My Article

Antisipasi Pelemahan Ekonomi Cina

Oleh Admin
Antisipasi Pelemahan Ekonomi Cina

Kesuksesan ekonomi Cina telah menyita perhatian dunia dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai dua digit dalam tiga dekade terakhir. Sebagai negara Asia yang menganut konsep komunis sosialis, Cina telah berhasil mengimplementasikan sistem ekonomi pasar yang menjadi karakteristik ekonomi liberal. Cina telah bergabung dengan World Trade Organization tahun 2001, yang berarti Negeri Panda ini telah memperluas kegiatan perdagangannya dan bertransformasi untuk berintegrasi dengan ekonomi dunia.

Josua Pardede, ekonomi, Cina, krisis, BNI Securities

Josua Pardede

Perlambatan ekonomi Cina sebagai dampak dari krisis utang Eropa dan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Cina telah mendesak Pemerintah Cina menurunkan target pertumbuhan ekonominya menjadi 7,5% di tahun 2012. Hal ini meningkatkan kecemasan terhadap penurunan ekonomi secara tajam (hard landing) di negara itu. Kecemasan ini terlihat dari data ekonomi Cina yang tumbuh sebesar 8,1% yoy(year on year), melambat secara signifikan dari kuartal keempat 2011 yang mencapai level 8,9% yoy. Data pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2012 itu merupakan yang terendah sejak awal tahun 2009. Perlambatan ini kemungkinan besar disebabkan oleh pelemahan permintaan domestik dan luar negeri, investasi dan penurunan ekspor.

Krisis utang Eropa memengaruhi perekonomian Cina, khususnya di sektor keuangan dan pasar perdagangan. Di sektor keuangan, krisis Eropa memengaruhi pasar saham dan harga obligasi melalui efek penularan (contagion effect) sebagai dampak dari capital outflow dan deleveraging oleh perbankan Eropa. Di sektor perdagangan internasional, perlambatan ekonomi Cina dipicu oleh penurunan kinerja ekspor ke Eropa akibat konsolidasi fiskal dan depresiasi mata uang Euro. Kombinasi konsolidasi fiskal dan depresiasi Euro menyebabkan penurunan kinerja ekspor Cina ke Eropa.

Di sektor perdagangan, memburuknya kondisi perekonomian Eropa dan belum pulihnya perekonomian Amerika Serikat juga memengaruhi penurunan ekspor Cina. Sebagai dampak krisis utang di Eropa, kinerja ekspor Cina juga menurun dan bahkan telah mengalami kontraksi pada kuartal pertama 2011 dan 2012. Walaupun eksposur Eropa dan AS menurun, kinerja perdagangan internasional Cina masih terselamatkan karena Hong Kong, ASEAN, Jepang dan negara berkembang lainnya masih mengimpor komoditas dari Cina. Krisis AS tahun 2008 telah mendorong Cina untuk memindahkan tujuan ekspornya ke Asia. Ekspor Cina masih didukung oleh pertumbuhan yang positif di Asia dan peningkatan perdagangan Asia sebagai implementasi China ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) tahun 2009.

Efek Perlambatan Ekonomi Cina terhadap Indonesia

Keberhasilan Cina telah mendorong ekspor sehingga menghasilkan cadangan devisa sebesar US$ 1,3 triliun – terbesar di dunia. Namun, sejak Januari 2012 kinerja ekspornya menurun akibat impor yang tumbuh lebih cepat dibanding ekspor. Pelemahan kinerja ekspor itu berlanjut hingga Februari 2012, yang mana untuk pertama kalinya dalam dua dekade terkahir, defisit perdagangan Cina mengalami titik terendahnya sebesar US$ 31,6 miliar.

Penurunan kinerja perdagangan Cina dijadikan alasan rasional untuk merevisi penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, Cina telah mendevaluasi mata uangnya sebesar 8,7% menjadi 6,72875/US$ jika dibanding posisi dua tahun yang lalu. Cina mengimplementasi sistem nilai tukar mengambang terkendali dengan rentang ± 0,5% dari rata-rata nilai tukar. Melihat ekspor-impor Cina dalam dua bulan terakhir, investor perlu waspada terhadap dampak penurunan perdagangan Cina, terutama ekspor Indonesia.

Perkembangan CAFTA dalam dua tahun terakhir ini adalah kinerja ekspor-impor Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Ekspor tumbuh sebesar 35,5% yoy di tahun 2010 dan 28,9% yoy tahun 2011. Namun, impor bahkan tumbuh lebih cepat sebesar 40,1% yoy di tahun 2010 dan 30,8% yoy tahun 2011. Toh, neraca perdagangan tetap positif dengan surplus yang menurun. Dengan pelemahan permintaan dari UEA, Indonesia menjadi target pasar Cina, khususnya barang konsumsi. Lebih lanjut, di saat yang sama, PDB per kapita Indonesia meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah masyarakat golongan menengah.

Di sisi ekspor, perlambatan Cina menjadi ancaman langsung bagi ekspor Indonesia. Cina sebagai salah satu negara tujuan ekspor barang komoditas dan mineral. Ekspor batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO) akan terancam oleh pelemahan permintaan Cina. Ekspor CPO dari Indonesia ke Cina yang merupakan eksposur ketiga terbesar mencapai 20% dari total ekspor CPO. Di samping itu, ekspor batu bara ke Cina mencapai 25% dari total ekspor batu bara. Sejak Januari 2012, ekspor dua komoditas tersebut telah menunjukkan penurunan berarti sebagai dampak dari penurunan kinerja ekspor Cina. Selain itu, dalam lima bulan terakhir ini laju ekspor menuju ke arah negatif.

Ke depan, perlambatan ekonomi Cina diperkirakan akan bersifat sementara dan segera pulih, demikian pula ekspor Indonesia. Selanjutnya, pemerintah diharapkan dapat memperluas negara tujuan ekspornya, sehingga ekspor nasional tidak sepenuhnya bergantung pada negara tertentu saja. Kebijakan pemerintah yang mendorong peralihan dari industri hilir menjadi industri hulu sangat diperlukan sebagai contoh kebijakan pembangunan mesin pelebur mineral (smelter) yang bertujuan menciptakan nilai tambah.

Kompetensi ekspor di kawasan Asia perlu ditingkatkan dengan upaya untuk meredam ekonomi biaya tinggi. Pada sisi impor, pemerintah diharapkan dapat mengelola dan memproteksi pasar di tengah penerapan CAFTA. Selanjutnya, produk dalam negeri diharapkan dapat bersaing dengan barang impor yang relatif murah, yang pada akhirnya dapat memperkuat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Josua Pardede, Ekonom PT BNI Securities


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved