Profile Editor's Choice

Andreas Diantoro, Takluk pada Pinangan Kedua Microsoft Corp.

Andreas Diantoro, Takluk pada Pinangan Kedua Microsoft Corp.

“Mengagumkan,” ucap Andreas Diantoro. “Selama 10 hari pelatihan di kantor pusat Microsoft Corporation, banyak hal yang bisa saya pelajari di sana,” Presdir PT Microsoft Indonesia yang baru ini menambahkan. Ia mengaku kagum bagaimana Bill Gates mampu membangun dari satu kantor kini menjadi 100 gedung yang diperkuat oleh 150 ribu karyawan di mana 40 ribu karyawan ada di Microsoft Campus. “Di sana ada ruang-ruang kecil tempat para engineer berkreasi yang sampai sekarang kekhasannya masih dipertahankan,” katanya bercerita.

Andreas Diantoro, Presdir PT Microsoft Indonesia

Andreas Diantoro, Presdir PT Microsoft Indonesia

Tampaknya pengalaman yang mengesankan itu makin memantapkan hati Andreas yang menerima pinangan kedua Microsoft Corporation untuk mengomandani PT Microsoft Indonesia (MI). Per 15 Februari 2012 Andreas memang resmi didapuk sebagai Presdir MI, menggantikan pendahulunya, Sutanto Hartono. Menurut seorang sumber, naiknya Sutanto dulu sebagai Presdir MI juga konon atas rekomendasi Andreas—yang tak lain teman masa kecil di Yogyakarta.

Sumber tersebut menyebutkan, pada 2010 pihak Microsoft Corp. pernah meminta Andreas mengisi pos yang ditinggalkan Tony Chen. Namun, tawaran itu ditolaknya. Pasalnya, ketika tawaran itu datang, pria kelahiran Yogya, 12 September 1968, ini baru sekitar 2,5 tahun mengelola bisnis Dell di 23 negara Asia Selatan. “Nah, saya pikir ini waktu yang pas untuk kembali ke Indonesia, setelah selama 6,5 tahun berkeliling di 23 negara Asia Selatan. Kebetulan objektifnya hampir sama dengan visi-misi Microsoft,” ujar pria yang juga pernah berkarier selama 11 tahun di Hewlett-Packard (HP) Singapura, Australia dan Indonesia itu. “Prinsipnya, semua perusahaan multinasional memiliki kriteria yang sama, yakni mencari pemimpin yang punya global thinking, regional perspective, dan local wisdom,” ia menambahkan.

Ayahanda Jasmine dan Jordan ini mengaku ketertarikannya bergabung dengan MI karena melihat opportunity to growth yang luar biasa. “Ada opportunity dari Microsoft yang bergerak di bidang real technology dengan software-software yang sangat intuitif,” ujarnya. Di sisi lain, ia melihat kesempatan untuk negara ini meningkatkan daya saingnya.

Menurut Andreas, dari segi peranti keras, akan sulit bagi orang Indonesia bersaing di tingkat internasional. Pasalnya, mengembangkan peranti keras butuh modal besar. Selain itu, risetnya pun tidak akan bisa mengalahkan AS dan Cina yang jauh lebih kuat. Namun, dari segi peranti lunak, Indonesia memiliki peluang besar untuk maju. Sebab, Indonesia memiliki banyak pengembang aplikasi (software developer) yang hebat. Ia menyebutkan, saat ini di Microsoft Corp. ada 52 pengembang aplikasi bergelar Ph,D. asal Indonesia yang terlibat dalam tim pengembangan Windows Azure dan MS Office 365. “Saya kenal salah seorang software engineer asal Yogyakarta, yang sudah memiliki enam paten. Juga, ada yang sudah punya sembilan paten. Mereka orang-orang Indonesia, dan ada yang sudah bekerja belasan tahun,” ungkap penggemar olah raga basket ini dengan bangga.

Andreas menyebutkan, sekarang terbuka kesempatan untuk orang-orang Indonesia bertempur di kancah internasional, terutama setelah Microsoft menyediakan Marketplace di mana pengembang dari Indonesia juga bisa memasarkan aplikasi hasil pengembangannya.

Pada Februari lalu di Bandung, MI mengundang 800 orang software developer. Mereka melakukan coding selama 24 jam untuk membuat aplikasi bagi Windows Phone, mobile OS terbaru buatan Microsoft. Dalam satu malam tercipta 120 aplikasi berbasis software developer tools dari Microsoft, sehingga memecahkan rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). “120 aplikasi itu satu per satu bisa naik ke Marketplace. Mereka dagang. Pendeknya, we are doing something untuk meningkatkan national competitiveness Indonesia,” ujar Andreas.

Namun, tantangan terbesar Andreas bukan soal meningkatkan kemampuan pengembangan software di Indonesia, tetapi lebih pada peningkatan penggunaan software asli. Maklum, hingga saat ini penggunaan peranti lunak bajakan di Indonesia masih cukup tinggi. Karena itu, Andreas memikul target harus bisa memassalkan penggunaan software asli dari Microsoft.

Lantas, terobosan seperti apa yang akan dilakukannya? “Pastinya, saya harus menjalankan misi MI ke depan untuk grow to commercial, dan juga bisa meningkatkan segmen consumer market.”

Untuk itu, langkah awal yang akan dilakukannya adalah meningkatkan produktivitas, kompetensi, dan keamanan (security) software. Menurut Andreas, di segmen bisnis komersial, MI sudah cukup bagus. Begitu juga, management team-nya sangat solid. “Saya confident mereka bisa lebih baik lagi. Pak Sutanto sudah mempersiapkan mereka untuk masa depan. Saya tinggal poles sana poles sini saja,” ujarnya seraya tersenyum. “Style saya dalam memimpin, hands-on. Saya berada di garis depan bersama tim. Tetapi, bisa masuk ke semua level. Sebagai leader harus bisa thinking strategic, juga technical. Kalau dibutuhkan di garis depan dan belakang, harus bisa,” mantan atlet bola basket ini memaparkan.

Diakui Andreas, pada segmen consumer market, masih banyak pekerjaan rumah. Namun, sejauh ini MI telah melakukan beberapa upaya. Antara lain, bekerja sama dengan Kemendiknas untuk mencetak anak-anak pintar di bidang software. Mereka juga diajari soal intellectual property right. MI pun mensponsori sejumlah kegiatan seperti Developer Forum di Bandung.

Selama ini, revenue terbesar MI masih dari segmen commercial market yang mencapai sekitar 70%, dan sisanya dari segmen consumer market. Andreas mengklaim, nilai bisnis MI tumbuh lebih baik daripada pertumbuhan pasar TI di Indonesia yang mencapai sekitar 8%. “Saya melihat organisasinya sudah sangat bagus. Orang-orangnya juga bagus, hanya perlu pemimpin yang meneruskan,” katanya. (*)

Siti Ruslina & A. Mohammad BS/Riset: Armiadi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved