Profile

Gara-Gara Bola, Rizky Terpacu Jadi CEO Sebelum Umur 40 Tahun

Gara-Gara Bola, Rizky Terpacu Jadi CEO Sebelum Umur 40 Tahun

Tersulut semangatnya setelah nonton bola, Muhammad Rizky Nazer bertransformasi menjadi pribadi yang lebih fleksibel dalam berkarier. Tidak ingin terpancang pada satu disiplin ilmu, dirinya ingin mempelajari segala sesuatu dengan perspektif yang lebih luas. Demi cita-citanya yang ingin menjadi CEO sebelum berumur 40 tahun, pria kelahiran Jakarta, 3 Oktober 1982 yang kini menjabat sebagai Enterprise Risk Management Manager PT Trakindo Utama ini rela keluar dari comfort zone-nya di tempat kerja semula Garuda Indonesia. Seperti apa kiprah perjalanan karier ayah dari M.Mikko Macaesa dan Rizmeldi yang hobi nyanyi, musik, dan gadget ini? Berikut penuturan lengkapnya :

M Rizky Nazer

Mohon diceritakan perjalanan karier Anda hingga mencapai posisi Enterprise Risk Management Manager PT Trakindo Utama?

Saya lulus SMA kemudian masuk kuliah itu tahun 2000. Waktu itu saya ambil jurusan Teknik Industri di Universitas Trisakti. Saya bukan termasuk golongan yang pintar-pintar amat, cenderung bandel lah seperti anak laki-laki pada umumnya. Tidak masalah karena bandelpun ada sisi positifnya juga. Saya jadi terbiasa menghadapi orang, tahu berbagai macam orang, dan tahu bagaimana cara menghadapi orang dengan tipe yang berbeda-beda.

Ternyata sekarang ada buah positifnya juga. Jadi setelah lulus S1, saya langsung lanjut S2 di UI Jurusan Marketing. Basicly jadi sedikit lebih baik, tidak sebandel waktu zaman S1. Kenapa saya ambil marketing? Pertimbangannya adalah saya sudah cukup puas dengan hitung-hitungan waktu S1. Udah capek, udah pegel dengan segala macam pelatihan untuk otak kiri. Kira-kira di S2 ini saya berusaha ingin melatih otak kanan dengan marketing, karena marketing itu kan lebih ke art ya? Lalu setelah lulus, saya lamar-lamar kerja. Sempat 8 bulan menganggur, kita semua tahu tidak gampang cari kerja di Jakarta? Alhamdulilah akhirnya saya diterima masuk Garuda Indonesia. Waktu itu saya masuk sebagai Network Management Analyst. Titelnya sih itu, tapi fungsi kerjanya lebih ke business control. Tentu saya belajar menganalisa suatu bisnis dengan lebih utuh, baik dari sisi operasional, marketing, HR, maupun strategicnya.

Setelah 2 tahun di fungsi tersebut, saya melihat ada unit baru yang dibentuk di Garuda namanya Enterprise Risk Management. Saya melihat ini sebagai sesuatu yang menarik, kayaknya boleh juga dicoba. Dan saya melihat di sana terbuka peluang bagus untuk mendapatkan sertifikasi profesional. Karena sekarang yang namanya kerjaan, S1, S2, S3, hampir tidak ada bedanya. Artinya sama saja. Kalau saya menganalisa di pasar, yang paling memengaruhi gaji itu bukan dari gelar-gelar akademisnya, tapi lebih ke sertifikasi profesional. Karena mau S2 sekalipun, dianggapnya sama dengan yang fresh graduate kalau pengalaman yang didapatnya masih sedikit. Ibaratnya masih disebut dokter umum. Sedangkan kalau sudah punya sertifikasi profesional, akan dianggap sebagai dokter spesialis.

Dan saya juga menganalisa di pasar bahwa untuk nonfinancialinstitution, risk management adalah sesuatu yang baru. Belum banyak yang menerapkan karena memang sebagian besar baru diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah raksasa. Jadi saya coba masuk ke situ karena saya lihat di era bisnis sekarang, perusahaan sudah mulai merasakan bahwa bisnis itu juga harus mengelola risiko. Jadi otomatis, demand tinggi supply rendah. Maka saya pikir tidak ada salahnya saya coba ke situ walaupun awalnya banyak cibiran dari teman-teman di kantor. Mereka bilang, ngapain pindah ke sana kerjaannya nggak jelas, itu unit apa segala macam. Ya saya tidak mau berpikir seperti katak dalam tempurung. Bagi mereka memang begitu. Karena suatu unit yang baru dengan tugas yang baru membawa suatu perubahan itu juga memang bukan hal yang mudah. Mungkin kalau mereka berpikir dalam 1 konteks Garuda saja ya, memang akhirnya akan banyak cibiran negatif. Tapi saya pikir harus melihat keluar. Mungkin takdir ke depannya nasib, saya mungkin tidak selamanya di Garuda. Mengapa tidak saya bawa bekal yang lebih meningkat, kalau misalnya suatu saat saya harus ke luar dari Garuda.

Selama di sana, alhamdulilah saya diberikan banyak kesempatan untuk belajar. Saya juga berterima kasih banyak kepada atasan saya waktu itu, karena mungkin tanpa andil beliau, saya belum tentu ada di sini sampai akhirnya saya mendapatkan sertifikasi profesional 3 kali. Saya melihat tidak banyak yang mempunyai kesempatan seperti ini di umur saya yang sekarang. Saya juga berpikir untuk orang-orang di luar sana, atau bagi para fresh graduate yang masih muda, jangan terlalu berpikir kita lulusan apa kerjanya harus apa. Prinsip saya adalah tidak ada kerjaan yang tidak bisa dikerjakan. Semua kerjaan itu bisa dikerjakan, yang penting adalah mau atau tidak mau belajar. Jadi tidak usah terlalu kaku kalau jurusan ini harus kerja ini. Belajar itu tidak harus selalu vertikal sampai detail, tapi juga horizontal ke samping. Kita bisa tahu ilmu-ilmu yang lain karena suatu saat, kalau mau sampai taraf CEO atau direktur utama, wawasannya harus sudah bukan yang spesifik ke bawah lagi, tapi harus horizontal ke samping.

Itu tadi perjalanan saya di Garuda. Masuk ke Trakindo, saya langsung ditempatkan sebagai Risk Manager. Kita semua pasti found the Jobstreet segala macam mengenai karier, tiba-tiba daily email saya ada lowongan sebagai risk manager, tidak ada salahnya saya coba apply. Lalu saya interview. Dan ternyata sistem risk management di Trakindo itu belum diestablish dengan matang waktu itu. Jadi saya harus membangun semuanya dari awal. Kalau kita tidak pernah berani terima tantangan, kapan kita mau maju. Saya harus berani keluar dari comfort zone. Mumpung umur saya masih muda, masih laku di pasar, saya coba saja. Kalau misalnya sudah berumur 50-an kan lain ceritanya. Maka saya memberanikan diri keluar. Mungkin saat itu banyak tantangan karena keputusan saya ini. Misalnya dari orang tua, mereka berpikir bahwa kerja di BUMN sudah enak, penghasilannya pasti, kemungkinan dipecat juga kecil. Tapi saya juga tidak mau begini-begini terus. Bukan mau mengeneralisir atau apa, tapi basicly sudah banyak pegawai negeri atau yang berkarier di BUMN tidak bisa berkembang dengan cepat.

Dulu sewaktu kuliah, sebenarnya saya punya cita-cita yang mungkin kedengaran agak muluk. Saya ingin jadi CEO sebelum umur saya 40. Memang saat itu kedengaran muluk, tapi saya juga berpikir namanya punya cita-cita, tentu harus yang sulit tapi mungkin dicapai. Muluknya itu juga bukan yang ngawang-ngawang. Misalnya terlalu mudah, effort untuk memperjuangkannya juga akan kurang. Jadi saya kira saya harus set sesuatu yang sulit dicapai, tapi mungkin dicapai. Ya alhamdulilah,semoga bisa tercapai karena sudah mulai ada titik terangnya. Mungkin inspirasi awalnya datang pada saat zaman kuliah, saat saya masih rajin-rajinnya nonton bola. Agak kaget dulu waktu tahun 2000-an, Chelsea dibeli oleh Roman Abramovich. Itu kan kayaknya mendadak jadi klub paling kaya dengan segala transfer pemain yang jor-joran? Saya coba cari-cari dan baca profilnya, ternyata di umurnya yang masih 36 tahun, dia sudah jadi CEO perusahaan minyaknya Rusia. Jadi saya pikir kalau dia bisa, kenapa saya tidak? Dan kayaknya keren punya cita-cita jadi orang sekaya dia. Ya menurut saya bukannya ria atau apa, tapi tidak ada salahnya juga jadi orang kaya. Karena mau beramalpun pakai uang.

Selama saya training dan ambil sertifikasi profesional, belajar risk management itu tidak harus belajar dari industri yang sejenis. Menariknya risk manajement adalah kami juga belajar dari industri-industri yang lain, karena secara umum risiko itu bisa saling terkait. Risiko di sini bisa berdampak pada industri yang lain. Jadi secara makro lebih ke strategic overviewnya. Begitu pula dengan perusahaan, risiko itu juga tidak berdiri sendiri-sendiri. Makanya sekarang istilah kerennya jadi enterprise risk management. Zaman dulu kan risk management tentang safety, sebuah kotak tersendiri, finance sebuah kotak tersendiri, operation juga kotak tersendiri. Sekarang tidak, karena semua saling terkait antara satu sama lain.

Membawahkan berapa orang dalam 1 tim?

Alhamdulilah saat ini di Trakindo saya masih sendiri untuk Risk Manajement, (berdua dengan atasan saya). Tapi atasan saya di internal audit. Jadi saat ini saya dibawahi oleh internal audit. Ke depannya mungkin akan dipisah. Karena ini masih baru sehingga saat ini saya masih harus mendevelope corporate policy, SOP, dan implementasi ERM. Tinggal roll outnya kapan, kami harus siap. Untuk roll out, timnya akan dibentuk.

Ke depannya akan ada kemungkinan recruit orang tidak di divisi ini?

Karena saya bukan superman, jelas untuk menerapkan sesuatu yang baru, penerapan manajement resiko ini, pasti tidak bisa sendirian. Begitupun di perusahaan-perusahaan lain dan perusahaan sebelumnya juga butuh tim. Karena ultimate goal yang sebenarnya dari risk management itu bukanlah orang-orang manajement risiko yang canggih, pintar, dengan sistem pelaporan yang shopisticated segala macam, tapi bagaimana budaya sadar risiko itu bisa menjadi budaya dari setiap orang dalam corporate. Karena tidak perlu canggih-canggih sebenarnya kalau setiap orang dalam perusahaan itu sudah aware dan punya rasa tanggung jawab mengelola risiko atas pekerjaannya masing-masing. Itu sudah lebih dari cukup.

Apa tanggung jawab di posisi sekarang?

Saat ini saya masih dalam tahap mengembangkan corporate policy terkait dengan pelaksanaan implementasi risk managementnya, road map ke depannya mau dibawa kemana, prosedur, implementasinya seperti apa, sistem pelaporannya seperti apa, dan saya sekarang juga bantu atasan saya terkait persiapan infrastructure untuk good corporate governance.

Suka-duka?

Saat ini sebenarnya dukanya belum ada yang parah. Sukanya, saya merasa diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih bahwa saya mendesain sesuatu dari awal berdasarkan kompetensi saya. Saya tidak didrive dengan pesan-pesan tertentu tapi saya dibimbing oleh atasan saya bahwa koridornya di sini, tapi di dalam saya bebas bergerak. Makanya kami ingin menghire orang yang berkompetensi profesional tentang enterprise risk management sehingga diharapkan bisa membawa perusahaan ini untuk mempunyai sistem pengelolaan risiko yang baik.

Apa pencapaian nyatanya?

Pencapaian nyata dalam 5 bulan sih sebenarnya belum ada yang signifikan. Tapi rencananya untuk tahun ini, saya ingin bawa enterprise risk management bisa roll out di Trakindo. Ke depannya, sesuai dengan road map yang sudah saya rancang, membawa sistem pelaporan risiko yang lebih baik. Sebenarnya ultimate goalnya adalah saya ingin membawa Trakindo memperoleh gelar apa yang didapat perusahaan saya sebelumnya. Dulu kami dari tim management risiko berhasil membawa Garuda Indonesia mendapatkan predikat salah satu Most Trusted Indonesian Company. Dan kebetulan saat itu penilaiannya adalah dari perspektif management risiko. Jadi menurut saya, itu adalah satu pencapaian besar sebagai team di sana. Dan secara perusahaan, bagi saya itu juga sangat baik karena akan menimbulkan kepercayaan pasar, terutama bagi para investor, serta kepercayaan publik yang akan mendongkrak nama besar perusahaan di pasar.

Apa strategi yang Anda terapkan sehingga bisa mencapai prestasi-presatasi tersebut?

Seperti yang saya bilang tadi, jangan terkurung pada suatu disiplin ilmu. Jangan berpikir bahwa kita belajar ini, karier kita akan seputar ke situ. Basicly, tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan selama memang masih dalam ruang lingkup kita. Yang di kantor ini kan sebagian besar knowledge base. Kalau menurut versi saya, saya membagi pekerjaan itu jadi knowledge base dan skillbase. Kalau seperti masinis, pilot, dll, itu kan skill base, karena memang spesifik skillnya di situ. Tapi kalau kerjaan di kantor, mau di HRD, risk management, finance, atau manapun, itu kan knowledge based. Jadi selama masih dalam kapasitas kemampuan kita, jangan takut untuk belajar. tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan. Masalahnya adalah mau atau tidak mau belajar. Mau atau tidak mau keluar dari comfort zone. Karena kebanyakan orang adalah tidak berani keluar dari comfort zone. Jangan menutup pintu rezeki kita dengan pakai kaca mata kuda. Mungkin kita belajarnya ini, tapi kita tidak tahu rezeki kita di masa yang akan datang dari bidang yang lain.

Target dan rencana ke depan?

Secara personal dan karier, saya ingin mengimplementasikan enterprise risk management dengan sangat baik. Ultimate goalnya adalah saya ingin membuat risk management menjadi salah satu dari corporate culture. Walaupun mungkin tidak terstate dalam corporate values, tapi setidaknya bisa menjadi core values untuk setiap insan yang berkarya di Trakindo. Bahwa kita mengerjakan sesuatu harus aware dan sadar dengan risiko yang terkandung di dalamnya. Karena kalau kita lari terlalu kencang dan kita tidak hati-hati, nanti juga bisa jatuh di tengah jalan akhirnya sia-sia.(EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved