Column

Believe It or Not

Oleh Editor
Ilustrasi: https://chemsec.org/

“Keajaiban terjadi setiap hari. Ubahlah persepsi Anda tentang keajaiban dan Anda akan melihat keseluruhannya di sekeliling Anda.” ― Jon Bon Jovi.

Segala sesuatu itu terjadi atas kehendak Allah Swt. Sering terjadi hal-hal di luar akal sehat manusia. Yang belajar hukum tata negara sampai menjadi doktor hingga saat ini tak satu pun yang jadi presiden. Malah pengusaha mebel yang jadi presiden.

Yang menekuni ekonomi makro sampai profesor, pada umumnya kegiatannya cuma seminar, di luar sebagai pengajar. Hasil finansialnya tak memadai, pas-pasan. Yang tak bersekolah, tetapi berjualan bakso, berdagang kayu, membuka warung seafood, atau membuka lembaga pendidikan kejuruan, malah jadi kaya luar biasa. Berangkat dengan model kaki lima, hingga mampu memborong gedung di sekitar tempat awal berdagang.

Yang kuliah ilmu politik sampai tingkat doktor hanya jadi dosen. Yang jadi gubernur, bupati, serta anggota DPR malah para artis dan aktivis yang bermula dari Karang Taruna.

Yang kuliah dan sukses meraih indeks prestasi 4 hanya mondar-mandir, ikut seminar ke sana kemari, sembari mencari pekerjaan. Syukur-syukur bisa diterima bekerja di Indomaret. Yang tak bersekolah malah ternyata pemilik Indomaret.

Yang ahli pendidikan sepanjang hayat hanya mbulet (berkutat) dengan diskusi ilmiah di kampus, dan boleh jadi hanya menjadi dekan. Sementara yang menjadi menteri malah pengusaha Gojek.

Yang sekolahnya pintar banyak yang jadi motivator, itu pun kalau laku. Yang tak terlalu pintar malah jadi konglomerat. Kaya raya tujuh turunan.

Jangan-jangan… , ya, sekali lagi, jangan-jangan… yang ibadahnya khusyuk, salat sunnah tak pernah terlambat, senang wiridan, dan tiap hari tahajud malah masuk neraka. Karena merasa paling suci, merasa sudah pasti ahli surga.

Yang masuk surga, jangan-jangan orang yang hidup biasa. Yang suka santai, minum kopi sembari merokok. Namun, hidupnya tak kemrungsung, tak bergelora dengan nafsu duniawi. Hidupnya rida dan pandai mensyukuri nikmat Allah. Dan, ikhlas berbagi kopi dan rokok kepada kawan-kawannya.

Semuanya itu menunjukkan bahwa rahmat Allah itu tiada batas. Tidak mampu dianalisis. Tidak bisa dibuat ilmiah-ilmiahan. Karena, Allah itu Maha Merdeka, Allah itu Maha Mandiri. Allah tak mungkin didikte oleh manusia.

Langkah manusia, mulai dari lahir, lalu menjalani kehidupan, hingga kembali kepada-Nya, itu semua kuasa-Nya. Allahu Akbar. Allah Maha Sempurna. Allah Maha Mengetahui Segalanya.

Dalam sebuah tulisan yang diterjemahkan dalam bahasa Jawa mengatakan, “Siapkan cermin. Silakan berkaca, apa adanya. Selamat menjalani, menikmati, dan mensyukuri hidup apa adanya.”

Tulisan yang jenaka, agak mendramatisasi. Agak ngeledek. Namun, secara substansi tak dapat disangkal. Tulisan itu mengingatkan kita, kehidupan ini penuh dengan “keanehan”, ketidakmasuk-akalan atau, secara ekstrem, penuh keajaiban.

Kita sungguh-sungguh tak akan mampu menerawang apa-apa yang akan terjadi dalam kehidupan kita atau orang lain.

Apa-apa yang ditulis itu terjadi dalam realitas kehidupan. Itu fakta-fakta kasat mata. Kita lihat dan temukan dalam keseharian kehidupan. Karenanya, Yoko Ono mengatakan, “Setiap momen kehidupan kita adalah keajaiban yang selayaknya kita nikmati, bukan kita abaikan.”

Sementara Albert Einstein berujar, “Jangan tunggu keajaiban. Segenap kehidupan Anda adalah keajaiban.”

Bagi saya, hikmah dari tulisan itu adalah, apa pun yang terjadi dalam kehidupan kita, susah atau senang, kita perlu “menikmatinya” dengan lapang dada, tetap bersyukur dan tak memengaruhi semangat hidup kita untuk berbuat lebih baik dan terus lebih baik.

Karena, kembali kepada hukum alamnya, segala sesuatu di dunia ini adalah keputusan-Nya. Manusia boleh merencanakan dan berusaha seoptimal mungkin, tetapi Allah Swt. jualah yang menentukan segalanya.

Kalau kita sedang dalam posisi menang atau senang, sudah sepatutnya kita bersyukur. Bahkan, dalam posisi kalah atau susah, kita pun wajib terus bersyukur. Dalam kondisi kalah atau susah itu, misalnya kita tengah menderita sakit, syukur terus kita panjatkan bahwa kita masih mampu berobat. Masih mampu membayar tindakan-tindakan medis untuk penyembuhan kita. Bersyukur, meskipun sakit, kita didampingi anak-istri.

Eckhart Tolle, penulis buku best seller The Power of Now, menyatakan, “Kalau harus memilih satu doa dari jutaan doa yang ada, saya memilih doa syukur.”

Dengan menghayati bahwa segala sesuatu di dunia ini tak dapat diperkirakan, kapan susah dan senang itu akan datang, rasanya tepat sekali advis Harry Truman ini: “Jangan pernah berdoa untuk menjalani hidup yang mudah. Berdoalah menjadi orang yang makin kuat dan makin kuat.”

Bukankah demikian adanya, dengan segenap keajaiban demi keajaiban, melakoni kehidupan ini sejatinya tak mudah? (*)

Pongki Pamungkas

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved