Menurut Brad Orgill, Head of Asia Pacific Equities UBS, pasar Indonesia kini scriptless dan penyelesaian delivery versus payment (DVP) telah terbentuk dengan baik. Pada saat yang bersamaan, mata uang rupiah telah beberapa lama stabil dan suku bunga telah mengalami penurunan secara nyata. “Indonesia telah menunjukkan perbaikan dan kami melihat bahwa ini akan berkelanjutan. Sehubungan dengan prospek pasar yang luar biasa di Indonesia, sekarang adalah saat yang tepat bagi UBS mengukuhkan komitmennya untuk mengembangkan layanan onshore broking–nya di Jakarta,” ucap Orgill.

Berkaitan dengan itu, UBS berencana menambah tim penjualannya. Di samping itu, pialang dan floor trader PT DBS Vickers Securities (DBSV) sebagai pihak ketiga yang telah ditunjuk UBS sejak 1999 untuk melaksanakan eksekusi dan penyelesaian transaksi. “Kami melihat bahwa pialang dan pialang di lantai bursa di DBSV yang telah berdedikasi melakukan jual-beli atas nama UBS, akan dipekerjakan kembali oleh UBS dengan ditambah sejumlah karyawan baru,” tambah Sarah-Jane WAGG, Head of Indonesian Equities UBS. Namun, seberapa banyak jumlah tim tambahan tersebut tidak dirinci oleh Sarah.

UBS telah berada di Indonesia sejak 1991 dan unggul dalam riset ekuitas maupun kemampuan penjualan. Riset UBS Indonesia menempati peringkat pertama dalam peringkat riset seluruh Asia dari investor institusional selama 3 tahun terakhir. Selain itu, UBS memiliki posisi yang dominan dalam pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Transaksi yang dipimpin dan dikelola oleh UBS termasuk, antara lain, US$ 488 juta penawaran saham perdana untuk Bank Rakyat Indonesia, block trade US$ 336 juta saham Bank Mandiri, penawaran obligasi senilai US$ 350 juta untuk Excelcomindo dan penawaran obligasi BRI senilai US$ 150 juta. UBS juga adalah penasehat tunggal untuk Astra dalam pembelian kembali piutang seri II senilai US$ 113,5 juta.