My Article

Ada Apa dengan Menantea?

Oleh Editor
Ada Apa dengan Menantea?

Utomo Njoto, Senior Franchise Consultant dari FT Consulting – Indonesia.

Website: www.consultft.com, Email: [email protected]

Utomo Njoto, Konsultan Waralaba

Salah satu merek yang trending dalam bisnis teh di Indonesia adalah Menantea. Toko pertamanya resmi dibuka tanggal 10 April 2021. Tak lama berselang, pada tanggal 21 Agustus 2021, mereka dikabarkan telah menawarkan franchise/waralaba. Tentu hal ini tidak wajar karena suatu bisnis bisa ditawarkan sebagai waralaba apabila sudah memiliki STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba) yang salah satu syaratnya adalah telah memiliki pengalaman sekitar 5 tahun. Bisa jadi kekeliruan ini terjadi karena penulis beritanya kurang memahami regulasi. Karena penawarannya memang menggunakan skema dan karakteristik waralaba, maka beritanya disebut sebagai franchise.

Menjelang Ramadan 2023, tiba-tiba jagat Twitter diramaikan oleh keluhan terhadap penawaran kerja sama merek Menantea ini. Karena menyangkut nama youtuber Jerome yang gencar melakukan promosi di channel–nya, keluhan ini menyeret nama Jerome. Padahal di pendaftaran merek Menantea tidak ada nama dia. Merek ini didaftarkan denga menggunakan nama beberapa kondang seperti Hendy Setiono (founder Baba Rafi), Jehian Panangian Sijabat (kakak dari Jerome), Marlen Gracia Fransiska, dan Sylvia (founder KopiSoe).

Selain Jerome, figur publik yang terseret gonjang-ganjing Menantea adalah konsultan F&B Bisma Adi Putra yang disebut ikut membidani kelahiran merek ini. Jadi ada dua nama yang tidak ikut memiliki merek secara hukum, tapi terseret di tweet yang berisi keluhan mitra/investor Menantea.

Menurut medcom.id, beberapa netizen menanyakan masalah Menantea di akun IG dari Jerome, tapi belum ada jawaban dari yang bersangkutan. Komentar-komentar yang ada tampaknya agak tumpang tindih dengan project penawaran saham outlet Menantea dan Kumaw oleh PT Teh Ramen Indonesia di Bizhare. Komentar-komentar ini bisa dicek sendiri, di sini kita fokus ke masalah bisnisnya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Masalahnya klasik: investasi yang mulai terlihat tidak bisa balik modal. Nilai transaksi penjualan yang tidak sesuai dengan proposal kerja sama yang over_promised. Bisa juga hal ini terjadi karena kurang cermat dan selektif dalam menyeleksi atau survey terhadap lokasi yang diajukan oleh mitra/investor.

Kembali ke masalah keuangan, berikut adalah dua paragraf yang dikutip dari Kumparan yang dimuat bulan November 2022 yang akan kita gunakan sebagai referensi:

“Biaya membuka franchise Menantea untuk outlet standar adalah Rp125 juta, sedangkan outlet autopilot adalah Rp175 juta. Penting diketahui bahwa tidak satu pun dari biaya ini termasuk sewa tanah untuk tempat usaha.”

“Perhitungan omzet franchise Menantea bisa mencapai Rp35 juta hingga Rp50 juta per bulan. Keuntungan tersebut dapat diraih dalam jangka waktu sekitar 6-10 bulan untuk outlet standar, sedangkan outlet autopilot sekitar 9-20 bulan.”

Kita abaikan dulu yang autopilot. Kita asumsikan omsetnya bisa Rp 50 juta sebulan. Anggap HPP (Harga Pokok Penjuaan) 40%, masih ada profit kotor Rp 30 juta. Kalau sewanya 60 juta setahun, sebulan hanya 5 juta, sisanya 25 juta. Nah biaya operasionalnya bagaimana? Mungkin dianggap Rp 12,5 juta sehingga sisa laba bersih ada Rp 12,5 juta juga, dan balik modal Rp 125 juta menjadi 10 bulan.

