My Article

Menelisik 4 Faktor Leadership Gap Syndrome

Menelisik 4 Faktor Leadership Gap Syndrome

Oleh Jazak Yus Afriansyah, Author, Coach, Trainer (IG and Twitter @jazakYA) (Artikel 3 dari 4 Seri Kepemimpinan di Era Milenial)

Jazak Yus Afriansyah
Jazak Yus Afriansyah

Meneruskan perjalanan kita pada kajian Leadership in Millennial, pada edisi kali ini kita kupas 1 dari 4 Faktor yang memicu terjadinya Leadership Gap Syndrome atau Gejala Jurang Kepemimpinan di Era Millennial.

Berdasarkan kajian empiris yang kami lakukan ditunjang dengan dengan pengalaman praktis serta didukung oleh beberapa referensi ilmiah terkini khususnya kami kutip dari buku fenomenal “Lead or Leave It to Millennial”, bisa kita ekstraksi bahwa ada 4 faktor kunci yang menyebabkan Leadership Gap Syndrome muncul.

Faktor pertama adalah Karakter Khas masing-masing generasi yang sangat berbeda jauh, perbedaan karakter ini oleh para ahli disimpulkan akibat pengaruh lingkungan yang sangat kuat, dimana lingkungan tersebut mampu membentuk karakter umum manusia yang lahir dan tumbuh berkembang di era tersebut.

Kita ketahui Generasi Kolonial yang terdiri dari Generasi X yang lahir pada tahuan 40 hingga 50 an dan Generasi Y yang lahir pada tahun 60 hingga 70 an. Generasi X ini terlahir pada masa-masa dimana dunia baru saja selesai melaksanakan “Hajatan Besar” yaitu Perang Dunia II, karena perang telah berakhir menyisakan kondisi yang sangat prihatin secara umum, terutama kondisi ekonomi makro.

Banyak perusahaan yang bangkrut atau terpaksa tutup karena perang, sehingga perlu penataan ulang kehidupan dan disaat yang sama banyak keluarga yang memiliki banyak anak.

Orang-orang pada masa itu masih cenderung “konservatif” dan sangat matang dalam pengambilan keputusan, mereka sangat menyukai proses dan sadar bahwa setiap proses membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga sebagain besar dari mereka terlihat sabar dan tenang.

Lahir dan tumbuh di zaman yang belum modern dan minim lapangan pekerjaan saat itu, membuat masa muda Generasi x penuh dengan perjuangan sehingga mereka secara umum memiliki sikap struggling atau berjuang keras dan membuat mereka sangat kompetitif.

Dalam benak mereka tertanam sikap jika tidak bekerja itu artinya tidak akan bisa makan atau hidup. Inilah yang menyebabkan Generasi X sangat loyal atau setia dengan perusahaan dimana mereka bekerja. Wajar karena saat itu hanya tersisa sedikit perusahaan yang survive dari amukan Perang Dunia II yang berujung kepada resesi ekonomi di hampir sebagian besar belahan dunia.

Dalam konteks kepemimpinan, Karakter khas Generasi X adalah mereka sangat terbiasa dengan perintah, arahan, atau direction.

Kita lanjutkan ke Generasi berikutnya yaitu Generasi Y. Ketika Generasi Y lahir kondisi dunia saat itu sudah mulai lebih baik, cukup stabil, terutama kondisi ekonomi, sehingga berdampak kepada lahir dan tumbuhnya beberapa perusahaan.

Akibatnya Generasi Y, telah memiliki tambahan pilihan bekerja di banyak perusahaan, hal ini yang memicu mereka memiliki sikap sangat loyal dan berdedikasi tinggi dengan profesinya, bukan lagi dengan perusahaannya.

Dengan sikap dan karakter tersebut Generasi Y sangat antusias dalam bekerja, termasuk dari kalangan perempuan mereka juga rajin bekerja, dan ketika mereka menikah mereka memutuskan untuk tetap bekerja, maka jadilah suami dan istri sibuk bekerja.

Pada era 60-an hingga 70-an ada istilah The latchkey kids – anak yang sering merasa sendirian akibat ditinggal orang tuanya bekerja, hal ini merupakan istilah yang kerap diberikan untuk para generasi Y. Maklum, generasi yang lahir pada pertengahan tahun enam puluhan hingga awal tujuh puluhan ini dibesarkan oleh orang tua dari Generasi X yang dianggap yang workaholic.

Kondisi tersebut membuat generasi Y menjadi lebih mandiri dan mulai mencari alternatif selain pekerjaan formal yang menghabiskan banyak waktu di kantor. Melihat kedua orang tuanya banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di luar rumah, membuat para generasi Y mulai berpikir untuk berwirausaha atau bekerja di rumah.

Generasi ini cenderung suka akan risiko dan pengambilan keputusan yang matang akibat dari pola asuh dari generasi sebelumnya, yaitu Generasi X.

Dalam konteks kepemimpinan, Generasi Y masih mewarisi walaupun sebagian cara kepemimpinan Generasi X, karena faktanya mereka dibesarkan oleh Generasi X.

Namun karena kondisi lingkungan hidup dan lingkungan kerja yang sudah mulai berubah, berdampak kepada perubahan cara pandang mereka terhadap proses kerja, termasuk cara memimpin.

Generasi Millennial dalam beberapa referensi juga dikenal sebagai Generasi Y, Gen Y atau Generasi Langgas, sesuai dengan kesepakatan di awal artikel ini, kita gunakan istilah Generasi Z sebagai nama lain dari Generasi Millennial untuk memudahkan kita dalam memahami kajian ini.

Generasi ini adalah kelompok demografi setelah Generasi X dan Generasi Y, sebagaimana penjelasan sebelumnya tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran.

Generasi Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Generasi X atau Generasi Y. Generasi Millennial kadang-kadang disebut sebagai “Echo Boomers” karena adanya ‘booming’ atau peningkatan besar, tingkat kelahiran pada tahun 1980-an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga dampak relatif dari “baby boom echo” umumnya tidak sebesar dari masa ledakan populasi pasca Perang Dunia II.

Karakteristik Milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi; meskipun pengaruhnya masih diperdebatkan.

Jika dibandingkan dengan Generasi X dan Generasi Y, ketika para millennial ini lahir kondisi ekonomi secara markro lebih baik dan sangat stabil, begitu juga dengan kondisi keuangan orang tua mereka cukup mapan, sehingga secara relatif Generasi Z tumbuh berkembang dengan segala kemudahan yang belum pernah dirasakan oleh kedua orang tua mereka.

Saat mereka growing up, apapun yang mereka inginkan mudah didapatkan dengan cepat tanpa perlu perjuangan dan sedikit kesulitan untuk mendapatkannya, sangat berbeda dengan kondisi kedua orang tua mereka dahulu.

Dengan kondisi tersebut, maka Generasi Z memiliki banyak pilihan dalam bekerja, mereka punya pilihan untuk bekerja di banyak perusahaan, mereka juga punya pilihan untuk menentukan profesi apa yang mereka anggap cocok dan mereka sukai, dan bahkan mereka juga pilihan untuk tidak bekerja, mengapa?

Karena faktanya secara umum orang tua mereka masih mampu menghidupi mereka dengan uang jajan yang cukup.

Dengan kondisi tersebut membuat Generasi Z memiliki sikap dan karakter sangat loyal dengan kepentingannya, sangat berbeda dengan Generasi X yang loyal dengan perusahaan, dan berbeda dengan Generasi Y yang sangat setia dengan profesinya.

Artinya, selama kepentingannya terpenuhi di tempat bekerja saat ini maka dia akan stay, namun jika kepentingannya tidak bisa terpenuhi di perusahaan saat ini, dengan mudahnya mereka berkata “loe gue end!” alias resign dengan gagah berani tanpa pikir panjang. Inilah salah satu penyebab utama mengapa turn over tertinggi di hampir seagian besar perusahaan terjadi pada karyawan dari Generasi Z.

Pada sebagian kelompok Generasi Millennial, bekerja kepada orang atau berkarir di perusahaan hanya digunakan sebagai tambahan status saja, maka tidak mengherankan ketika mereka bekerja rajin sekali update status!

Ketika ditegur sedikit oleh atasanya langsung mereka buat status “bete”, kemudian sore hari jika tidak ada perbaikan status menjadi “reseh” hingga malam hari seri status yang tidak menyenangkan tersebut terus ter-update.

Akibatnya Generasi ini acapkali dipersepsikan oleh Generasi yang lebih senior dilihat hanya dari sisi negatifnya saja, Generasi X dan Y merasakan bahwa Generasi X merupakan Generasi yang fragile alias rapuh atau “mutungan” (mudah putus asa), narsis, dan suka sekali melompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain.

Gejala Jurang Kepemimpinan terutama terjadi antara Genreasi X dengan Generasi Millennial atau Z, yang memiliki jarak yang cukup jauh hampir 30 tahun selisihnya.

Konflik dan friksi sering terjadi karena Generasi X sangat sering dan suka menyuruh dan memerintah Generasi Millennial, sementara Generasi Millennial sangat benci dan tidak rela jika dipimpin dengan cara terus menerus diperintah atau disuruh, meskipun yang menyuruh adalah atasan langsung mereka.

Kita hentikan sementara kajian kita di sini, sampai bertemu pada edisi keempat berikutnya.

Selamat Memimpin dan Sukses Selalu untuk Anda semua!


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved