Listed Articles

Trik PT Timah Pertahankan Posisi di Kancah Global

Trik PT Timah Pertahankan Posisi di Kancah Global

PT Timah Tbk yang memasok 30% pasar perdagangan timah dunia tidak mau berpuas diri dengan ‘keuntungan’ perusahaan. Selain mengkaji tambang batu bara di Kalimantan, PT Timah Tbk juga mencari ladang tambang di Vietnam dan Myanmar. Namun, masih banyak ‘senjata’ perusahaan utnuk meningkatkan profit.

Perusahaan dengan 65% saham milik negara dan 35% di masyarakat itu akan mengoptimalkan nilai perusahaan dengan diversifikasi usaha terkait likuiditas. Selain itu, PT Timah Tbk juga menciptakan produk-produk di industri hilir. “Kami akan lebih giat meningkatkan eksplorasi untuk mencari cadangan baru. Ini penting bagi perusahaan pertambangan. Saat ini kami memiliki cadangan timah 365 ribu ton, sedangkan batu bara masih kecil,” ujar Direktur Keuangan PT Timah Tbk, M Krishna Syarief.

Namun, diakui mantan Relationship Manager Citibank itu, perusahaan masih banyak menghadapi tantangan terkait dengan meningkatkan nilai perusahaan, mengurangi dampak apresiasi IDR dan meminimalisasi posisi volume valas di holding karena hingga saat ini direksi menggunakan prinsip kehati-hatian atau fokus pada produk non spekulatif, maka hedging dirasakan tidak perlu dilakukan. Padahal dengan hedging, kerugian fluktuasi kurs rupiah bisa dikurangi hingga Rp 100 miliar. Sementara saat ini, perusahaan baru mengurangi Rp 5 miliar.

Masalah lain dari perusahaan yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Krishna adalah banyaknya aset nonperasional yang belum dikelola dengan baik dan belum menjadi perhatian direksi. Kondisi 11 kapal keruk yang sudah tua, membuat hasil produksi menurun dan memerlukan biaya pemeliharaan hingga Rp 250 miliar. Belum lagi pemeliharaan kesehatan karyawan dan pensiunan yang meningkat tajam dalam 4 tahun terakhir (Rp 55 miliar di 2007 menjadi lebih dari Rp 75 miliar di 2010).

“Selain itu, banyak aset yang belum dikelola baik oleh perusahaan afiliasi seperti rumah sakit karena masalah legalitas, belum ada kontribusi pendapatan dan ada ketergantungan pendanaan dari perseroan sementara dana dikelola oleh yayasan,” kata Krishna lagi.

Untuk masalah-masalah tersebut Krishna dan tim melakukan beberapa tindakan diantaranya melakukan struktur asset non operational (ANO). Ini adalah anggung jawab direktur keuangan untuk mempercepat pendayagunaan ANO menjadi aset produktif seperti lahan di Bekasi Timur seluas 176 hektar dan lahan di Bandung dan lain-lain yang sebenarnya berpotensi meningkatkan pendapatan 2011 sebesar Rp 500 – 750 miliar.

Terobosan lain yang dibuat Krishna adalah mempercepat investasi berupa 4 unit Bucket Whell Dredge senilai US$ 150 juta untuk mengganti 11 kapal keruk yang sudah tua dan tidak efisien. Dampak analisisnya adalah saving CAPEX per tahun sebesar Rp 250 miliar. Penggunaan asuransi untuk pelayanan kesehatan karyawan dan evaluasi kebijakan direksi terhadap pelayanan kesehatan bagi para pensiun mampu mengurangi pemeliharaan kesehatan karyawan tahun 2011 lebih dari Rp 20 miliar. Aset produktif seperti rumah sakit juga meningkatkan pendapatan hinggga Rp 15 miliar.

Ia melihat, belum ada nilai tambah yang didapat persero sejak berpartisipasi dalam penyertaan dana di beberapa perusahaan seperti dengan Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (AJTM), program penyehatan dengan salah satu perusahaan asuransi dengan kepemilikan saham 30%. “Kami harus memastikan tersedianya dana likuiditas untuk kebutuhan operasional. Saat ini total cash yang diputar mencapai Rp 1,7 triliun,” kata Krishna.

Tantangan yang tersulit baginya adalah menyatukan visi misi. Karena sebagai bagian dari manajemen, Krishna harus bisa memberikan energi lebih untuk memberikan update informasi kepada manajemen. “ Di Timah, kami tak hanya membangun lingkungan tapi juga membangun ekonomi yang berdampak terhadap lingkungan yang luas sekali,” ujar pria kelahiran Oktober 1967 ini. (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved