My Article

Berpikir Layaknya Konsumen

Berpikir Layaknya Konsumen

Oleh: Ciu Heny Meiria, M.M. – Faculty Member of PPM School of Management

Ciu Heny Meiria M.M. – Marketing Trainer, Executive Development Program | PPM Manajemen“Yakin loe mau beli ‘mobil itu’? Itu kan produk China, bro! Hati-hati karena iming-iming murah nanti kedepannya malah keluar uang besar untuk perbaikan”. Celetuk Chris kepada sahabatnya Deri saat menceritakan keinginannya membeli mobil besutan produsen otomotif asal China yang bekerjasama dengan General Motors China.

Deri tertarik membeli mobil tersebut setelah mengunjungi pameran mobil. Berdasarkan www.kompas.com, produsen otomotif asal China tersebut menanamkan investasi sebesar US$ 700 juta di Indonesia untuk memasarkan produk-produknya. Tanggapan Chris atas merek mobil asal China tersebut mengindikasikan bahwa produk China sudah dipersepsikan sebagai produk yang memiliki kualitas rendah.

Salah satu tantangan besar bagi produsen tersebut adalah bagaimana membangun brand image produknya di benak target sasarannya sehingga stigma bahwa produk China “tidak berkualitas” dapat dipatahkan.

Menurut Kotler dalam Simamora (2003), “Syarat merek yang kuat adalah brand image”. Namun ia mempertajam brand image itu sebagai posisi merek (brand position), yaitu brand image yang jelas berbeda unggul secara relatif dibanding pesaing. Menurut Kotler & Keller, brand positioning adalah tindakan yang didesain oleh perusahaan untuk bisa menggambarkan apa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut, sehingga bisa menempati tempat yang jelas dan bernilai dibenak konsumen yang ditargetkan.

Maka, dalam membangun brand image, perusahaan perlu menentukan dahulu brand positioning yang ingin ditawarkan kepada target sasarannya. Di zaman kebebasan mendapatkan informasi ini, masyarakat dengan mudah mendapatkan begitu banyak informasi termasuk informasi produk-produk yang ditawarkan perusahaan. Hal ini membuat mereka menjadi bingung dan menjadi tantangan bagi perusahaan untuk bersaing memperoleh tempat istimewa di benak target sasarannya.

Menurut Ries-Trout, tempat istimewa tersebut hanya akan dimiliki oleh produk yang memiliki merek dengan positioning yang tepat. Dengan brand positioning, produk akan memperoleh posisi unik dan bernilai bagi konsumen sehingga memaksimalkan manfaat potensial bagi perusahaan serta menjadi panduan dalam merancang strategi pemasaran.

Acapkali konsumen dalam memilih suatu brand akan mempertimbangkan tiga hal; (1)Perceived Uniqueness of Brand Association atau keunikan asosiasi merek yang dirasakan; (2)Atribut kinerja; dan (3)Manfaat bagi konsumen. Dalam benak konsumen, merek bisa diasosiasikan sesuai dengan pengalaman mereka menggunakan produk tersebut sehingga atribut kinerja dan manfaat yang ditawarkan produk sangat memengaruhi pembentukan asosiasi. Artinya, atribut kinerja dan manfaat yang ditawarkan memang sesuai yang dipikirkan oleh konsumen.

Tentu saja untuk memperoleh posisi unik dan bernilai suatu produk di benak konsumen, produk tersebut harus memiliki ‘perbedaan’ dengan produk pesaing, dan perbedaan atau uniqueness itu sesuai dengan yang dipikirkan (diinginkan) oleh mereka.

Pembeda dengan pesaing dalam konsep brand positioning disebut Point of Difference Association (PODs). PODs adalah atribut atau manfaat yang konsumen hubungkan sangat kuat dengan merek tersebut, dan tidak ditemukan pada merek pesaing. Dalam menentukan PODs suatu produk, perlu memenuhi tiga kriteria agar diferensiasi produk bertahan lama.

Pertama, harus memenuhi desirabilty criteria, yaitu poin perbedaan dengan pesaing apakah diinginkan oleh target konsumen. Kedua, pemenuhan terhadap relevance criteria yaitu poin perbedaan dengan pesaing apakah relevan dengan target konsumen. Ketiga, differentiation criteria yaitu poin perbedaan dengan pesaing apakah mudah ditiru oleh pesaing. Pastikan pembeda yang akan dijadikan positioning merupakan hasil pikiran dari konsumen. Seringkali perusahaan besar kepala meyakini apa yang dipikirkan mereka merupakan keinginan konsumen.

Jika PODs sudah ditentukan, maka perusahaan harus mewujudkannya dalam bentuk nyata dengan mengintegrasikan konten (apa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pelanggan dibanding pesaing), konteks (bagaimana cara perusahaan menawarkannya), dan infrastruktur (faktor-faktor yang memungkinkan realisasi diferensiasi konten dan konteks).

Sehingga saat konsumen mengonsumsi produk tersebut, mereka merasakan antara positioning dengan diferensiasi yang ditawarkan selaras. Benefit yang dirasakan oleh perusahaan adalah kredibilitas produk tersebut terbangun dan citra (positioning) yang ingin ditanamkan pada target sasaran dapat melekat.

Namun sebaliknya, jika tidak sesuai antara positioning dan diferensiasi yang ditawarkan, konsumen akan menganggap janji dari perusahaan adalah janji palsu. Jika demikian, perusahaan akan menerima risiko besar, yaitu citra produk akan menjadi buruk di benak masyarakat sehingga stigma negatif akan melekat terus dan terjadilah penolakan produk.

Ujungnya, perusahaan harus mengeluarkan biaya besar dan waktu yang lama untuk membangun kembali citra produk.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved