My Article

Ketika “Odading” Meruntuhkan Kemapanan Iklan

Ketika “Odading” Meruntuhkan Kemapanan Iklan

Oleh: Ilham Akbar, praktisi Public Relation

Ilham Akbar S.I.Kom, Praktisi Hubungan Masyarakat

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui. Adapun maksud “dibayar” pada definisi tersebut menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli. Maksud kata nonpersonal berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV radio, majalah, koran) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu secara bersamaan (Morisan, 2012: 17-18).

Suatu iklan yang tayang di media massa tentu harus dibayar dengan sangat mahal, dan tujuannya tak lain dan tak bukan untuk memperoleh pelanggan dengan sebanyak-banyaknya. Namun pada saat ini tidak semua iklan harus disebarkan melalui media massa, iklan juga bisa disebarkan melalui media sosial, namun pasti saja iklan di media sosial mempunyai trik-trik khusus untuk menjangkau khalayaknya lebih luas lagi. Namun iklan di media sosial, tidak semuanya harus menggunakan trik khusus, karena ketika kita berhasil membuat konten yang viral, itu adalah iklan yang paling terbaik dibandingkan dengan iklan yang berbayar.

Misalnya pada saat ini, di mana pengguna media sosial sedang dihebohkan dengan ulah dari salah satu pria yang mempromosikan makanan ataupun kue yang bernama odading, di mana odading tersebut dimiliki oleh seorang pedagang yang bernama Mang Oleh.

Pria tersebut mempromosikan dengan cara yang tidak bisa dikatakan sebagai seorang promotor atau bahkan seorang influencer karena dari struktur penyampaian pesannya pun tidak menunjukan bahwa ia adalah orang yang ahli dalam mempromosikan produk. Pria tersebut juga bukan seorang aktor yang mempunyai followers banyak di media sosialnya, bahkan ia juga awalnya tidak dikenal oleh publik. Namun dari iklan di media sosial yang dilakukan oleh pria tersebut, akhirnya bisa meningkatkan omset penjualan dari pedagang odading tersebut. Dari peristiwa tersebut, kita bisa mengambil pelajaran bahwa tidak semua iklan, promosi, ataupun branding, bisa dirancang sedimikian rupa dan diatur strateginya secara sistematis untuk memperoleh pelanggan sebanyak-banyaknya.

Karena itu, kini semua kegiatan iklan, promosi, ataupun branding berada dalam situasi uncertainty (ketidakpastian). Di mana suatu iklan atau promosi yang bagus tidak bisa memastikan akan mendapatkan pelanggan yang banyak. Begitu juga dengan iklan atau promosi yang buruk tidak bisa juga dipastikan akan mendapatkan pelanggan yang sedikit. Maka dari itu, nampaknya kini dunia periklanan ataupun dunia marketing sedang digoncang dengan sebuah odading yang dipromosikan oleh pria yang sebenarnya bukan siapa-siapa, namun ia berhasil membuat produk dari pedagang odading tersebut laris dibeli oleh pelanggannya.

Maka dari itu, di balik viralnya odading Mang Oleh ini, pasti saja ada suatu trik yang sebenarnya tidak ditimbulkan secara sengaja oleh pihak yang membuatnya, namun ketidaksengajaan tersebut bisa membuat para pengguna media sosial lainnya memviralkan konten tersebut, sehingga banyak pelanggan yang berdatangan untuk membeli odadingnya.

Membangkitkan Theater of Mind

Dalam dunia media informasi, sistem teknologi juga telah menguasai jalan pikiran masyarakat, seperti yang diistilahkan dengan theater of mind. Bahwa siara-siaran media informasi secara tidak sengaja telah meninggalkan kesan siaran di dalam pikiran pemirsanya. Sehingga suatu saat, media informasi itu dimatikan, kesan itu selalu hidup dalam pikiran pemirsa dan membentuk panggung-panggung realitas di dalam pikiran mereka (Bungin, 2014: 177).

Suatu iklan akan terlihat baik apabila bisa membuat pemirsanya menjadi teringat dengan slogan dari produk ataupun jasa yang ditawarkan. Dalam merumuskan slogan tersebut, setiap praktisi periklanan ataupun praktisi marketing tidak akan membuatnya dalam waktu sehari atau dua hari, namun membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan bisa berbulan-bulan. Karena setiap praktisi pasti mempunyai strategi khusus ataupun trik yang kreatif untuk membuat produk ataupun jasa yang diiklankan memperoleh pelanggan sebanyak-banyaknya.

Namun ketika kita melihat promosi dari odading Mang Oleh tersebut, tidaklah mungkin pedagangnya menyewa konsultan periklanan ataupun marketing untuk membuat dagangannya menjadi laku. Tetapi justru promosi tersebut dilakukan oleh seorang pria yang memang bukan professional di bidangnya. Namun pesan yang disampaikan di dalam promosi tersebut sangat berhasil untuk membangkitkan theater of mind bagi para pengguna media sosialnya. Misalnya kalimat, “rasanya seperti anda menjadi iron man”, kalimat itu tentu saja tidak pernah dibuat oleh perusahaan konsultan periklanan manapun, namun pemilihan kalimat tersebut berhasil membuat para pengguna media sosial menjadi selalu mengingatnya.

Sehingga pesan tersebut lah yang mendorong para pengguna media sosial menjadi datang ke tempat odading Mang Oleh. Karena itu, memang pesan tersebut disampaikan bukan karena disusun secara sistematis ataupun dirancang sedimikian rupa agar mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya, namun pesan tersebut dilahirkan dari ketidaksengajaan yang berhasil menciptakan theater of mind.

Revolusi Kaum Proletar

Iklan merupakan bentuk kemapanan yang lahir dari rahim kapitalisme, karena itu orang yang beriklan di media massa bukanlah orang yang masuk ke dalam golongan kaum proletar, namun termasuk ke dalam golongan kaum borjuis. Namun ketika kita melihat keberhasilan promosi dari pria tersebut, nampaknya dia hanyalah seorang proletar yang tidak professional, namun ia berhasil membuktikan bahwa ia berhasil meruntuhkan kemapanan dari iklan itu sendiri. Hal tersebut tentu akan mengingatkan kita kembali kepada gagasan Karl Marx.

Marx percaya bahwa dalam seluruh tahap sejarah selalu ada pertentangan antara dua kelas masyarakat yang berkuasa. Jadi pertentangan itu berlangsung antara mereka yang memiliki sarana produksi dan mereka yangt tidak. Dan karena kelas atas tidak dengan sukarela melepaskan kekuasaan mereka, perubahan hanya dapat dilancarkan melalui revolusi (Gaarder, 2013: 612). Gagasan Marx tersebut kini dibuktikan oleh odading Mang Oleh, bahwa tidak semua yang mempunyai kekuasaan yang bisa beriklan, tetapi juga bisa dilakukan oleh kaum proletar melalui revolusinya.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, M. Burhan. 2014. Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gaarder, Jostein, 2013. Dunia Sophie. Bandung: Penerbit Mizan. Morisan. 2012. Periklanan Komunkasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencama Prenada Media Group.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved