Column

Kapal Lebih Baik Dihibahkan Ketimbang Ditenggelamkan

Oleh: Jerry Indrawan, Direktur Pusat Studi Kemanusian dan Pembangunan

Beda menteri, beda kebijakan. Hal ini sangat relevan jika bicara soal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Edhy Prabowo, memiliki pandangan berbeda soal kebijakan penenggalaman kapal. Pada waktu jabatan tersebut masih dipegang menteri sebelumnya, banyak kapal asing yang ditenggelamkan karena memasuki wilayah laut Indonesia. Kebijakan yang berani, namun kontroversial.

Menteri Edhy Prabowo, tidak mengesampingkan opsi kebijakan ini, tetapi penulis merasa seharusnya ada kebijakan lain yang bisa dilakukan selain menenggelamkan kapal. Apalagi Presiden Jokowi acapkali berpesan untuk mensejahterakan nelayan, terlebih masih banyak nelayan Indonesia belum sejahtera.

Berbicara kontroversi penenggelaman kapal, penulis akan memaparkan beberapa fakta terkait hal tersebut. Pada tahun 2016, kapal MV Viking ditenggelamkan di Pangandaran karena memasuki wilayah laut Indonesia. Penenggelaman ini berdampak cukup besar bagi lingkungan. Kapal berukuran 1.322 GT menumpahkan limbah ke wilayah pesisir, sehingga merusak perairan dan pesisir laut di sana. Fakta ini harus menjadi cerminan bagaimana kebijakan ini memiliki risiko cukup besar, bila dikaitkan kelestarian lingkungan.

Selama periode 2014-2019, sebanyak 558 kapal asing yang ditenggelamkan. Ini menunjukkan, penenggelaman menyumbang atas banyak kerusakan ekosistem laut. Ada banyak puing-puing berserakan di bawah laut yang dapat merusak ekosistem biota laut, berdampak buruk untuk fauna laut. Terlebih, kebijakan penenggalaman kapal ini mendegradasi semangat untuk menjaga kelestarian lingkungan laut.Biota laut merupakan kekayaan Indonesia yang tak tergantikan. Kita patut mensyukuri bahwa negeri ini dianugerahi Tuhan wilayah yang sangat luas, sehingga memelihara ekosistem laut harus menjadi salah satu bagian utamanya. Apalagi, masyarakat pesisir, menggantungkan hidupnya pada lautan. Oleh karena itu, penting bagi institusi negara, seperti KKP dan Menteri Edhy, untuk menjaga ekosistem laut agar kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk nelayan dapat lebih sejahtera. Nelayan pun tidak perlu khawatir, apakah ikan yang mereka tangkap tercemar atau tidak.

Dampaknya memang belum terlihat sekarang, namun penulis menyakini, kebijakan penenggelaman kapal harus dihentikan agar ekosistem laut tetap terjaga. Ekosistem laut yang terjaga dengan baik akan menguntungkan nelayan dalam mencari penghidupannya. Ketika nelayan berhasil mengoptimalkan sumber daya lautan, pendapatan mereka juga meningkat dan nelayan menjadi sejahtera. Tugas negara adalah memastikan itu, karena negara ada untuk rakyatnya.

Sebuah tugas yang menurut penulis telah berhasil sejauh ini, karena selama 9 bulan terakhir KKP telah menangkap 62 kapal asing yang telah melintasi wilayah lautan negara kita. Jumlah ini mencerminkan efektifnya penegakan keamanan laut di Indonesia. KKP saat ini menunjukkan mereka tetap berkomitmen untuk menindak kapal asing yang telah melintasi wilayah RI, yaitu dengan menangkapnya, bukan menenggelamkannya.

Selama periode Susi Pudjiastuti menjabat Menteri KKP, sudah ada 558 kapal yang telah ditenggelamkan. Sebenarnya kapal-kapal ini bisa dialihfungsikan atau dihibahkan kepada para pemangku kepentingan yang membutuhkan. Apalagi, kita mendapatkannya secara gratis dari pihak yang jelas-jelas melanggar wilayah laut NKRI. Selain itu, nelayan-nelayan kita juga membutuhkan kapal yang lebih canggih untuk mengeksplorasi wilayah laut Indonesia yang masih belum terjamah.

Indonesia memiliki 6,08 juta jiwa nelayan, seperti nelayan penangkap atau pembudidaya. Sayangnya, masih banyak yang menangkap menggunakan perahu-perahu kecil. Sebanyak 550.310 unit atau 98,77 persen nelayan menggunakan armada kecil, sedangkan sisanya menggunakan kapal dengan ukuran 30 GT, namun jarak tempuhnya tidak lebih dari empat mil. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi negara untuk lebih memerhatikan kesejahteraan rakyat.

Pada Januari 2020 lalu, KKP menangkap tujuh kapal asing yang berasal dari Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Selanjutnya, dihibahkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Selain itu, akan ada 72 kapal lainnya yang akan dihibahkan KKP kepada nelayan. Dibandingkan menenggelamkan kapal yang bisa merusak ekosistem, menghibahkannya lebih dirasa manfaatnya, seperti bagi nelayan, koperasi, maupun universitas serta pihak-pihak tertentu. Selain itu, menenggelamkan kapal juga memakan biaya yang tidak sedikit, sehingga biaya untuk hal itu bisa dialihkan untuk kepentingan mensejahterakan nelayan. Alhasil, nelayan tidak perlu lagi mengalokasikan pengeluaran untuk membeli kapal. Kebijakan ini menunjukkan lebih pro terhadap kesejahteraan nelayan.

Pendekatan yang dilakukan KKP perlu diapresiasi. Kebijakan hibah kapal mengandung semangat untuk mensejahterakan nelayan. Selain itu, pendekatan ini lebih efektif dibandingkan menenggelamkan kapal, sebab ramah lingkungan dan menguntungkan dari sisi finansial. Terlebih, pendekatan yang dilakukan KKP turut mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari lingkungan, ekonomi, pendidikan serta hukum.

Secara ekonomi, penenggalaman kapal yang dilakukan secara selektif akan menghemat anggaran. Terlebih, untuk sekali menenggalamkan kapal memakan biaya yang cukup besar, yakni Rp50-100 juta. Alokasi anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk hal-hal lain bagi kepentingan nelayan, utamanya berkaitan dengan kapal serta bahan bakarnya.

Kapal yang dihibahkan ini juga bisa digunakan untuk kepentingan praktek universitas, terutama jurusan perikanan. Adanya kebijakan ini akan membantu para tenaga pendidik untuk mengaplikasikan teori yang sudah diajarkan di dalam kelas. Universitas juga bisa menghemat anggaran biaya yang dibutuhkan, sehingga kebijakan hibah ini turut membantu peningkatan kualitas pendidikan untuk jurusan perikanan, kelautan, dan lainnya yang sejenis.

Dari beragam perspektif ini, tentunya kita bisa mengapresiasi kebijakan hibah kapal yang dilakukan oleh KKP. Kebijakan ini menunjukkan ternyata ada solusi lain selain penenggelaman kapal, solusi yang lebih berguna, efektif dan menyentuh banyak aspek serta menguntungkan banyak pihak. Terlebih, kapal yang telah dihibahkan sudah disita sesuai hukum laut yang berlaku, sehingga bisa diberdayakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat. Semoga ke depannya langkah KKP bisa semakin konstruktif dalam mewujudkan visi besar Presiden Joko Widodo, yaitu Poros Maritim Dunia.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved