My Article

Indonesia Digital Nation

Indonesia Digital Nation

Oleh: Bari Arijono

Ketua Umum Asosiasi Digital Entreprenuer Indonesia, serta aktif di KADIN Indonesia Komite Tetap Industri Kreatif dan juga Pemilik Digital Training Center.

Bari Arijono

Bari Arijono

Revolusi digital baru saja dimulai. Dengan teknologi baru yang terus berkembang dan semua potensi yang diberikan, bukan tidak mungkin kita mampu memprediksi bagaimana masa depan bangsa di tahun-tahun mendatang, teknologi digital jelas akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi sebuah negara karena kecepatannya merambah hampir di semua sektor. Teknologi digital siap mengubah masa depan kita semua, kehidupan kita. Otomasi, Big Data, IoT (Internet of Thing), kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) dan bisnis model baru “Sharing Economy” yang dimungkinkan bisa mempengaruhi 50% perekonomian dunia. Lebih dari 1 miliar pekerjaan dan $ 14,6 triliun upah pekerja di digitalisasi oleh teknologi saat ini, yang menemukan cara baru yang lebih cepat, mudah & murah.

Digitalisasi sedang Mendorong Globalisasi

Setiap hari, miliaran orang di seluruh dunia menggunakan internet untuk saling berbagi ide, bertransaksi dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja. Dengan penetrasi internet di seluruh dunia hampir 50%, ekonomi digital sedang menjadi primadona dan menciptakan peluang baru pasar. Seperti kecepatan pertumbuhan e-Commerce sekarang, memegang peran penting untuk pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) dari pada perdagangan konvensional, sehingga akan mencapai keunggulan kompetitif di era digital ini yang sedang menjadi prioritas utama bagi pemerintah, pengusaha dan warga negara yang berusaha untuk tetap relevan di pasar global.

Daya saing ekonomi digital suatu negara adalah fungsi dari dua faktor: keadaan kekinian digitalisasi (current state) dan kecepatan digitalisasi saat ini dari waktu ke waktu (pace overtime). Sebagaimana bagan di bawah ini, hasil riset dari The Fletcher School at Tufts University in Partnership with Mastercard, mengklasifikasikan negara menjadi empat zona lintasan yang berbeda: Stand Out, Stall Out, Break Out, Watch Out yang disebut sebagai DEI (Digital Evolution Index) chart – sebuah peta kondisi perkembangan Bangsa Digital.

Kita telah masuk ke dalam sebuah konsep bangsa baru, yaitu digital nation, di mana masa depan kita tidak akan terjadi begitu saja. Ini perlu dibangun oleh passion. Jika kita semua terlibat, nilai, kolaborasi & inovasi akan membentuk & mendorong transformasi masyarakat kita menuju Bangsa Digital Indonesia. Proliferasi platform digital dan kecanggihan teknologi semakin membuat masyarakat semakin banyak merasakan manfaatnya, dimudahkan dan serba cepat hingga mau menghabiskan waktu untuk berinteraksi & bertransaksi secara online. Tidak mustahil jika dunia konvensional lama-lama akan ditinggalkan karena saat ini memang sedang terjadi pergeseran pola pikir (mindsets) di masyarakat, saat mereka mulai berpaling ke digital baik di kehidupan sehari-hari maupun bisnis.

New’s Leaders to Become Tomorro’s Leaders

Bangsa digital membutuhkan Pemimpin Baru: orang yang memiliki rasa ingin tahu (new idea), inovasi, creativity dan percaya diri untuk meninggalkan budaya lama (old fashion), memiliki visi untuk mendesain ulang negara ini (rethinking), memikirkan dampak sosial, keberanian untuk bertindak tepat, kekuatan untuk memimpin dengan memberi contoh (lead by example), dan kecepatan mengambil keputusan yang diwujudkannya dengan cara revolusi digital.

This is Our Big Dream-the Digital Nation

Indonesia adalah termasuk negara besar dunia yang memiliki sumber daya alam melimpah, negara agraris yang paling subur, negeri maritim terluas dengan kekayaan laut luar biasa dan industri kecil menengah yang terbukti menjadi tumpuan ekonomi bangsa ini. Namun, kenapa negara ini masih belum mampu menunjukkan kedigdayaan nya sebagai bangsa besar? Kenapa taraf hidup penduduk bangsa ini masih tertinggal jauh dari negara-negara maju lainnya? Mengapa kita masih belum merdeka secara utuh? Apa yang salah selama 72 tahun merdeka? Usia yang tidak muda lagi buat bangsa seperti kita.

Segala usaha sedang ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional kita, dari pembangunan infrastruktur, connectivity hingga peningkatan ekspor produk dan jasa. Pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial, pemberantasan korupsi, fokus di sektor unggulan Pertanian, Pariwisata dan Perikanan, meningkatkan layanan masyarakat serta tidak lupa Pertahanan dan Keamanan Nasional. Kita belum keluar dari zona degradasi, kita masih sibuk membangun fondasi! Lantas, bagaimana kita mampu bangkit menyongsong menjadi energi Asia?

Besarnya populasi memang menjadi kekuatan sebuah bangsa, namun tidak akan selalu menjadikan bangsa ini besar dan disegani bangsa lain. Kita boleh saja bangga menjadi negara dengan jumlah penguna social media terbesar sedunia; Facebook no 4 dan Twitter no 2, namun sayangnya masih sebagai konsumen, bukan produsen. Bukanlah Tokyo, Bangkok, ataupun London yang menjadi kota terpopuler di Instagram Story, tapi Jakarta diurutan pertama, diikuti Sao Paulo di urutan kedua dan New York pada peringkat tiga. Negara penguna Whatsapp Messenger terbesar se ASEAN dan satu-satunya negara yg masih mengunakan BBM (Blackberry Messenger) hingga sekarang. Berikut ini social media yang sering dipakai masyarakat kita:

Apalagi akhir-akhir ini, kita disuguhi angka-angka menakjubkan sebagai negara ekonomi digital terbesar se Asia Tenggara dengan transaksi e-commerce mencapai USD 130 miliar atau setara dengan Rp 1.690 triliun di tahun 2025 nanti.

Peta digital Indonesia memang berkembang cukup pesat. Negara kita yang a berpenduduk lebih dari 260 juta, jumlah pengguna internet terus bertambah di atas 130juta, tingkat penetrasi media sosial mencapai 40%, dan penjualan smartphone yang semakin naik grafiknya hingga mencapai 75juta unit, naik rata-rata 10 juta unit per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik, digital literacy, dan meningkatnya populasi perkotaan (urbanisasi), Indonesia berpotensi menjadi sarang kreativitas digital dunia. Ditambah jumlah penduduk usia mudanya terbesar se ASEAN.

Namun, meski salah satu yang paling atraktif dan pasar yang menguntungkan di Asia Tenggara untuk pemasar digital, digitalisasi sektor riil, seperti pertanian, perikanan dan pariwisata, tampaknya masih belum di garap dengan baik, dan praktik pemasaran digital (digital marketing) juga masih jauh dibandingkan dengan apa yang dilakukan di negara China, UK, US, Singapore & India. Mari kita lihat dulu bagaimana negara-negara ini bisa maju ekonomi digitalnya.

China adalah negara dengan PDB terbesar nomer 2 dunia setelah Amerika, namun ekonomi digitalnya mampu memberikan kontribusi tertinggi di seluruh dunia. Maka, tidak heran kalau China saat ini bertengger di urutan teratas e-PDB nya. Inilah 10 negara terbesar Penyumbang e-PDB –PDB pada harga pasar, PDB per kapita pada harga pasar dan pangsa e-commerce dalam PDB, 2016.

Peran e-commerce dalam mendorong pertumbuhan PDB global terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah mencapai 1,34% di tahun 2011, e-GDP tumbuh dengan mantap selama beberapa tahun terakhir, menjadi 3,11% di tahun 2015 dan diperkirakan sudah mencapai 4% di tahun 2016. Diperkirakan, e-GDP ini akan terus meningkat secara bertahap dalam pertumbuhan ekonomi sebuah negara dan suatu saat nanti akan menjadi indikator utama.

Berkenaan dengan negara-negara yang tercakup di atas, Inggris memiliki penetrasi Internet tertinggi dunia, 93% penduduknya memiliki akses ke Internet, diikuti oleh Jepang 91% dan Jerman 89%. Walaupun, Asia-Pasifik adalah wilayah dengan penetrasi internet terendah, dengan hanya 27% dari 1,3 miliar penduduk yang terhubung ke internet, namun tercatat pertumbuhan e-PDB tertinggi sedunia sebesar 4.48%, di mana dengan hanya 51% penetrasi internet China (yg juga cukup rendah) mampu menempatkan Cina sebagai negara di peringkat pertama e-PDB dunia, dua kali lebih tinggi dari Amerika Serikat (3,32%). Banyak orang Cina secara teratur mengunakan social media WeChat untuk membeli dan menjual produk, mempromosikan bisnis mereka dan informasi pasar saham.

World is changing, people is shifting and digital economy will be the KING

Potensi ekonomi digital yang besar ini menuntut pemerintah Indonesia harus secepatnya menjadikan ekonomi digital sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional, yang di anggarkan dalam APBN, dibuatkan komite atau badan khusus yang menangani permasalahan digital dan mulai melakukan transformasi besar-besaran di semua sektor untuk menjadi negara berpenghasilan menengah pada tahun 2025.

Penguatan & percepatan pembangunan ekonomi digital akan memainkan peran penting dalam mencapai potensi penuh Indonesia. Dengan lebih banyak IKM (Industri Kecil Menengah) yang bergerak di bidang ekonomi digital melalui media broadband, e-commerce, media sosial, komputasi awan, dan mobile platform, kita dapat memiliki pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat, lebih inovatif dan lebih kompetitif di Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Berdasarkan pemodelan ekonomi dan penelitian Bank Dunia, kami menemukan bahwa tingkat penetrasi broadband dua kali lipat dan peningkatan keterlibatan digital oleh IKM dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia sebesar 2% – tambahan pertumbuhan yang dibutuhkan untuk mencapai target 7% di tahun 2020.

IKM di Indonesia dikelola dengan baik agar mendapatkan keuntungan dari transformasi digital ini. Mereka harus mengunakan teknologi digital untuk mencapai tujuan yang didukung oleh kebijakan pemerintah – terutama melalui peningkatan akses permodalan dengan meningkatkan koordinasi program pemerintah yang ada, fasilitas pembayaran, akses terhadap investasi dan memfasilitasi akses terhadap perangkat digital murah meriah.

Revolusi Digital Merevolusi Perekonomian Indonesia

Bagaimana ini bisa menjadi kenyataan? Bisa dilihat total belanja online per e-shopper di negara-negara dengan e-PDB terbesar. Ternyata masyarakat Inggris yang paling banyak membelanjakan secara online dengan rata-rata $ 4.018 untuk barang dan/atau layanan online, jauh lebih banyak daripada di Amerika Serikat ($ 3,428), yang berada di peringkat kedua.

Indonesia dengan penduduk usia 15-65 tahun sudah ada sekitar 67,5 juta, yang hampir semua pengguna e-commerce, pembeli online (e-shopper) dan total penjualan online tahun 2017 yang terus tumbuh mencapai angka Rp 79 triliun. Maka, bisa disimpulkan bahwa per orang sudah mampu membelanjakan uangnya lewat daring (perdagangan dalam jariangan) sebesar Rp 1.170.000 per tahun atau Rp 97.500 per bulan.

Indeks kinerja logistik pun ikut terdongkrak dengan munculnya bisnis digital, Indonesia menempati peringkat nomor 53 dunia dng tingkat kemudahan berbisnis di peringkat 109 dan satu lagi yg tidak pernah diukur adalah e-GDP, kita ada di rangking ke 57 secara global, di bawah negara India, Singapore, Malaysia & Thailand.

eGDP atau ePDB adalah nilai pasar semua barang & jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu berdasarkan transaksi elektronik atau sering kita sebut e-commerce. Coba kita bandingkan peringkat PDB (nominal) konventional dengan PDB digital setiap negara tahun 2016 dan bagaimana dengan Indonesia.

Indonesia menempati urutan ke 16 PDB (nominal) konvensional dan peringkat 57 untuk e-PDB nya. Negara kita mirip dengan negara Brasil dalam pertumbuhan ekonomi digitalnya, tapi Brasil jauh lebih maju daripada negara kita. Mungkin akan sulit mengejar angka PDB konvensional Brasil, namun besar kemungkinan kita akan mampu mengejar PDB Digital mereka. Pertumbuhan industri e-commerce yang cukup pesat ini (dengan situasi politik yang kondusif), bahkan diperkirakan pada tahun 2025 nanti, akan memberikan kontribusi lebih dari 5% terhadap PDB nasional.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved