My Article

Antara BP dan Black Swan

Antara BP dan Black Swan

Dalam dekade terakhir ini, banyak peristiwa besar yang tidak diduga sebelumnya terjadi dengan dampak yang luar biasa besar. Gedung World Trade Center ditabrak pesawat yang dikendalikan teroris pada 11 September 2001, krisis finansial global terparah (sesudah Great Depression 1929) terjadi pada 2008-09, dan kebocoran minyak terbesar terjadi di Teluk Meksiko pada 20 April 2010.

Karena sulit dibayangkan akan terjadi atau belum pernah terjadi sebelumnya, manusia beranggapan sebuah peristiwa tidak akan terjadi.

Karena dalam sejarah belum pernah pesawat dipakai untuk menabrak pencakar langit, tidak ada pihak yang memperkirakannya dan tidak ada rencana untuk mencegahnya.

Karena harga properti naik terus, perbankan Amerika Serikat tidak menganggap akan terjadi krisis karena kredit properti. Pada saat harga rumah di AS terus naik, pemerintah dan rakyatnya berpendapat bahwa harga rumah tidak mungkin turun karena belum pernah terjadi dalam sejarah. Dengan dasar anggapan ini, Wall Street dengan gampang memberikan kredit properti bahkan untuk golongan yang secara teori keuangan dianggap tidak layak. Pembeli rumah juga dengan gampangnya membeli properti, padahal sebetulnya mereka tidak mampu. Mereka berani mengajukan kredit dengan keyakinan nilai rumahnya akan meningkat terus karena belum pernah terjadi harga properti jatuh. Begitu harga properti turun, Wall Street dan seluruh warga langsung menjadi korban krisis.

Karena sangat jarang sekali blowout dalam pengeboran minyak, BP beranggapan bahwa kecil sekali kemungkinan itu akan terjadi. Sampai akhirnya, pada Selasa, 20 April 2010, rig pengeboran Deepwater Horizon di Macondo 252 di Teluk Meksiko mengalami blowout. Pada 22 April, rig tersebut tenggelam ke dasar laut. Minyak mentah keluar ribuan barel setiap hari mencemari Teluk Meksiko. Tidak kurang dari 2.500 orang dan sejumlah kapal berusaha mengatasi pencemaran tersebut. Hingga saat ini, BP diperkirakan telah menghabiskan sekitar US$ 1,2 miliar (Rp 12 triliun) untuk mengatasi blowout tersebut dan dampaknya.

Peristiwa yang tidak terduga sebelumnya itu yang dipopulerkan Nassim Nicholas Taleb sebagai “black swan” dalam bukunya dengan judul yang sama. Teori ini menjelaskan peristiwa yang kemungkinannya kecil, tetapi bisa berdampak besar. Walaupun bisa berdampak besar, biasanya manusia tidak memperhatikan kemungkinan ini karena kemungkinan terjadinya kecil alias langka.

Awalnya, angsa hitam dipakai untuk melukiskan sesuatu yang diduga tidak mungkin ada. Dulu semua angsa dianggap pasti putih karena dalam sejarah belum pernah ditemukan adanya angsa hitam. Angsa hitam dianggap sebagai sesuatu yang tidak mungkin ada karena belum pernah dilaporkan terjadi sebelumnya. Setelah ditemukan adanya angsa hitam di Australia pada 1697, istilah angsa hitam dipakai untuk melukiskan sesuatu yang sebelumnya dipersepsikan tidak mungkin terjadi tetapi di kemudian hari terjadi.

Demikian pula halnya dengan BP. Sebagai salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia, BP telah sukses melakukan ribuan pengeboran lepas pantai. Karena belum pernah terjadi blowout, mereka mengira hal itu tidak mungkin terjadi. Dalam wawancara pada 3 Mei 2010, CEO Tony Hayward mengatakan bahwa kegagalan BOP (blow out preventer – katup yang akan menutup sumur secara otomatis apabila terjadi blowout minyak atau gas pada saat pengeboran) merupakan hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya (unprecedented). Banyak pihak yang mengkritik bahwa teknologi industri perminyakan telah mengalami teknologi yang sangat maju dalam hal eksplorasi, pengeboran dan pengolahan minyak, tetapi tidak mengalami kemajuan yang berarti dalam mengatasi kecelakaan. Sesudah hampir dua bulan, kebocoran minyak di Teluk Meksiko tersebut masih belum bisa diatasi.

Sejak kejadian di Teluk Meksiko tersebut, harga saham BP telah jatuh sekitar 50%. Saham BP diperdagangkan di New York Stock Exchange dari puncak sekitar US$ 60 di April 2010 menjadi sekitar US$ 29 pada 10 Juni.

Singkat kata, suatu peristiwa disebut sebagai angsa hitam bila merupakan hal yang luar biasa yang di masa lalu dikatakan tidak mungkin terjadi (rarity), memberikan dampak luar biasa (extreme impact), dan setelah terjadi, analisis akan membuktikan bahwa hal itu mungkin terjadi (retrospective predictability).

Untuk menghadapi angsa hitam, semua bisnis harus membangun robustness terhadap yang hal-hal negatif yang mungkin terjadi. Risiko merupakan fungsi dari pengalian kemungkinan dengan konsekuensi. Sekalipun kemungkinannya kecil, risiko akan menjadi (sangat) besar apabila faktor konsekuensinya (sangat) besar. Itu berarti, ketahuilah hal apa saja yang akan membawa konsekuensi besar bila terjadi dalam bisnis Anda. Walaupun kemungkinan terjadinya kecil, antisipasilah sejak awal. Ingat, walaupun kemungkinannya kecil, konsekuensinya bisa besar sekali di kemudian hari.

Satu hal yang penting, pandangan terhadap angsa hitam sangat dipengaruhi observer-nya. Apa yang menjadi black swan untuk seekor ayam bukanlah black swan bagi tukang jagalnya. Pelajarannya: jangan berada di posisi ayam dan identifikasikanlah titik rawan (vulnerability) yang dapat menjadi angsa hitam.

Karena banyak peristiwa angsa hitam yang sebelumnya tidak pernah terjadi, memperkirakannya merupakan hal yang tidak gampang. Untuk mengidentifikasi faktor risiko ini, counterfactual reasoning dapat menjadi tool yang membantu. Counterfactual reasoning berarti menjawab pertanyaan “what if”. Seandainya saja BP dengan serius dan cermat mempertanyakan “what if” BOP-nya gagal, mungkin mereka telah mempersiapkan semua hal untuk mencegah hal itu terjadi. Atau sekalipun terjadi, mereka telah siap mengatasinya dalam waktu segera.

Sekali lagi, peristiwa black swan merupakan peristiwa langka yang sulit diduga sebelumnya, tetapi dampaknya akan luar biasa besarnya begitu terjadi. Apakah bisnis Anda memiliki business plan untuk menghadapi angsa hitam?

*) Penulis adalah Pemerhati bidang manajemen dan pemasaran. [email protected]


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved