My Article

SDM dan AI Saling Komplementer

Oleh Editor
SDM dan AI Saling Komplementer
Jusuf Irianto, Guru Besar Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Oleh: Jusuf Irianto, Guru Besar Manajemen SDM di Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Jusuf Irianto, Guru Besar Dep. Adm. Publik FISIP Universitas Airlangga, Pengurus MUI Jawa Timur

Sumber daya manusia (SDM) dan kecerdasan buatan (AI) bersifat saling komplemeter (melengkapi). Kedua komponen tersebut memperkuat perusahaan mencapai tujuannya secara lebih efektif.

Di era digital, AI merupakan fenomena menonjol karena mampu mengubah proses kerja hampir di semua sektor. Di sektor kesehatan misalnya, AI dimanfaatkan dokter mendiagnosis penyakit lebih presisif. Sementara di bidang bisnis, perusahaan dapat menyediakan layanan pelanggan lebih efisien.

Sayangnya, kehadiran fenomenal AI memunculkan kekhawatiran banyak pihak. Peran SDM dalam pekerjaan bakal tergeser. Kegalauan tersebut dapat dipahami sebab AI secara radikal mampu mengubah proses pekerjaan tak sekadar efektif namun juga efisien. Karyawan merasa terancam sehingga mengurangi semangat dan produktivitas.

Untuk mengatasinya, perusahaan harus segera memberi penjelasan sehingga karyawan memahami bahwa AI bukanlah ancaman. Sebagai teknologi, relasi AI dan SDM bersifat saling komplementer. AI bukan teknologi yang akan menggantikan manusia secara keseluruhan.

James Wilson dan Paul R. Daugherty (2018) dalam tulisannya bertajuk “Collaborative Intelligence: Humans and AI are Joining Forces” menyajikan fakta bahwa otomatisasi perusahaan yang sekadar bertujuan memangkas jumlah pekerja hanya mampu meraih peningkatan hasil dan produktivitas dalam jangka pendek.

Dengan mengutip riset melibatkan 1.500 perusahaan di berbagai industri, Wilson dan Daugherty menunjukkan bahwa peningkatan kinerja terbesar dapat diraih justeru pada saat SDM dan AI bersifat melengkapi. AI dan manusia bukanlah pesaing yang saling melemahkan, namun sinergis dapat menghasilkan energi atau kekuatan lebih besar.

Dalam batas tertentu, perusahaan memastikan AI digunakan secara lebih bertanggung jawab. AI membantu perusahaan dalam pengumpulan dan pemrosesan data, layanan pelanggan, atau pekerjaan fisik yang berisiko/membahayakan. Sementara SDM melaksanakan tugas atau pekerjaan yang bersifat soft.

Pekerja melaksanakan tugas/fungsi yang butuh mentalitas dan skill kepemimpinan serta kreatifitas dan inovasi. Selain itu juga melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan penilaian (judgement, assessment) atau karakter pekerjaan lainnya yang tak dapat dilakukan oleh AI.

Perusahaan harus merancang proses pelaksanaan kerja dengan mengintegrasikan karakteristik SDM dan AI. Guna dapat memaksimalisasi integrasi potensi manusia dan AI, proses bisnis perusahaan perlu dirancang ulang (redesign) sehingga diperoleh hasil lebih produktif.

Perancangan ulang proses bisnis perusahaan fokus pada fleksibilitas, kecepatan, atau integrasi semua kegiatan operasional bertujuan agar proses pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih mudah.

Hasil perancangan ulang proses bisnis bersifat fleksibel dan mendorong keputusan dengan cepat dan tepat. Pimpinan harus visioner dan berasumsi bahwa kemajuan perusahaan tak sekadar ditandai penerapan AI, namun juga merangsang pengembangan kolaborasi dengan karyawan dan semua unsur lainnya.

Kolaborasi

Kolaborasi antara perusahaan sebagai pemanfaat AI dengan SDM bermanfaat menjaga keseimbangan. Wujud keseimbangan tersebut adalah adanya interaksi harmonis sehingga dapat mengurangi konflik akibat kekhawatiran karyawan terhadap kehadiran teknologi canggih.

Kolaborasi atau kerjasama perusahaan dengan karyawan bersifat saling menguntungkan. Dalam relasi erat dengan karyawan, perusahaan merancang ulang proses bisnis yang membuka pintu lebih lebar bagi keterlibatan karyawan (employees engagement).

Dalam rangka merancang ulang proses pekerjaan dengan menggabungkan teknologi AI misalnya, perusahaan juga menyediakan anggaran sebagai investasi pengembangan skills atau keterampilan karyawan terkait dengan penguasaan teknologi.

Jika perusahaan konsisten dengan komitmen menciptakan harmonisasi berbasis SDM, maka kian baik pula kinerja kombinasi AI dan SDM. Kian banyak prinsip yang diadopsi perusahaan untuk pertumbuhan secara berkelanjutan, maka SDM dan AI saling melengkapi mampu mencapai speed, efisiensi, profits, atau mendukung tindakan operasional lainnya.

Kolaborasi SDM dan AI juga ditandai dengan kemampuan perusahaan dalam perencanaan investasi teknologi tanpa mengancam SDM. Sebaliknya perusahaan memastikan kehadiran AI dapat meningkatkan kemampuan SDM. Desain ulang terhadap proses bisnis menghasilkan sistem yang mendukung kemitraan.

Karena itu, perusahaan juga perlu mengembangkan sejumlah dokumen strategis sebagai pedoman untuk membantu SDM berkolaborasi dengan potensi AI. Karyawan berlatih melakukan tugas tertentu terkait fungsi AI terutama jika ingin hasil pekerjaan lebih optimal. Kolaborasi perusahaan dengan karyawan juga bertujuan agar penggunaan AI lebih bertanggung jawab untuk peningkatan kinerja secara signifikan.

Peningkatan Kinerja

Wilson dan Daugherty juga menjelaskan peningkatan kinerja dapat dicapai melalui kolaborasi perusahaan pengguna AI dengan karyawan. Terdapat lima indikator capaian peningkatan kinerja perusahaan yaitu kecepatan (speed), skala (scale), pengambilan keputusan (decision making), personalisasi, serta pemenuhan peran dan talenta baru.

Peningkatan kecepatan pelayanan merupakan ukuran kinerja dicapai melalui kolaborasi SDM dengan AI. Dalam industri keuangan dan perbankan misalnya, butuh kecepatan mendeteksi potensi penipuan atau kejahatan (fraud) dalam transaksi. Hanya perlu waktu beberapa detik untuk menentukan persetujuan transaksi tertentu.

Sementara itu, skalabilitas dalam proses bisnis merupakan faktor pelumas bagi perbaikan operasional perusahaan. Untuk proses bisnis yang bergantung pada SDM dengan bantuan mesin minimal harus didukung proses rekrutmen sesuai dengan prinsip diversifikasi tenaga kerja.

Fokus rekrutmen SDM tak hanya untuk menemukan karyawan tingkat pemula terbaik, namun juga mempercepat perekrutan talenta terbaik untuk tingkat manajemen. Proses rekrutmen harus mampu mengidentifikasi potensi calon karyawan dengan memberi perhatian seksama kepada setiap pelamar agar diperoleh individu berbakat.

Upaya menggabungkan potensi manusia dan AI melalui skalabilitas rekrutmen dapat ditempuh melalui pengamatan terhadap calon karyawan. Tujuannya adalah menilai sifat-sifat yang relevan dengan kebutuhan pekerjaan. Cara ini dapat menemukan individu yang paling cocok untuk posisi tertentu.

Selanjutnya, skalabilitas rekrutmen ditempuh dengan cara meminta calon mengirimkan video. Konten video tersebut adalah cara calon karyawan menjawab pertanyaan yang dirancang untuk jabatan posisi tertentu.

Tanggapan dalam video tersebut dianalisis oleh AI. Tak sekadar mempertimbangkan jawaban lisan, namun AI juga mampu menganalisis bahasa tubuh dan nada suara. Calon terbaik kemudian dipanggil untuk wawancara sesuai rekomendasi dari AI. Berdasarkan rekomendasi AI dan judgement manajer SDM, selanjutnya calon terbaik dapat diputuskan untuk penerimaannya.

Sementara itu, indikator capaian kinerja ketiga adalah pengambilan keputusan (decision making). Perusahaan memperoleh informasi dan panduan sesuai kebutuhan. AI membantu perusahaan membuat keputusan lebih baik.

Teknologi AI mengubah proses pengambilan keputusan. Perubahan proses itu, misalnya, melalui identifikasi beberapa data berbagai masalah serta faktor yang memengaruhi masalah tersebut. AI dapat memberi saran tentang tindakan yang harus dilakukan dengan tepat.

Saran tersebut mempertimbangkan kondisi perusahaan, lingkungan operasional, data dan sejumlah faktor penyebab masalah. AI menyajikan informasi tentang biaya yang dibutuhkan serta manfaat lain berdasarkan tingkat kepercayaan tinggi atas asumsi yang digunakan dalam analisis untuk pengambilan keputusan.

Ukuran capaian kinerja keempat adalah personalisasi (personalization). Perusahaan memanfaatkan AI untuk mempersonalisasi pengalaman pelanggan melalui perangkat cerdas dan jaringan yang saling terhubung disebut machine learning.

Pembelajaran mesin memproses data berasal dari sensor dalam sistem yang membantu pelanggan mendapatkan pelayanan terbaik. Pelayanan dilakukan dengan menyederhanakan transaksi, misalnya, menghubungkan alat pembayaran (kartu kredit, debet) ke perangkat yang terhubung ke sistem tanpa mengabaikan keamanan.

Dengan AI, personalisasi dapat dicapai dengan presisi lebih tepat dan dalam skala besar. Perusahaan menggunakan algoritme AI untuk kebutuhan pelanggan yang dipersonalisasi yakni sesuai selera personal. Dengan izin pelanggan, perusahaan dapat pula menggunakan AI untuk mengenali perangkat seluler dan menampilkan riwayat transaksi membantu peningkatan mutu layanan.

Terakhir adalah indikator pemenuhan kebutuhan peran dan talenta baru. Selain AI, dalam merancang ulang proses bisnis juga butuh komitmen mengembangkan SDM. Karyawan bekerja secara efektif dalam dimensi antarmuka “manusia-mesin”.

Perusaha menugaskan karyawan dengan didukung penguasaan teknologi baru. Karyawan menguasai tugas melalui penggabungan keterampilan khas dengan AI untuk mendapatkan hasil terbaik. Dalam konteks inilah, perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhan skill dan talenta yakni mampu mengintegrasikan dirinya bekerja lebih efisien dengan teknologi yang digunakan

Kesimpulan

Teknologi AI melakukan tugas terbaik menyaring dan memproses data serta memberi rekomendasi tindakan tertentu. Sementara karyawan melakukan terbaik menggunakan intuisi dan kemampuan penilaian untuk merekomendasi atau memilih keputusan yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Sebagian besar kegiatan interaktif manusia-mesin mengharuskan karyawan melakukan tugas baru dan melakukan berbagai hal secara berbeda, misalnya menggunakan chatbot untuk memberikan layanan terbaik.

Dalam kondisi demikian, perusahaan harus menata ulang proses bisnis agar SDM dan AI dapat terintegrasi dan lebih kolaboratif. Kekhawatiran sebagian karyawan terhadap otomatisasi yang mengancam dapat ditepis dan sirna.

Pemimpin perusahaan harus visioner memandang masa depan dengan memanfaatkan teknologi yang relevan tanpa merusak keberadaan karyawan sebagai manusia.

Referensi:

H. James Wilson and Paul R. Daugherty. (2018). Collaborative Intelligence: Humans and AI Are Joining Forces. Retrieved from: https://hbr.org/2018/07/collaborative-intelligence-humans-and-ai-are-joining-forces

A version of this article appeared in the July–August 2018 issue (pp.114–123) of Harvard Business Review.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved