My Article

Tantangan Penyuluhan Pertanian di Era Industri 4.0

Denny Iskandar

Oleh: Denny Iskandar, ASN di Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak

Teringat ketika “ngobrol” dengan salah seorang petani cabe merah di salah satu kecamatan di Kabupaten Lebak, penulis bertanya “darimana belajar cara budidaya cabe hingga bisa berhasil seperti ini?” dengan singkat petani tersebut menjawab “dari youtube !”

Itulah fakta lapangan, derasnya Informasi Teknologi (IT) tidak bisa dibendung. Dulu mungkin petani akan bertanya kepada “Mantri Tani” atau Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) tentang budidaya atau cara bercocok tanam. Akan tetapi jaman berganti, dan obrolan singkat tadi memunculkan sedikit kekhawatiran: bagaimana peran Penyuluh Pertanian di era Industri 4.0 sekarang ini ?

Mungkin pembaca sudah sering mendengar atau membaca, apa itu era Industri 4.0? Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif.

Era industri 4.0 tidak bisa terhindarkan lagi. Untuk itu diperlukan kesiapan khususnya kesiapan sumberdaya manusia yang dituntut dapat mengelola dan menghadapi disrupsi teknologi ini. Bagaimana penyuluh menghadapi era tersebut?. Mengutip Wikipedia, Masalah kesiapan perpindahan ke industri 4.0 Indonesia terletak pada SDM dan pemerataan. Beberapa sektor industri di Indonesia masih belum mendekati Industri 4.0. Contoh saja pada industri agraris atau pertanian, masih ada petani menggunakan cangkul, walaupun beberapa daerah petaninya sudah memasuki Industri 4.0, tidak semua petani menguasai komputer. Jadi sektor pertanian merupakan sektor yang dianggap belum siap menghadapi era industry 4.0.

Pertanyaannya adalah benarkan petani khususnya di Kabupaten Lebak belum siap menghadapi era Industri 4.0? Jika kembali kepada “obrolan” tadi, sepertinya para petani sudah berada di era industri 4.0. Namun, harus diakui sebagian besar petani kita masih bertani secara tradisional dan masih memiliki lima persoalan krusial. Persoalan pertama, pemilikan lahan yang terbatas, rata-rata hanya 0,2 hektare. Kedua, kondisi tanah yang sudah rusak akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan. Ketiga, aspek kurangnya permodalan dan rendahnya kualitas manajemen. Keempat, lemahnya penguasaan teknologi. Dan, kelima adalah kesulitan dalam penanganan pascapanen. Maka, peran PPL seharusnya sangat dibutuhkan disini dengan memerankan diri sebagai bridging institution dalam memecahkan persoalan petani tadi.

Pertanyaan berikutnya, siapkah para PPL mengejar langkah mengimbangi kecepatan informasi dan teknologi di era industri 4.0? Karena, jika langkah PPL tertinggal dibelakang, maka peran meraka akan “menghilang” ditelan jaman, sehingga mau tidak mau para penyuluh pertanian harus segera mengikuti proses transformasi pertanian memasuki era industri 4.0. Dengan kata lain, memasuki era modernisasi pertanian.

Para petani dan PPL harus segera menyesuaikan diri dengan proses transformasi pertanian yang saat ini sudah berlangsung. Proses transformasi pertanian tersebut setidaknya harus memperhatikan 4 komponen yang sangat penting dalam proses adopsi teknologi modern. Empat komponen tersebut meliputi “Teknoware”, “Humanware”, “Organoware” dan “Infoware”.

Selama proses tranformasi tersebut, pemerintah harus berani menyiapkan regulasi yang mendukung modernisasi pertanian di era industri 4.0, karena kemajuan teknologi tidak bisa dibendung termasuk dukungan kelembagaannya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved