Profile

James Hendy, Peselancar Jadi Pemasar

James Hendy, Peselancar Jadi Pemasar

Peselancar bisa jadi pemasar. Ini terbukti pada Marketing Manager South East Asia Rip Curl, James Hendy. Pria asal Inggris itu sangat menikmati pekerjaan yang justru mendekatkannya dengan kegemaran masa kecil, berselancar. Sebagai peselancar, ia sudah menabung 30 tahun jam terbang. Sebagai pemasar, ia sedang menjajal kemampuan mempenetrasi pasar Indonesia. Apa pula pandangannya tentang pantai nusantara serta masa depan Rip Curl Indonesia? Simak obrolan SWA online dengan Hendy mengenai selancar dan pemasaran.

Dengar-dengar, Anda seorang peselancar.

James Hendy

Benar, saya mulai berselancar pada usia 10 tahun di kota kelahiran saya, Cornwall. Ayah saya seorang peselancar, jadi itu mengalir dalam darah saya. Sudah sekitar 30 tahun saya menekuni olahraga ini, jadi saya kira, saya peselancar yang cukup oke.

Apa pendapat Anda mengenai pantai-pantai Indonesia?

Pantai tropis memang yang terbaik, menurut saya. Indonesia punya pantai yang indah. Namun, saya menyayangkan kelakuan banyak pengunjung yang tidak menghormati pantai. Di mana-mana saya melihat orang membuang sampah.

Bicara soal peselancar, bagaimana kecenderungan belanja mereka yang Anda lihat di Indonesia?

Saya mengidentifikasi 2 kelompok konsumen. Pertama, kelompok peselancar yang berbelanja kebutuhan olahraga mereka. Mereka harus membeli papan selancar, pakaian selam (wetsuit), dan jam khusus peselancar yang disebut tide watch di toko selancar. Kedua, orang-orang yang tidak rutin berselancar, tetapi mengikuti gaya hidup dan citra peselancar dengan kebiasaan belanja di perkotaan (city-based shopper). Kelompok ini cenderung menghabiskan lebih banyak uang, misalnya untuk membeli topi, sandal flip-flop, mancis, ketimbang peselancar betulan yang relatif hemat. Walaupun inti pangsa pasar Rip Curl adalah peselancar, kelompok gaya hidup justru memberi kontribusi lebih besar.

Dibanding negara konsumen Rip Curl lainnya, apa yang bikin Indonesia berbeda?

Yang jadi tantangan, bagaimana menyampaikan brand message Rip Curl pada penduduk Indonesia yang berjumlah jutaan agar mereka mau turun ke pantai dan berselancar. Terutama, bagaimana berinteraksi dengan penduduk di daerah yang tidak berpantai. Tentu caranya tidak semudah di Bali. Jika pasar tidak tertarik, tandanya ada kekurangan dalam model bisnis. Maka di Indonesia, saya tak ingin Rip Curl terkunci di tataran fashion dan bersaing dengan Zara atau Mango. Mesti setia pada asal mula sebagai perusahaan selancar.

Sejauh ini, apa strategi pemasaran favorit Anda?

Secara umum, strategi superpenting adalah menyediakan kebutuhan yang terbaik secara teknis bagi para peselancar, sebut saja papan, jam, celana khusus selancar (boardshort), termasuk bikini. Nah, meraih porsi pasar lain pun tak kalah penting. Strateginya, menyediakan kaus, kemeja, topi untuk kalangan bukan peselancar agar mereka bisa ikut merasakan petualangan Rip Curl dengan semboyan live the search.

Mengkomunikasikan produk Rip Curl melalui tim lokal merupakan strategi favorit sekaligus terpenting. Yang jadi faktor penentu adalah anggota tim yang benar-benar bagus serta konsep acara terbaik di kawasan tertentu, contohnya acara musik dan kejuaraan selancar di Bali. Strategi lain adalah melancarkan iklan yang benar-benar bagus untuk produk kunci Rip Curl. Bagaimana masa depan Rip Curl Indonesia yang Anda lihat?

Tentu Rip Curl terus menghasilkan barang-barang yang berperan sentral bagi peselancar Indonesia. Dengan cara itu, diharapkan hal-hal lain bisa berjalan semestinya. Saya ingin Rip Curl jadi perusahaan selancar utama dalam segala hal. Paling tidak, Rip Curl bisa bertahan di negeri ini hingga 50 tahun. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved