tim yang solid. Jarang sekali terjadi perselisihan karena kultur mereka telah terbentuk. Orang baru semacam Nislteroy ataupun Howard pun jadi gampang beradaptasi. Dengan demikian, Fergie bisa lebih berkonsentrasi mengatur strategi dan taktik permainan. Tak heran, dalam 11 kali musim kompetisi terakhir, MU merebut 8 kali juara Divisi Utama Liga Inggris dan dua kali merebut Piala Champion ?- banyak yang diraih secara fenomenal. Tak heran, MU menarik minat banyak orang di seluruh dunia menjadi penggemarnya. Apalagi, kemudian didukung Beckham yang tak hanya bertambah ganteng, tapi juga piawai membangun brand dirinya.
Sementara itu, RM cenderung memilih jalan tol: mengambil pemain-pemain yang sudah terkenal. The White Angel ini biasa membeli salah satu pemain terbaik dunia setiap tahun, seperti Louis Figo, Zinedine Zidane, Ronaldo dan terakhir Beckham.
Klub yang mendominasi La Liga dan 9 kali meraih Piala Champion ini tak perlu bersusah payah mendidik pemain. Tinggal mencomot pemain bintang yang dimauinya. Namun, mengelola para bintang tidaklah mudah, karena setiap bintang cenderung memiliki ego yang tinggi. Sehingga, kumpulan pemain bintang tidak menjamin terus muncul prestasi hebat. Tak heran, RM beberapa kali ganti pelatih, karena soal kinerja yang tidak selalu bagus. Vincent Del Bosque, pelatih yang telah mempersembahkan dua gelar Liga Champions dan satu La Liga buat RM terpaksa harus angkat kaki, sebab tidak bisa mempertahankan gelar Liga Champion. Padahal, ia baru empat tahun memegang RM menggantikan John Toschak. Kini kursinya diambil alih Carlos Queiroz. Selain gagal terus-menerus mempertahankan prestasi hebat, RM juga punya kondisi keuangan yang kurang bagus. Maklum, mereka mendapatkan pemain-pemain hebat dengan harga mahal. Namun, itulah biaya yang harus mereka bayar.
Betul bahwa biaya yang digelontorkan klub ini untuk mentransfer para bintang tidaklah menguap begitu saja. Karena, memboyong bintang juga berarti memboyong para penggemarnya. Lihat saja setelah Beckham ditarik, jutaan penggemarnya mulai menggandrungi RM. Sehingga, klub ini mulai bisa mengembalikan investasinya. Toh, tetap saja, RM sulit mengejar kinerja keuangan bagus yang bisa diraih MU.
Pelajaran apa yang bisa diambil dari dua kesebelasan tersebut? Menjadi klub yang punya prestasi hebat dan banyak penggemar tidak selalu ditempuh dengan menghamburkan duit membeli pemain top. Sepanjang bisa terus mencatat prestasi hebat, apalagi banyak di antaranya ditempuh dengan cara yang sensasional, tetap akan punya banyak penggemar. Penggemar klub sepak bola tidak ada bedanya dengan pelanggan. Yang menarik, di dunia bisnis ternyata lebih banyak perusahaan yang memilih jalan RM dibanding yang menempuh jalan MU.
Kenapa? Sekalipun masalah yang dihadapi perusahaan jauh lebih rumit dibanding klub sepak bola, tidak bisa dipungkiri bahwa perusahaan bisa punya pangsa pasar yang bagus dan kondisi keuangan yang hebat. Dengan kata lain, meraih pangsa pasar tidak boleh mengesampingkan profit. Hanya, kenyataan di lapangan sering memaksa perusahaan menghadapi kondisi antara memilih pangsa pasar dan profit. Kondisi ini, misalnya, banyak dihadapi pemain yang menghadapi pemimpin pasar yang kuat. Mereka memilih mengorbankan profit jangka pendek dalam upaya merebut pangsa pasar. Caranya, bisa dengan horizon pendek, seperti harga murah, hingga ke horizon panjang. Cara yang disebut terakhir biasanya dilakukan melalui investasi mahal, dari inovasi, mendidik pasar hingga membangun merek. Namun, ada juga yang menempuh jalan RM: mengakuisi pemain yang punya pangsa pasar bagus dan kebetulan posisi keuangannya tidak bagus.
Kondisi terbaik, tentu, pangsa pasar bagus dan profit bagus. Namun, tidak berarti, pemain yang punya pangsa pasar bagus bisa ongkang-ongkang. Mereka juga harus berinvestasi dan berinovasi, yang bisa jadi sedikit mengorbankan profit jangka pendek.
Apa artinya? Pangsa pasar dan profit bukan merupakan pilihan yang harus diambil salah satu di antaranya, tapi saling mendukung. Kalaupun tampak sebagai dua hal yang harus dipilih salah satu, harus dilihat dalam konteks jangka panjang.