Pertanyaannya, wajarkah asumsi sales Rp 50 juta itu? Berapa nilai penjualan kritis (di bawah ini arus kas bisnis menjadi negatif) yang harus diwaspadai?

Biaya operasionalnya sudah kita ketahui Rp 5 juta sewa ditambah Rp 12,5 juta biaya SDM, utilitas, dll. Total 17,5 juta. Kalau HPP 40%, berarti dengan sales Rp 30 juta sebulan (artinya sehari sejuta) bisnis ini hanya sekitar impas operasional alias tidak membukukan laba bersih, alias tidak bisa kembali modal.

Mari kita simulasikan dalam format spreadsheet:

Untuk lokasi-lokasi dengan biaya sewa Rp 60 juta setahun, kalau tidak mampu menghasilkan penjualan 50 porsi (cup) sehari, maka di atas kertas ada risiko kerugian biaya operasional. Mungkin secara aliran uang atau arus kas tidak terlihat negatif kalau biaya sewa ini sudah dibayar di muka. Angka 50 cup sehari harus dipandang sebagai 350 cup seminggu.

Maka, jika Anda berminat untuk membeli franchise, ada 9 pertanyaan kunci untuk memeriksa atau melakukan validasi terhadap informasi proyeksi atau simulasi keuangan yang biasa disampaikan dalam penawaran franchise dan kemitraan (di brosur, atau website).

Berikut ini 9 pertanyaan tersebut:

1. Yang bisa mencapai omset dan profit dalam brosur ini (misal dalam case Menantea ini adalah yang omsetnya bisa Rp 50 juta dan net profit Rp 12,5 juta) lokasinya di mana? Ini penting untuk memahami model outlet dan lokasi mana yang mendukung angka-angka tersebut.

2. Butuh modal berapa rupiah untuk mendirikan outlet tersebut? Ini penting untuk memahami model outlet dan modal yang dibutuhkan yang mendukung angka-angka tersebut.

3. Lokasi lain dengan modal segitu, omset rata-rata sebulan bisa berapa rupiah? Ini untuk validasi kemungkinan bahwa di lokasi lain omsetnya tidak bisa seperti yang di dalam brosur.

4. Untuk meraup omset segitu, biaya operasionalnya per bulan berapa rupiah? Untuk Menantea kita menggunakan asumsi Rp 17,5 juta seperti dalam simulasi. Bila berbeda, simulasinya harus diubah.

5. Butuh waktu berapa bulan untuk bisa stabil mencapai omset segitu? Biasanya omset yang bagus itu tidak langsung terjadi di bulan pertama.

6. Ada berapa outlet atau lokasi yang omsetnya bisa segitu? Kunjungi beberapa lokasi untuk memastikan kebenarannya.

7. Rata-rata HPP nya berapa % dari omset? Bila ada laporan keuangan, bisa dicek dari laporan keuangannya. Untuk Menantea kita menggunakan asumsi 40% seperti dalam simulasi. Bila berbeda, simulasinya harus diubah.

8. Rata-rata per transaksi nya berapa rupiah? Hitung target transaksi per hari, wajarkah? Kunjungi beberapa lokasi untuk memastikan bisa dicapainya jumlah tersebut.

9. Supaya tidak tekor, omset per bulan harus berapa rupiah? Angka ini biasanya saya jadikan sebagai ukuran risiko suatu peluang bisnis. Kalau kita tidak yakin bisa melewati angka ini, sebaiknya kita menghindari atau membatalkan rencana membeli franchise atau kemitraan tersebut.

Simulasi spreadsheet di atas sudah bertujuan untuk mengidentifikasi poin nomor 9, sebagai pertimbangan utama bagi kita: Deal, or No Deal. Semoga bermanfaat!


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved