My Article

Faktor Kunci Pengelolaan Risiko Sektor Publik

Oleh Editor
Faktor Kunci Pengelolaan Risiko Sektor Publik

Oleh: Aries Heru Prasetyo, Ph.D, CRMP – Dosen Sekolah Tinggi Manajemen PPM

Aries Heru Prasetyo, Ph.D, CRMP – Dosen Sekolah Tinggi Manajemen PPM

Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama satu tahun lebih ini dinilai telah mendatangkan kompleksitas pada berbagai sektor, khususnya sektor publik. Sektor yang disebut-sebut mengemban misi utama dalam melayani masyarakat ini, kini dituntut untuk menerapkan sistem manajemen risiko secara terintegrasi. Beberapa kebijakan dan aturan teknis telah dirumuskan oleh Kementerian terkait, dan kini efektivitas pelaksanaan ada pada masing-masing lembaga. Jika demikian, lalu apa saja faktor kunci dalam manajemen risiko yang tengah dijalankan?

Pertama, pada dimensi budaya. Patut disadari bahwa sebuah lembaga merupakan kombinasi antara visi-misi dan sasaran yang ingin dicapai, satu kesatuan sistem dan prosedur serta para personel yang menjalankan seluruh sistem. Merujuk pada beberapa riset yang telah dipublikasikan, upaya membangun budaya sadar risiko di setiap tubuh lembaga dimulai dari kesadaran setiap personel yang ada. Pemahaman bahwa setiap personel merupakan pemilik risiko dan fondasi bagi terbangunnya gerakan sadar risiko.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mencermati perkembangan budaya ini adalah dengan secara periodik melakukan pengukuran atas kesadaran risiko. Beberapa organisasi internasional yang terfokus dalam pengembangan sistem seperti AICPA maupun COSO telah mempublikasikan alternatif mekanisme dalam menilai tingkat kematangan risiko yang dapat diadaptasi oleh lembaga di sektor publik. Meskipun terkesan bak tengah dievaluasi, namun objektivitas dan keterbukaan ketika analisa dilakukan merupakan syarat mutlak agar manajemen dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengembangkan sistem di masa mendatang.

Kedua, adalah daya presisi dari sistem yang dibangun. Setiap metode manajemen risiko mulai dari ISO 31000:2018 maupun COSO-2017 serta risk based performance management memberikan ruang bagi setiap pemain di sektor ini untuk menyesuaikan kompleksitas penerapan sistem dengan kebutuhan organisasi serta derajat layanan yang menjadi tuntutan para pemangku kepentingan.

Ketepatan dan kesesuaian ini merupakan syarat mutlak agar sistem dapat diterapkan secara efektif. Sebagai contoh, untuk lembaga pada tataran sub-dinas misalnya, sangat dimungkinkan bila sistem manajemen risiko yang diterapkan di satu sisi berakar pada tingkat dinas (satuan lembaga yang lebih tinggi) namun dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia yang ada maka fokus pengelolaan risiko dapat diarahkan pada hal-hal yang bersifat teknis. Sehingga kehadiran sistem yang mudah dipahami, sederhana dan mudah dijalankan menjadi sangat penting.

Ketiga adalah mekanisme evaluasi dan upaya perbaikan sistem. Dalam beberapa diskusi di lapangan, tampak pada banyak kasus, kehadiran sistem manajemen risiko masih dipandang sebagai sesuatu yang menambahkan beban kerja kepada para personel. Walaupun pandangan itu tidak sepenuhnya tepat, namun disadari bahwa sistem dan prosedur pengelolaan risiko yang dilakukan secara manual, masih menyita banyak waktu. Khususnya ketika semua dilakukan tanpa bantuan sistem informasi.

Alhasil ketika cara pandang ini tak kunjung berubah maka setiap dokumen isian yang menjadi alat kelola risiko akan dilihat dengan kacamata formalitas belaka. Inilah paradigma yang segera perlu diubah. Para personil perlu diyakinkan bahwa melalui pengelolaan risiko yang tepat maka lembaga akan sangat terbantu, khususnya dalam meraih setiap sasaran yang ada.

Selanjutnya, mekanisme kerja ini akan berujung pada peningkatan reputasi lembaga di mata masyarakat, seraya berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan negara kepada masyarakatnya.

Mekanisme evaluasi ini pada masa pandemi perlu dilakukan dalam periode yang pendek, seperti enam bulanan. Alasannya cukup sederhana, mengingat tuntutan layanan yang semakin beragam dengan intensitas yang lebih tinggi. Beberapa unsur seperti transparansi kebijakan publik, serta pola komunikasi yang efektif, yang menghubungkan antara masyarakat dengan lembaganya diyakini akan menjadi kunci sukses kinerja sistem.

Indikator ini pula yang akan menjadi titik tolak penilaian masyarakat. Ketika lembaga publik mampu mengemban fungsi ini secara efektif, niscaya reputasi lembaga akan meningkat. Inilah yang merupakan target utama dalam sisi pengelolaan risiko.

Ke depan, realitas ini akan turut berkontribusi pada efektivitas pengelolaan risiko di tingkat yang lebih tinggi. Hasilnya akan dapat ditebak, yakni peningkatan daya saing Indonesia di kancah global.

Selamat berefleksi, sukses senantiasa menyertai Anda!


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved